Banyak terjadi hal nekat sedemikian sampai saat ini, gara-gara tidak ada restu dari orang tua kedua belah pihak. Benar sekali bukan lagi zaman 'SITI NURBAYA' terpaksa menikah dengan seorang bandot tua, Datuk Maringgih rentenir kaya raya berbadan kurus dan beristri banyak di karenakan orang tua Siti Nurbaya terbelit hutang. Kekasih Samsul Bahri sempat menolak, tapi apalah daya demi melunasi hutang, akhirnya terpaksa dipersunting Datuk Maringgih. Jalinan cinta mereka berdua menjadi tumbal. Kisah tersebut sebagai inspirasi agar tradisi panai di era moderenisasi tidak disalah artikan makna dan budaya lokal sebagai gengsi pribadi, sesungguhnya kedua belah pihak itu seharusnya menjaga perasaan masing-masing agar tidak ada yang terluka. Gagal menikah gara-gara uang panai’, haruskah?
Dalam hal ini yang diuntungkan pria paruh baya, pria muda juga ada kok akan tetapi masih titungan jari. Mapan, kaya raya, berpenghasilan milyaran, tampang sih bukan jaminan asal mampu memenuhi uang panai sebagai prasyarat melamar seorang anak gadis Bugis-Makassar dipastikan akan langsung diterima, sanjungan pun tersungging indah dari pihak mempelai wanita. Memang tidak ada orang tua yang mau melihat anaknya hidup dalam kesususahan atau tidak bahagia. Pertanyaannya gara-gara STRATA SOSIAL apakah hidup anak gadis anda terjamin bahagia lahir dan bathin?. Kasihan mereka..Lagi lagi lagi soal UANG PANAI.
Tidak jarang banyak pemuda hampir putus asa mengejar cinta panai, putus asa, mundur, terkadang menjadi alasan terbaik mengejar cintanya. Dibutuhkan perjuangan ekstra mendapatkan kekasih idamannya. Pria Bugis-Makassar memang sensitif jika harga dirinya terusik, padahal faktanya yang di hargai tinggi itu wanita, ada tingkatan hargaya. Seperti pepatah “kopi boleh pahit, tapi hidup jangan sepahit kopi” gambaran untuk pemuda-pemudi yang jatuh cinta terbentur uang panai. Masak begitu saja nyerah bro...move on dong, dunia tak selebar daun kelor bung, berfikir realistis wanita tidak hanya satu, ratusan bahkan ribuan jumlahnya diluar sana, kemungkinan besar meringankan cinta kalian, tanpa harus melakukan tindakan konyol “cinta ditolak dukun bertindak,” ayo semangat!
Buktikan, sebagai pemuda Bugis-Makassar yang sedang jatuh cinta, bertekat pantang pulang sebelum membawa uang panai apapun caranya demi memenuhi permintaan pihak keluarga pacar kalian.
Bagi kalangan bangsawan/darah biru, uang panai budaya warisan nenek moyang, bukan lagi sebuah tradisi yang harus dilestarikan melainkan GENGSI kebanggaan identitas diri. Bahkan tidak salah jika orang-orang berkata apabila ingin menikahi gadis Bugis-Makassar sangatlah mahal. Tentu banyak faktor penyebab pasangan kekasih gagal kawin, salah satunya...ya...berat di Uang Panai.
Sampai saat ini tetap uang panai tetap eksis dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Selatan, meskipun beberapa golongan sudah terjadi pergeseran persepsi. Disatu sisi tidak ada yang disalahkan karena adat merupakan tradisi nenek moyang harus tetap dilestarikan, maka sangat disayangkan apabila segelintir kalangan menyalahgunakan makna Uang panai, tradisi menjadi gengsi.
Makassar, 17 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H