Karyawan / Pejabat ”SUNAH”
- Kehadirannya memang menyenangkan tapi ketiadaannya tidak dirasakan sebagai suatu kehilangan
- Tipikal ini memiliki etos kerja yang baik dan pribadi yang menyenangkan hanya saja ketika dia tidak hadir ditengah-tengah yang lain, lingkungannya tidak begitu merasa kehilangan
- Sikap dan prestasi kerjanya dilakukan demi uang, pangkat, jabatan, pujian, atau tuntutan duniawi semata. Bagi penilaian perusahaan atau kantor, karyawan tersebut sangat bermanfaat/menguntungkan namun bagi kepentingan akhirat belum tentu karena tolok ukurnya adalah keikhlasan
- Karyawan tipe ini masih dapat di ’up grade’ ke jenjang yang lebih tinggi asalkan mereka bertekad memberikan potensi yang terbaik dengan ikhlas dan sungguh-sungguh
Karyawan/Pejabat ”MUBAH”
- Tidak mempunyai motivasi dan asal-asalan saja: asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan tidak produktif.
- Ada/tidaknya karyawan ini tidak ada bedanya, artinya kehadirannya tidak membawa manfaat dan sebaliknya, kepergiaannya pun tidak membuat orang lain merasa kehilangan
- Karyawan semacam ini tidak memiliki motivasi kerja, tidak memikirkan kualitas, asal-asalan, dan kurang produktif sehingga menjadi beban bagi perusahaan.
- Kehidupan yang dijalani tidak menarik dan cenderung datar-datar saja
- Karyawan semacam ini harus mendapatkan motivasi melalui kursus, pelatihan, dan rotasi kerja demi mengembalikan gairah dan semangat kerja.
Karyawan/Pejabat ”MAKRUH”
- Cirinya adalah : keberadaannya menimbulkan masalah dan ketidak hadirannya justru tidak menimbulkan masalah
- Bila ada dia suasana kantor menjadi tidak kondusif
- Penampilannya sangat mengganggu, bila berpakaian membuat orang berpeluang maksiat, bila berdekatan tercium bau keringatnya, bila berbicara tidak bermakna, asal-asalan, dan berpotensi untuk mengganggu lingkungan kerja
- Sering ketus, marah-marah, menyinggung perasaan, kalau bergurau cenderung vulgar, kurang etika dan membuat malu siapa yang mendengarnya
- Jika diberi tugas dan pekerjaan selalu tidak tuntas, tidak memuaskan, dan menggangu kinerja orang lain.
Karyawan / Pejabat ”HARAM”
- Kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan
- Akhlaknya sangat buruk, sering memfitnah, mengadu domba, penuh pikiran buruk, dan jadi provator dalam hal negatif.
- Dia banyak omong kosong, suka membual, mengobral janji palsu, tidak jujur, dan amanah.
- Dia sering mendhalimi orang lain sehingga sekelilingnya merasa teraniaya
- Sering dijuluki sebagai ’the trouble maker’ akibat sikapnya
Anehnya, fenomena karyawan/pejabat “haram” saat ini lagi naik daun, justru mendominasi posisi-posisi basah diberbagai instansi pemerintah/perusahaan swasta, dianggap menguntungkan untuk diajak kongkalikong.
Terakhir berkaitan dengan tempat kerja yang tidak “kondusif” lantas memilih tempat kerja dengan pekerjaan baru, cobalah untuk jujur pada diri sendiri. Apa yang kamu sukai/passion? Jangan kerjakan sebuah pekerjaan yang bukan menjadi keahlianmu, pilihlah pekerjaan yang kamu sukai bukan di paksa, cintai dan dapat kamu banggakan.
Ketika kamu mencintai pekerjaanmu maka kamu akan bertanggung jawab dan memperoleh manfaat balik atas upayamu serta kesungguhanmu dalam menjalankan amanah yang dipercayakan oleh Instansi/Perusahaan. Jadi, hanya gegara ada konflik di tempat kerja lalu berhenti, sudah siap kah keluar dari zona nyaman dan “belajar” di tempat baru?
Mari renungkan bersama, seperti apa eksistensi kita selama ini? Introspeksi diri sendiri, tidak perlu sok tahu/pintar hasil “menjilat” kaki atasan sebelum menilai karyawan/pejabat lain. Insya Allah akan melahirkan perubahan berarti. Amin.
Makassar, 8 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H