Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Murid dan Ayah Pukul Guru, Simbol Gagalnya Pendidikan Moral Pancasila

12 Agustus 2016   10:33 Diperbarui: 12 Agustus 2016   10:40 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari berkiblat ke negara Finlandia yang ber-penduduk lima juta jiwa, luas wilayah lebih dari 330.000 km², terdapat 187.888 danau dan 179.584 pulau. Finlandia memiliki prestasi akademik tertinggi dari seluruh negara yang disurvei UNICEF pada 2007, mencakup membaca, matematika dan ilmu pengetahuan, ketersediaan buku, perpustakaan, majalah dan komputer.

Sebagai peringkat pertama negara terpelajar di dunia, penduduk tanpa pancasila, justru siswanya diperlakukan lebih pancasialis ketimbang indonesia yang begitu mendewakan pancasila, berprilaku anarkis. Para guru di Finlandia sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka, jika kita mengatakan “kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.

Di Finlandia, anak-anak baru boleh bersekolah setelah berusia 7 hingga 14 tahun, cara belajar di Finlandia hanya 45 menit dan 15 menit istirahat, semua sekolah bebas dari biaya alias gratis sejak TK hingga tingkat universitas, sekolah swasta pun diatur secara ketat agar tetap terjangkau, semua guru dibiayai pemerintah untuk meraih gelar magister (S2), gaji guru termasuk dalam jajaran pendapatan paling tinggi, guru dianggap paling tahu cara mengevaluasi murid-muridnya, sehingga ujian nasional tidak diperlukan, siswa-siswi SD-SMP di Finlandia hanya sekolah 4-5 Jam/hari tidak ada sistem rangking, sistem pendidikan Siswa SMP dan SMA, sudah seperti di bangku kuliah

Bahkan semua fasilitas belajar-mengajar dibayar serta disiapkan oleh negara, siswa dapat menyelesaikan studinya hingga tingkat universitas, miskin maupun kaya semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar serta meraih cita-citanya karena semua ditanggung oleh negara. Pemerintah tidak segan-segan mengeluarkan dana demi peningkatan mutu pendidikan itu sendiri, bukan di korup, asupan gizi di sekolah serta transportasi anak menuju ke sekolah pergi pulang semuanya ditangani oleh pemerintah, biaya pendidkan diperoleh dari pajak daerah, provinsi, serta dari tingkat nasional, guru-guru berkualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula, jika kebanyakan negara percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat menentukan bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru beranggapan sebaliknya, test tersebut justru menghancurkan tujuan belajar siswa, usia 18 tahun siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi, semua siswa dibimbing menjadi pribadi yang mandiri, mencari informasi secara independent, siswa yang telat mikir akan mendapatkan bimbingan khusus yang lebih intensif bahkan di Finlandia PR masih dapat ditolelir. Hal yang bersifat tidak membebani siswa inilah mendukung Finlandia berhasil menyandang gelar negara dengan pendidikan paling berkualitas di dunia.

Sekarang, dengan sistem pendidikan yang katanya lebih hebat dari sebelumnya, ternyata anak-anak tidak tersentuh peradaban budaya kita. Memang diajarkan tentang muatan lokal, namun kurang menyentuh ke aspek psikologi mereka. Akhirnya, anak-anak kita bakal menjadi generasi berkarakter bengis, individualis, egosentris, liberalis, feodalis, kapitalis, anarkis, hipokratis, anti sosial untuk mencapai tujuan sekalipun harus memukul. Mau jadi apa generasi seperti ini.

Mengutip pesan Anis Baswedan, “Bersyukurlah kalau kita terlahir di keluarga yang mengajarkan kita kesantunan, etika, tata krama dan kesederhanaan.”

Makassar, 12 Agustus 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun