Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Sang Pendosa

17 Juni 2016   17:59 Diperbarui: 17 Juni 2016   18:06 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

by: Adi Pujakesuma

Sebelum hembusan terakhirku

Puasa kali ini siapa berminat menjadi pendosa selain aku

Tuhan.....

Ingin ku rogoh jantung suci-MU

Menghujam dalam perantara tangan pendengaran dan lisan juga hati

Ku basuh sekujur tubuh dengan lumuran darah dosa kalian

Tetap saja tingkahku tak terjaga, tanganku, mata juga ucapan masih bermaksiat sekehendak hati tak peduli hukum agama memperkosa hak orang lain

Tuhan....

Tanpa permisi atau menyakiti ingin kucabik-cabik bersihnya jubah kebesaran sang nabi....

Dimana lidahku masih berucap tanpa kendali

Sanga pendosa mendengarnya dan mengumpat

Lantas kukenakan kesucian kain itu membalut tubuh sendiri agar tidak  menyimpan angkuh, iri, dengki, serakah berkepanjangan

Sang pendosa......

Kesombongan menumbuhkan ketenaran

Gusur sana, gusur sini dendam tiada henti

Sang pendosa seperti apa aku ini

Warteg surga sepertinya enggan melayaniku

Emperan neraka juga tak sudi menjilat pantatku yang kenyang akan maksiat.......

Terbersit congkak, merasa diri makhluk paling suci

Paling benar dari malikat-MU di segala lini nyaris tanpa cela

Tapi amalan pahala membatu, yang ada hanya hina-dina tak lebih dari butiran debu....

Sang pendosa macam apa aku ini?

Hanya memalukan  keangkuhan diri sendiri

Makassar, 17 Juni 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun