Tidak dibutuhkan waktu lama tibalah Acim di ladang, bukannya menuaikan tugas dari pak Udi untuk menggarap ladang Acim malah sibuk berfikir mendahulukan makan lalu minum di dekat ladang yang terdapat sumber mata air sungai yang jernih dan beristirahat, sehabis ini “aku akan bekerja keras,” kata Acim.
Rasa kantuk menghinggapi Acim setelah merasa kenyang, angin sepoi-sepoi dibawah pohon rindang membuat Acim terpulas, hingga matahari terbenam. Tertundalah tugas Acim mencangkul ladang pak Udi, “bukankah masih ada hari esok untuk bekerja,” ujarnya.
Menjelang senja pulanglah Acim dengan cangkul dipundak dan rantang kosong. Tanpa pikir panjang ditinggalkannya kantong berisi bibit jagung, agar tidak kantung yang masih penuh biji benih jagung. Malam beranjak larut pertanda waktunya istirahat, agar segar melanjutkan aktivitas esok hari.
Kebodohan Acim tergamabr nyata saat mengulang kebiasaan kalau yang enak didahulukan pada hari kedua. Mendahulukan makan, beristirahat lantas kerja menggarap ladang milik pak Udi. Seperti kemarin, Acim setelah makan rasa kantuk menghampirinya sehingga usahanya berladang jagung di milik pak Udi kembali tertunda, selalu memegang prinsip “mencangkul dapat kulakukan besok”.
Pulang dengan tangan hampa, letih seharian memejamkan mata terbangun selalu menjelang gelap, Acim tidak pernah mencangkul ladang. Hari selanjutnya masih sama seperti kemarin, selalu memulai aktivitas berkebun dengan makan, istirahat, pulang menjelang senja, tidak satu benih jagung sempat ditanamnya. Ditangguhkannya menanam jagung seperti amanah pak Udi.
Hari berganti hari bulan berselang menjelang. Acim selalu saja melakukan kebiasaan serupa, tanpa mencangkul tanah sejengkal pun. Tiga bulan telah berlalu, pak Udi antusias akan hasil pekerjaan Acim. Pak Udi menaruh harapan hasil panen jagungnya melimpah. Bersama Acim pak Udi ingin sekali melihat hasil kerjanya. Acim tidak bisa menjawab, badan gemetar muka pucat pasi, menutupi rasa bersalahnya. “Ayo, kita sama-sama ke ladang,” ujar pak Udi kepada Acim. Lalu mereka berangkat bersama menuju ladang jagung. Sesampainya di ladang, dengan terheran-heran pak Udi hampir tidak percaya, ia pun memeriksa tanah ladang secara teliti. Betapa terkejutnya pak Udi tidak setunas pun muncul dari tanah yang kering kerontang itu, kantung berisi benih jagung masih utuh di biarkannya di ladang hingga tiga bulan lamanya.
Hilanglah kesabaran pak Udi, “pemalas!!! Enyah kau dari sini!”. Setiap hari hanya bermalas-malasan. Untuk itukah engkau kuberi makan dan tempat tinggal?, “pergi dan jangan coba kembali lagi!, Geram pak Udi terhadap Acim.
Sejak kejadian itu Acim meninggalkan rumah pak Udi, bahkan kehilangan pekerjaan. Ia menyesali perbuatannya sehingga merugikan diri sendiri, badan sehat, tubuh kuat, namun malas. Apa hendak dikata nasi sudah menjadi bubur, tidak ada ceritanya menyesal datangnya dahuluan. Menyesal datangnya selalu belakangan. Merusak kepercayaan pak Udi terhadap Acim. Ya, begitulah “kalau yang enak didahulukan” tidak menghasilkan apa pun yang pantas dibanggakan.
Dari kisah “kalau yang enak didahulukan” bisa disimpulkan bahwa perilaku malas, banyak alasan akan membawa kita kepada kerugian tidak disukai banyak orang.
Malas memang menuai kebencian, dan tidak disukai semua orang, termasuk atasan atau boss kita. Perihal malas di jaman moderen seperti ini, memang sangat tidak menguntungkan hanya dipandang sebagai “sampah masyarakat.” Meski perekonomian indonesia mengalami defisit, setidaknya jangan sampai melakukan cara-cara licik untuk meraih keuntungan. Pada intinya ketidak mampuan ekonomi secara absolut kita jangan melakukan konspirasi meraih kemakmuran superioritas, masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan dalam mempertahankan asap dapur tetap mengebul.
Kalau yang enak didahulukan merupakan salah satu karya Alm. Drs. Suyadi yang melegenda, keberadaannya mulai langka. Serbuan monopoli buku bacaan berbanderol selangit, turut mematikan cerita rakyat indonesia. Hingga kini minat baca masyarakat, masih saja rendah, seiring kemudahan bacaan digitalisasi yang tersedia di dunia maya.