Ditulis oleh Muli Rezky Mahasiswi Magang Fakultas Kesling-UIN Makassar
Cerita Skhola tanpa batas ini bermula dari rasa penasaran saya terhadap adik mahasiswi yang sedang melakukan magang di kantor tempat saya kerja bernama Muli Rezky. Stiker Skhola Tanpa batas tertempel di laptop warna biru mengusik rasa penasaran saya sehingga semakin lama semakin menguat, lantas saya bertanya kepada pemilik laptop biru berstiker Skhola tanpa batas, “apa arti Skhola tanpa batas,”ucapku.
Dengan lugas Muli Rezky menjelaskan pengalamannya belajar dalam komunitas tersebut, dengan antusias berbagi pengalaman memberikan filenya untuk di posting ke sosial media agar pengalaman ini menjadi pengingat, bahwa anak muda juga mampu mendirikan komunitas pendidikan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan dana terbatas mampu menjalankan Skhola tanpa batas.
Berikut cerita tentang perjalanan hidup tujuh tahun silam di Skhola Tanpa Batas Muli Rezky akrab disapa Muli. Aku ingin share pengalaman selama aktif di Skhola Tanpa Batas. Saat ini Muli terdaftar sebagai mahasiswi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Aku tinggal di pinggiran kota, rumahku terletak dekat dengan pantai sehingga terasa suasana sepi. Jarak rumah ratus meter dari para tetanggaku. Hari itu adalah hari minggu dimana saat itu Aku masih duduk di kelas IX di SMP Negeri 15 Makassar.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/25/skhola1-574555c6349373e704cba398.jpg?t=o&v=770)
Setelah mereka menjelaskan panjang lebar tentang kegiatan yang mereka biasa lakukan pada hari minggu dan mereka kedatangan tamu dari sekolah lain barulah rasa penasaranku itu terobati. Mereka pun mengajakku untuk bergabung dengan kegiatan mereka. Aku yang memang tidak memiliki kegiatan selain sekolah sangat tertarik dengan tawaran mereka. Mereka memintaku datang ke mesjid pada hari minggu sore.
Tibalah hari yang Aku nantikan. Hari minggu telah tiba dan Aku bersiap-siap untuk ke mesjid dengan berpakaian rapi dan berbekal buku dan kamus. Sesampainya di mesjid kakak yang biasa mengajari teman-temanku belum datang sehingga Aku hanya duduk sambil bercanda ria bersama teman-temanku. Aku merasa deg-degan menunggu orang yang akan mengajariku.
Tak lama kemudian orang yang kami tunggu telah tiba. Muncullah seorang lelaki yang sangat asing dan belum pernah Aku lihat sebelumnya. Belakangan Aku tahu bahwa orang yang akan mengajariku itu bernama Kak Edy. Hanya namanya saja yang Aku tahu bahkan sampai saat ini. Aku diperkenalkan kepada Kak Edy. Lalu kami pun memulai belajar bahasa Inggris. Aku sangat senang bisa belajar bahasa Inggris hari itu karena memang sangat menyukai bahasa Inggris.
Sejak saat itu Aku selalu datang ke mesjid untuk belajar. Satiap hari minggu kami belajar bahasa inggris, meskipun terkadang jumlah kami sangat sedikit tidak menghalangi proses belajar. Dengan peralatan seadanya semangat untuk belajar bahasa inggris terus bergelora. Kak Edy menuliskan pelajaran di kertas lalu kami memindahkan ke buku tulis kami masing-masing. Terkadang Kak Edy menuliskan materi pelajaran kami di kaca jendela mesjid atau di lantai.
Setelah kami memindahkan ke buku kami, kami akan membersihkannya kembali agar tidak ditegur oleh penjaga mesjid. Meskipun kami belajar dengan tempat dan peralatan seadanya kami tetap belajar dengan antusias. Banyak hal yang diajarkan Kak Edy kepada kami bukan hanya bahasa Inggris tapi juga hal-hal lainnya.
Hari itu hari minggu, kami diajak untuk jalan-jalan ke Benteng Rotterdam. Kami dijemput Kak oleh Kak Edy.kami berkeliling di Benteng Rotterdam bersama kakak yang pernah berkegiatan di mesjid. Kakak itu masih duduk di bangku SMA. Dia bernama kak Fikar. Dia adalah sosok yang cukup kami kagumi karena dia sangat pintar berbahasa Inggris. Kami diajak untuk berkeliling Benteng Rotterdam. Namun sebelum kami mulai berjalan, Kak Fikar memberikan kami tugas untuk mencatat semua yang kami lihat ke dalam bahasa Inggris. Kak Fikar menemani kami berkeliling Benteng Rotterdam layaknya seorang guide yang sedang menemani touris.
Setelah berkeliling di Benteng Rotterdam kami pun beristirahat di salah satu halaman bangunan Benteng Rotterdam dan kami menyerahkan tugas kami kepada Kak Fikar untuk diperiksa. Setelah itu, kami diajak untuk duduk di dekat komunitas Benteng Pannyua. Benteng Pannyua adalah sebuah komunitas untuk orang-orang yang ingin mengasah kemampuan berbahasa Inggris melalui diskusi tentang sebuah topik. Matahari semakin condong ke arah barat, pertanda bahwa kami harus bergegas pulang ke rumah kami.
Hari-hari kami semakin ramai dengan kedatangan teman-teman Kak Edy. Kak Titin, Kak Rahma, Kak Subhan, Kak Latif, Kak Akbar, Kak Adnan. Itulah nama-nama mereka yang sempat Aku sebutkan. Mereka selalu datang untuk mengajari kami tentang banyak hal. Kami belajar sambil bermain bersama sehingga kami tidak merasa bosan dengan keadaan kami yang sederhana itu. Hari itu Kak Edy datang membawa sebuah White board bersama temannya.
Kami sangat senang karena kami tak perlu lagi menulis di kaca jendela mesjid atau di lantai saat kami belajar. Kami semakin bersemangat untuk belajar bersama para relawan yang selalu meluangkan waktunya untuk kami. Setelah kami belajar bersama kakak-kakak dari Skhola Tanpa Batas, kami diminta bersiap-siap pada hari senin sore karena pada hari itu Skhola Tanpa Batas diundang untuk menjadi narasumber di acara English Corner yaitu sebuah acara di program TV nasional.
Keesokan harinya, kami pun dijemput oleh kakak-kakak dari Skhola Tanpa Batas dan kami segera berangkat menuju ke acara tersebut. Sesampainya di sana, kami melihat banyak crew yang sedang bertugas. Kami duduk di deret kursi depan dan menyaksikan acara tersebut secara live. Setelah acara tersebut selesai kami pun diantar kembali ke rumah kami.
Kegiatan-kegiatan di Skhola Tanpa Batas sangat banyak. Salah satu kegiatan yang tak bisa Aku lupakan adalah English Camp setelah Aku ujian nasional. Kami mengadakan english camp di SMP Negeri 15 Makassar, tempat Aku dan teman-teman bersekolah. Pesertanya sangat banyak. Untunglah banyak relawan yang bersedia datang membantu kepanitiaan. Aku dan teman-teman menjadi peserta. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok lalu kami mulai bermain di lapangan. Setelah itu, kami berkumpul diruang kelas untuk menuliskan apa yang kami harapkan dan apa yang kami khawatirkan. Setelah itu, kami pun mulai belajar hingga larut malam.
Keesokan harinya, kami berolahraga dan lari pagi hingga ke Pantai Barombong. Di sana kami berbaur dengan kelompok lain beserta para fasilitator. Para fasilitator membuat sebuah pertandingan untuk kami semua. Kami diberikan beberapa benda lalu kami diminta untuk berkreasi dengan benda tersebut. Kami juga membuat istana dari pasir pantai yang kemudian dinilai oleh para fasilitator. Setelah itu, semua kelompok diminta untuk menampilkan yel-yelnya. Hari yang sangat menyenangkan untuk kami. Setelah kami selesai kami kembali ke sekolah utuk melanjutkan kegiatan kami hingga akhirnya kami pulang ke rumah kami masing-masing.
Semenjak english camp itu diadakan, semakin banyak orang yang mengetahui Skhola Tanpa Batas. Seminggu setelah diadakannya english camp, kami kedatangan banyak orang ke mesjid dan ingin bergabung belajar bersama kami. Hari itu absen terisi penuh dan Aku perkirakan orang yang datang belajar sekitar 50 orang. Kami sangat senang karena Skhola Tanpa Batas menjadi ramai. Namun itu tak bertahan lama, karena minggu demi minggu mereka semua hilang entah kemana dan kembali kami belajar bersama dengan teman-teman yang bertahan di Skhola Tanpa batas. Namun kami tetap semangat untuk belajar.
Hari itu Kak Edy tidak datang dan Kak Titin datang sendirian. Setelah belajar bersama sebagaimana biasanya kami diminta untuk memberikan nama untuk tempat belajar kami sebagai cairi khas dari Skhola Tanpa Batas karena Skhola Tanpa Batas ada dimana-mana. Kami diberikan waktu seminggu untuk mencari nama untuk tempat belajar kami dan akhirnya kami memutuskan untuk menamai tempat belajar kami dengan sebutan Study Till Sunset atau sering kami sebut STS yang artinya belajar sampai matahari terbenam.
Kami memberikan nama tersebut karena kami belajar setelah shalat ashar sampai menjelang magrib dimana matahari akan terbenam. Itulah makna denotasi dari Study Till Sunset (STS). Selain makna denotasi tentunya tempat belajar kami juga memiliki makna konotasi. Kami memaknai Study Till Sunset bahwa kami akan belajar sampai matahari terbenam dan tidak akan terbit lagi. Dengan kata lain kami akan belajar hingga akhir hayat kami. Dan nama itulah yang kami pakai hingga saat ini.
Kami juga pernah melakukan kegiatan surat-menyurat dengan teman-teman yang tergabung dalam Jaringan Anak Indonesia. Kami surat menyurat dengan teman-teman yang berada di Bandung dengan menggunakan bahasa Inggris. Kami saling memperkenalkan diri dan selanjutnya kami saling menanyakan kabar. Kami sangat senang bisa berkomunikasi dengan orang di luar makassar. Kami sering menulis surat di mesjid. Namun sore itu kami membuat suasana yang berbeda. Kami diajak ke pantai yang terletak tak jauh dari rumahku dan membaca balasan surat dari teman-teman di Bandung.
Kak Edi memberikan surat yang ditujukan untuk kami dan kami segera membaca surat tersebut. Setelah membacanya, kami kembali menulis surat balasan untuk teman-teman kami yang jauh di sana dengan diiringi oleh deburan ombak dan belaian angin yang semakin membuat kami larut dalam kegiatan kami sore itu. Senja nan indah pun mulai nampak di ufuk barat pertanda matahari kan digantikan oleh sang rembulan. Kami bergegas untuk kembali ke rumah dan mengakhiri kegiatan kami itu.Hari-hari kami lalui dengan penuh semangat untuk belajar begitupun kakak-kakak dari Skhola Tanpa Batas yang selalu mengajari kami tentang banyak hal tanpa mengenal rasa lelah.
STS semakin berwarna dengan kehadiran beberapa orang anak SD yang ingin ikut belajar bersama kami. Meskipun mereka masih kecil tapi semangat mereka sangat luar biasa. Kami pun pernah mengadakan English Day bersama teman-teman yang ada di STS, mulai dari anak yang paling kecil hingga yang sudah menginjak usia remaja sepertiku. Dengan kesederhanaan yang kami miliki, kami membuat kegiatan English Day semeriah mungkin. Hari itu kami memainkan sebuah games yang melatih kekompakan kami.
Anak-anak digabungkan dengan para kakak-kakaknya kemudian diberikan sebuah games. Seiring berjalannya waktu, kakak-kakak dari Skhola Tanpa Batas mulai jarang datang dan hingga akhirnya mereka hilang satu per satu. Kini kami bagaikan anak yang ditinggal pergi oleh orang tuanya. Namun semangat itu masih terus berkobar dalam diri kami. Aku dan teman-teman sekarang berusaha untuk memainkan peran sebagai seorang kakak yang harus menghidupi adik-adik kami dengan ilmu yang seadanya.
Setelah beberapa lama berbagi adik-adik yang datang ke STS untuk menimba ilmu, Kak Titin datang kembali. Dia kembali membantu kami mengajari adik-adik yang masih senang belajar bahasa Inggris. Dan tak lama kemudian kami berinisiatif untuk mengadakan English Camp. Aku dan teman-teman menyebarkan informasi tentang English Camp tersebut. Kami mempromosikannya di sekolah kami masing-masing dan akhirnya kami berhasil mengumpulkan perserta kurang lebih 20 orang.
Meskipun jumlah peserta tidak terlalu banyak, namun kami tetap berusaha memberikan yang terbaik. Kami melaksanakan kegiatan English Camp di Benteng Somba Opu dengan menyewa sebuah rumah adat untuk kami tempati. Pada malam harinya, Aku terkejut dan hampir tak percaya dengan apa yang Aku lihat. Kak Edi yang selama ini Aku pikir sedang menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta ternyata hadir dalam kegiatan kami itu. Aku sangat senang melihatnya malam itu. Setelah kegiatan itu selesai, STS kembali hilang bahkan hingga saat ini.
Suatu malam, Aku sedang asyik bermain di dunia maya. Aku melihat Kak Edi sedang online. Aku pun menyapanya di dunia maya dan akhirnya Aku mengetahui bahwa Kak Edi sudah kembali ke Makassar. Aku pun meminta nomor teleponnya dan Aku mencari tahu tentang tempat bebagi Skhola Tanpa Batas yang masih aktif. Akhirnya Aku tahu bahwa tempat berbagi yang bisa Aku datangi bertempat di Panti Mattampawalie. Aku pun segera berangkat ke sana dan betemu dengan Kak Edi dan bisa merasakan suasana berbagi seperti di STS dulu.
![Belajar di Teras Masjid (dok.muli)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/26/skhola4-574639db6f7e61d10c736fce.jpg?t=o&v=770)
Sekian dulu cerita tentang perjalananku di Skhola Tanpa Batas. Tetap berkarya selama hayat masih dikandung badan....Tunggu cerita terbentuknya Komunitas Skhola Tanpa Batas.
Terimakasih Kisah Inspiratifnya..
Makassar, 25 Mei 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI