[caption caption="Halte Depan MaRi Mall-Samratulangi Makassar"][/caption]Keberadaan kendaraan umum seperti BRT (Bus Rapid Transpartations) salah satu cara elegant mengurai kemacetan di Makassar. Untuk kedua kalinya saya menunggangi kendaraan “raksasa” berwarna biru, setelah sebelumnya pada hari Minggu, 3 Januari 2016 bersama anak saya menginjakkan kaki ke dalam BRT, kesempatan kedua baru terealisasi pada 31 Januari 2016.
Saya mengajak istri mengitari kota daeng naik BRT. Seperti biasanya, saya naik dari Halte dekat perumahan Bumi Permata Sudiang koridor 3 Mall Panakkukang akrab dengan MP, sebagai titik tengah pemberhentian. Tujuan kali ini adalah MaRi Mall yang terletak di jalan Ratulangi, selain menikmati suasana kota, sekaligus mengulangi masa pacaran dahulu, perjalanan dilakukan berdua saja, rasanya “dunia ini hanya milik kita berdua” ehem!!! kapan lagi, selagi masih diberi nyawa, iya kan?
Hari masih pagi sekitar pukul 9.00 wita, tergopoh-gopoh saya mengejar Bus yang sedari tadi standby, jadi bergegas kami naik dalam kabin bus, suasana lengang merupakan pemandangan akrab bagi kami, hanya ada beberapa penumpang termasuk empat orang wisatawan mancanegara, tentu hal ini menambah suasana kian romantis berbanding terbalik saat naik mikrolet angkutan kota penuh sesak, penat-kepanasan, bercampur asap rokok serta ngetemnya lama belum lagi jalannya maju mundur, berhentinya sembarang tempat guna nguber setoran, membuat suasana happy menjadi penuh emosi.
[caption caption="MaRi Mall Samratulagi Makassar"]
Begitu merapat di Halte Cokro dekat kampus, datanglah seorang kondektur berseragam biru-biru menghampiri dan menyodorkan secarik karcis berwarna hijau muda. Di situ tertera tarif BRT sebesar Rp. 5000. “Murah kan? Ujar saya kepada istri,” lebih nyaman dan aman.
Dari dalam kabin BRT, dapat menikmati berbagai fasilitas seperti AC, dimana selama ini hanya mampu menikmati fasilitas (AJ) angin jendela dari angkutan umum, sayup-sayup terdengar lantunan nyanyian biduan dari radio menambah suasana kian melankolis, kabin sangat luas membuat kita lebih leluasa wira-wiri berpindah tempat duduk, hingga menggoda mata terkatup lelap seakan enggan beranjak turun menikmati fasilitas ini, rasanya cukup memberi kepuasan tersendiri saat menumpangi BRT dengan nama lengkap BRT Trans Mamminasata ini.
Kami pun menikmati pemandangan kota secara leluasa. Bahkan bisa beristirahat hingga sejenak tertidur, bila rute perjalanan cukup jauh. dalam menikmati BRT kami mendapat pengalaman baru, berbincang-bincang, sekaligus bertukar fikiran dengan sesama penumpang sembari bersantai.
Maraknya kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat beraneka merk berseliweran di jalan-jalan raya. Semakin meramaikan kendaraan turun ke jalan raya, maka semakin tinggi pula angka kemacetan, angka kriminal, kecelakaan serta polusi turut meningkat. Kita semua pasti tidak menginginkan kemacetan, tapi sebenarnya kita sendirilah “produk” kemacetan tersebut.
Sudah saatnya membudayakan naik BRT, sebagai bukti partisipasi masyarakat menguarai kepadatan lalu-lintas di Makassar, di tengah-tengah maraknya pete-pete (mikrolet), kendaraan pribadi/dinas baik roda dua maupun empat kian “sesak” menguasai jalanan, sejauh ini telah hadir sebuah kendaraan umum baru lebih nyaman dan berstandard nasional, nama kendaraan umum itu adalah Bus Rapid Transit (BRT).
Saat ini nampaknya pemerintah setempat segera memulai untuk menambah armada BRT serta rute demi terciptanya lalu lintas yang ramah terhadap pejalan kaki sekaligus mengurangi kemacetan.
Acapkali weekend mindset saya memanfaatkan BRT untuk melakukan perjalanan keliling kota. Perjalanan menggunakan BRT terasa lebih berbeda. Saya merasa seperti seorang wisatawan yang berada di kotanya sendiri.
Setibanya di tempat tujuan, bergegas kami turun menuju MaRi Mall bertepatan dengan jam makan siang, perut pun keroncongan segera kami mencari lokasi tempat makan terdekat. Sang istri merekomendasikan tempat makan siang jaraknya agak jauh dari Mall berhadapan dengan jalan raya Sam Ratulagi dahulunya gedung cinema 21, memaksa kami kudu jalan keluar untuk menuju tempat makan tadi. Sebut saja KFC, siapa yang tidak mengenal Kentucky Fried Chicken (KFC) sebuah waralaba (franchise) ayam goreng identik dengan logo “sosok pak tua berjenggot” paling terkenal diseluruh dunia.
Ma’af sekedar share informasi, tidak bermaksud menggurui. Mungkin sudah banyak orang yang langsung mengenal orang berjenggot yang terdapat pada logo KFC, namun tidak tahu siapa sesungguhnya sosok yang dimaksud? “ia adalah Kolonel Harland Sanders lahir pada 9 september 1890 penemu resep asli KFC pada usia 65 tahun aktif bisnis ayam, hingga kini usahanya dikenal Kentucky Fried Chicken (KFC). Outletnya jumlahnya puluhan ribu bahkan jutaan yang semuanya tersebar diseluruh penjuru dunia, memiliki omset terbesar, tempat makan cepat saji khas Amerika pilihan istri.
Makanan cepat saji melalui petugas menggunakan sistem take away (bayar di tempat bawa, makan lantas pulang). Belum cukup sampai disitu kekaguman saya akan kebersihan tempat makan ini, selain desainnya modern dengan segala fasilitas serba istimewa, tempat makan (KFC) telah menggunakan kran air ramah lingkungan dengan memakai sistem sensor guna menghemat air, cara kerja kran sangat simple, ketika ingin membasuh tangan setelah selesai makan tepat dibawah kran, maka sensor akan mengalirkan air, tangan kita angkat/tarik otomatis dengan sendirinya kran air mati, canggih kan? Secara tersirat maupun tersurat kran ini telah menohok diri saya, memberi kesan gunakan air seperlunya alias “HEMAT AIR” tanpa banyak komentar, tapi bukti.
Kami pun bertanya kepada petugas agar jangan berputar-putar terlalu lama, atas petunjuk petugas halte BRT kami menempuh alternatif terlebih dahulu menggunakan angkot/mikrolet jarak dekat jurusan Karlink (Karebosi Link)-Sentral, kami akhirnya mengambil angkot lantas turun di Halte Karlink, dan menunggu BRT yang datang melanjutkan perjalanan dari Karlink ke MP.
Dari halte MP berganti bus melanjutkan perjalanan menggunakan BRT koridor 3 rute sudiang-bandara, menuju perjalanan pulang. Keterbatasan armada merupakan kendala paling penting, sehingga perlu waktu agak lama dalam menunggu bus rute sudiang-bandara.
Kami tiba dengan selamat. Sebuah pengalaman yang cukup menyenangkan sekaligus memusingkan. Semoga kedepannya akan dibangun lebih banyak halte serta armada BRT demi menjangkau segala rute, memenuhi pelayanan prima terhadap masyarakat perkotaan, di mana masyarakat kota awalnya “gengsi” naik bus, karena memiliki kendaraan pribadi maupun kendaraan dinas perlahan beralih “mau” naik BRT, harga tiket murah, dan bisa juga semakin dekat dengan sesama penumpang selama dalam perjalanan hingga sampai dengan selamat kembali di rumah.
Sekarang!!! Ayo simpan kendaraan pribadi/dinas kalian di rumah maupun kantor, atau tempat-tempat parkir yang disediakan pemerintah kota setempat dan mulai beralih menggunakan BRT guna membantu mengurangi kemacetan.
Apakah anda punya nyali untuk mencobanya?
Makassar, 6 Februari 2016