Kokohnya hotel didalam areal wisata menurut saya kurang “etis” mengundang tanya besar, sebuah spekulasi tidak relevan antara pemasukan dan pelestarian lingkungan. Saat berjalan-jalan di obyek wisata saya menyaksikan seekor kucing tergolek pingsan dibawah terik mentari, nafasnya kembang kempis tersengal-sengal, entah kelelahan atau kelaparan, rasa penasaran begitu tinggi, kondisi kucing “kurang beruntung” tersebut sempat saya abadikan, sebagai pengingat ternyata manusia itu memang kejam, termasuk saya.
[caption caption="Kucing Menggelepar"]
Kerajaan kupu-kupu kian murung seiring peradaban jaman, tentu hal ini berbanding terbalik dari keberadaan museum kupu-kupu, yang memang keberadaannya kian terkubur. Sepanjang area parkir pedagang-pedagang souvenir-souvenir, saya kepo sendiri, “Kupu-kupu yang diawetkan seperti itu, bukankah merupakan salah satu bentuk eksploitasi? Beragam jenis kupu-kupu diawetkan demi meraup keuntungan semata. Malah, kebanyakan dari kupu-kupu yang diawetkan itu merupakan jenis-jenis langka.
Apakah pemangku kebijakan tak berdaya, terbuai dengan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan mengidahkan kelestarian habitat Bantimurung. Tentu tidak ada larangan memanfaatkan sumber daya alam pemberian Alloh SWT, ketika sudah terlalu over eksploitasi pantas sekiranya kita sebut “rakus” dalam mengelola obyek wisata secara sepihak.
Manusia paling berkontribusi besar atas berkurangnya spesies kupu-kupu langka, bukan tanpa sebab, kehidupan hewan berkepompong ini menyusut, sebagai barang dagangan dalam bingkai.
Terbangunnya hotel tersebut merupakan daya pikat tersendiri bagi pengunjung untuk rehat menikmati malam di Bantimurung. Lain pihak ancaman menghadang didepan mata, seiring telah beroperasionalnya hotel, mengurangi angka reproduksi kupu-kupu karena tempatnya terusik. Hal ini berkorelasi pada berkurangnya pakan, berkurangnya area berlindung, semakin menyempitkan daerah jelajah kupu-kupu, adanya perubahan bentang alam dan peruntukan lahan. Perubahan iklim berindikasi pada perubahan habitat disekitarnya, perubahan iklim yang terkadang sangat ekstreme turut mengancam kehidupan kupu-kupu secara umum, juga mengganggu ritme hidup kupu-kupu. Terlepas dari semua itu, sebenarnya banyak hal harus dipelajari terkait dengan dinamika hubungan antara pertumbuhan pengunjung dan perubahan lahan.
[caption caption="Pedagang kaki lima sekitar halaman parkir"]
Dalam kaitan diatas terdapat beberapa yang perlu mendapat perhatian, pertama hal-hal yang mengancam keberlanjutan kupu-kupu Bantimurung hanya dongeng pengantar bobo malam, dari balik selimut tempat tidur mewahnya sebuah hotel. Boleh jadi kupu-kupu sesungguhnya kalah pamor dari "kupu-kupu malam."
Mengutip ungkapan kekaguman wallace saat menikmati indahnya suasana alam Bantimurung “ketika matahari bersinar terik, seputar siang hari bantaran sungai yang lembab diatas air terjun menghadirkan pemandangan indah. Kilauan sekumpulan kupu-kupu orange, kuning, putih, biru dan hijau-yang ketika diganggu akan beterbangan ratusan kupu-kupu diudara membentuk awan yang berwarna-warni" (wallace, Juli-November 1857)
Sebagai penutup nesahat bijak Mahatma Gandhi berkata “Bumi cukup persediaan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi tidak akan cukup untuk memenuhi keserakahan kita”.
Tragis!!!
Makassar, Januari 2016