Mohon tunggu...
Pipit Lestari
Pipit Lestari Mohon Tunggu... -

Banyak hal berseliweran di kepala untuk segera dimuntahkan dalam bentuk kata-kata, sayangnya saya sulit berdamai dengan aksara. Retorika seolah menumpulkan otak dan melumpuhkan jemari. Daripada gila, lebih baik tumpahkan saja. Walau pada akhirnya hanya sekedar menorehkan sampah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Jika Saya Ternyata Jahat

2 April 2011   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:11 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam literatur, antagonis adalah karakter yang melawan karakter utama atau protagonis. Antagonis sering merupakan seorang penjahat, terkadang mungkin binatang, atau hal lainnya yang merupakan konflik dengan protagonis. Antagonis biasanya jahat dan tidak baik serta sering menjadi pembuat onar (wikipedia). Tokoh antagonis seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tokoh protagonis dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian, dan pertikaian itu harus berkembang mencapai klimaks. Tokoh antagonis harus memiliki watak yang kuat dan kontradiktif terhadap tokoh protagonis.

Ketika menonton film atau membaca novel aku tidak hanya tertarik pada tokoh protagonis saja, namun peran antagonis juga membuatku terpesona. Aku tak pernah membenci lawan tokoh utama yang berperan sebagai penjahat. Malah aksi-aksi mereka membuatku kagum, orang-orang yang memiliki ambisi, licik, dan melakukan apapun agar keinginannya tercapai. Memang sifat buruk sang tokoh jahat tidak patut ditiru, namun ada keberanian di sana, keberanian untuk mewujudkan obsesi.

Dalam dunia perfilman dikenal banyak tokoh antagonis sadis. Aku melihat tokoh antagonis, atau yang biasanya disebut musuh atau yang pada akhirnya harus dimusnahkan, seringkali tampak lebih keren dan jagoan, seperti Joker,Voldemort, Green Goblin, Hannibal Lecter, Lex Luthor. Keren. Orang-orang ini tidak ragu melibas lawannya jika dia memiliki alasan untuk melakukannya. Aku menyukai kejujuran untuk menunjukkan kekejian dibandingkan bersikap manis layaknya serigala berbulu domba. Paling tidak orang-orang ini adalah orang yang tidak munafik dan pengecut.

Akhir-akhir ini, tokoh antagonis yang makin jelas, adalah tokoh antagonis di sinetron. semuanya makin menjadi-jadi, matanya harus melotot-melotot, terus kalau ngomong diiringi suara hati yang 'begitu keras' "Awas kamu, anak sialan, belum tau siapa aku rupanya! Rasakan pembalasanku nanti!" Adegan itu disertai dengan akting yang meyakinkan. Satu mata memicing,satu matanya seperti mau menerkam. Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Selain itu, senyum sinis menghiasi bibirnya manakala dia berhasil memperdaya lawannya. Betul-betul akting yang teramat dahsyat. Mata perempuan antagonis itu betul betul menggambarkan amarah, betul-betul membuncahkan kebencian. Dan polah tingkah perempuan antagonis itu memenuhi dahaga nafsu yang bisa terwujudkan dalam kata-kata harta dan kekuasaan. Makin sadis perempuan-perempuan itu menghabisi lawannya, makin membuatku tertarik dan terpesona.

Dunia membutuhkan tokoh-tokoh seperti itu. Keberanian mereka untuk berbuat antagonis membuat hidup jadi lebih menarik dan menantang. Kehadiran tokoh antagonis akan mengimbangi peran baik yang dilakoni protagonis. Ukuran seorang pahlawan dilihat dari musuh yang dihadapinya. Klimaksnya ketika sang pahlawan berhasil mengalahkan si penjahat. Tak akan seru jika tokoh utama hanya bermain sendirian, terus menebar kebaikan, selalu saat menegangkan muncul ketika sang antagonis berbuat ricuh.

Manusia selalu memiliki dua sisi. Baik dan buruk. Hitam dan putih. Demikian pula kita jika memerhatikan tokoh antagonis itu. Ada kebaikan dan kejahatan. Dalam kehidupan sehari-haripun aku sering mendapati orang-orang antagonis, walaupun tidak sekejam yang diceritakan dalam fiksi. Orang-orang ini nyata, menindas orang lain untuk kepentingan pribadi, atau mengkhianati teman sendiri karena iri.

Dewasa ini karakter antagonis dan protagonis makin susah dibedakan, seiring makin banyaknya sudut pandang yang dilihat. Ada saat semuanya campur aduk di wilayah abu-abu. rancu mana yang jahat atau baik, karena semua bisa tampak unggul dengan alasan masing-masing.

Mungkin menurut diri sendiri, kita adalah si protagonis, sementara di lingkungan lain kita adalah tokoh antagonis yang harus dibasmi. atau kita adalah sosok antagonis yang sebenar-benarnya, namun disanjung-sanjung dan didewa-dewakan oleh sekeliling kita. atau manusia memang seperti sebuah koin mata uang, kita merupakan paduan kedua sisinya.

Tidak ada seorangpun yang sempurna. Tidak selamanya aku menjadi anak baik. Kadang sikap buruk itu muncul dalam diriku. Sifat-sifat antagonis itu bersemayam dibalik sikap manisku, hingga aku bisa bisa terlihat sebagai bad girl. Aku orang yang egois, pemarah, bengis, iri, sulit menerima kekalahan, keras kepala, pembangkang, nekad, bahkan aku bisa menbuat seseorang sinting karena aku senang membuat hidup orang menderita jika aku membencinya. Untungnya tak ada orang yang patut aku benci.

Dalam pergaulan kita harus bisa menyikapi sikap orang yang seperti itu. Dengan teman maupun dengan pasangan, kita harus bisa menerima mereka apa adanya. Bukan saja menerima apa yang sudah ada tapi juga menerima segalanya, bahkan yang terburuk yang pernah ada. Menerima ketika dia berada dalam keadaan lemah dan buruk, tanpa harus memaksanya untuk berubah seperti yang kita inginkan.

Aku selalu berprinsip "This is me. Take it or leave it". Kalau tidak suka dengan sikapku, maka jangan coba mendekatiku. Tidak perlu memaksaku tentang ini dan itu, aku tahu apa yang benar dan apa yang salah. Tak usah repot-repot mengubahku menjadi orang yang benar menurut versi mereka. Aku tahu aku jadi orang yang jahat saat emosi pecah tak terkendali atau ketika ngamuk berat. Tapi sehabis jadi penjahat, aku masih ingat jalan pulang. Aku tak akan jadi penjahat selama-lamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun