Mohon tunggu...
pipit maharani
pipit maharani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Universitas Jember, Perencanaan Wilayah dan Kota

JANGAN HINDARI MASALAH

Selanjutnya

Tutup

Money

Obligasi Daerah sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah

11 Mei 2020   10:33 Diperbarui: 11 Mei 2020   10:39 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

               Obligasi daerah merupakan pinjaman jangka panjang yang berasal dari masyarakat untuk membiayai proyek infrastuktur publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Kebutuhan akan pembangunan infrastuktur di daerah membutuhkan di daerah tentu saja membutuhkan biaya yang besar. 

Dengan biaya yang besar diperlukan sumber-sumber pembiayaan di luar yang sesuai akan kebutuhan tersebut, salah satunya yaitu obligasi daerah. Indonesia perlu mewaspadai resiko terperangkap dalam jebakan negara berpenghasilan menengah (Middle Income Trap/MIT) karena Indonesia baru saja menjadi negara yang berpenghasilan menegah (middle income country).

            Pada tahun 2001 Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi, oleh karena itu muncul beberapa permasalahan di berbagai daerah. Isu yang paling utama adalah kesinambungan fiskal untuk membiayai pembangunan ekonomi daerah. Dengan terjadinya masalah tersebut, pemerintah menerbitkan undang-undang sebagai salah satu konsekuensinya. 

Penerbitan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lalu terbit juga UU No. 32 tahun 2004  dan UndangUndang No. 33 tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Dengan munculnya undang-undang dan peraturan pemerintah ini diharapkan pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengembangkan potensi daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Pada tahun 2001 juga merupakan awal dari pemberlakuan kebijakan dari desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia, dimana Pemerintah Kabupaten atau Kota maupun Pemerintah Provinsi pada dasarnya dituntut untuk memenuhi fasilitas publik (public facility). Sebagian besar fasilitas publik atau proyek - proyek dan juga kegiatan - kegiatan yang berhubungan dengan pemerintah yang dulu dibiayai oleh pemerintah pusat sekarang akan menajdi tanggung jawab dari pemerintah daerah.

            Dengan demikian tantangan bagi pemerintah daerah pada era desentralisasi fiskal adalah dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas atau kemampuan Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan public (public servant). 

Tidak hanya kapasitas Pemerintah Daerah dalam mengatur pengeluaran pegeluaran atau belanja tetapi juga dalam rangka meningkatkan pendapatan untuk mebiayai pembangunan dan menimgkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Desentralisasi fiskal di Indonesi berpedoman pada UU No .33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimana dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi dapat diperoleh dari terdiri dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. 

Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari: Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari: SILPA (sisa lebih anggaran tahun sebelumnya), pinjaman daerah, dana cadangan dan hasil penjualan aset daerah. 

Di dalam pasal 57 sampai dengan pasal 62 Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ini mengatur tentang kemungkinan pemerintah menerbitkan obligasi daerah. Dengan hal tersebut diharapkan bisa memberikan solusi alternatif bagi pemerintah daerah dalam rangka mebiayai pembangunan dengan mengeluarkan obligasi daerah. 

Pilihan untuk mengembangkan obligasi daerah bisa jadi karena pada daerah tersebut memiliki anggaran pembangunan yang kecil dan dapat menimbulkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi tidak sesuai standart. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun