Minggu pertama (terinspirasi oleh puisi)
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Titik. Jangan pernah kau katakan lagi itu, De. Bukankah sering kita bahas bersama. Apa masih kurang jelas?
“Gin, aku laki-laki sederhana”
Hellowwww.....memang diriku mencintaimu karena posisi kamu? Bukan, De.
Karena kamu seorang manajer, aku mencintaimu? Bukan. Kau salah besar jika menilai rasa ini hanya sebatas itu.
Dede, sering kau berikan aku beribu alasan untuk membencimu. Tapi lihatlah apa yang kau temukan. Semakin kau memberi alasan, semakin besar itu juga alasanku mencintaimu.
“Kau mencintai laki-laki yang salah, Gin”
Itu lagi bukan? Apakah karena kau terlalu sering disakiti sehingga membuatmu menilai bahwa diriku sama seperti mereka ? Jangan pernah kau berpikir seperti itu, De.
Kulibas bayanganmu, yang menyusuri pelupuk mataku. Hatiku tak pernah mampu, saat ucapmu merindu.
De, adakah disudut ruang hatimu merupakan tempat singgahku yang akan selalu indah? Hingga diriku tak akan pergi dari sana?
Awan dan hujan menyatukan cinta, memahat lukisan alam di mega-mega. Hingga luruh ke bumi. Menaburkan kasih sayang untuk kita. Dan membentangkan alur kehidupan untuk kita, De.
Bangun!
Buka matamu, De. Lihatlah, betapa luas dunia bila kita mau menghampirinya. Ayo kita kesana, menatap indahnya senja di ujung cakrawala. Hingga malam menjemput dalam peraduan. Biarkan, semua sesederhana itu.
Surabaya, 01 Maret 2016
Tulisan ini terinspirasi puisi Sapardi Djoko Damono :
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Sumber gambar : disini
Karya ini diikutsertakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun perdana Rumpies The Club
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H