Mohon tunggu...
Pipiet Senja
Pipiet Senja Mohon Tunggu... profesional -

Seniman, Teroris Tukang Teror Agar Menjadi Penulis, Pembincang Karya Bilik Sastra VOI RRI. Motivator, Konsultan Kepenulisan, Penyunting Memoar: Buku Baru: Orang Bilang Aku Teroris (Penerbit Zikrul Hakimi/ Jendela)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tkw Menyimpang, Doyan Ciuman & Ngeseks Bebas: Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga

31 Juli 2010   02:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:26 3678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tentang nakerwan kita di Hong Kong yang berperilaku menyimpang seperti bergaya atau memang berubah menjadi lesbian, ini bisa kita tonton dengan leluasa di berbagai sudut Victoria Park tiap hari Minggu dan libur. Mereka dengan sangat bebasnya bertingkah. Mulai dari yang hanya bergerombol dengan sesama jenisnya, bergelayutan mesra dengan pasangannya, hingga yang ekstrim berciuman hebat. Tanpa peduli sekitarnya!

Penampilan mereka bergaya punky, rambut dicat menyolok warna-warni, anting berderet di kuping, hidung bahkan di lidah. Busana mereka tak kalah nyentriknya, celana selutut jins robek sana-sini, kemeja kedombrangan kembang-kembang, tapi ada juga dari merek-merek terkenal. Masih ditambah parfum yang menyengat tajam ke sekitarnya, hingga sejarak 200 meter pun sudah tercium oleh hidung kita. Sumpe deeeh!

“Ada temanku yang melakukan pernikahan secara resmi. Menyewa gedung, menyediakan catering dan mengundang gengnya. Konon menghabiskan sekitar 25 jeti,” kata seorang relawan yang kutemui di Dompet Dhuafa HK. “Terus, beberapa bulan kemudian mereka memutuskan punya anak….”
“Haaaa?!” seruku melongo.
“Iya, anaknya bisa dibeli di toko-toko. Berupa boneka!”

Maka, jangan heran jika suatu saat kita menemukan pemandangan serupa ini; sepasang lesbian, salah satunya sedang menggendong boneka. Mereka memperlakukan boneka itu tak ubahnya seperti kepada seorang bayi, anak kandung sendiri. Pura-pura disuapi, diganti popoknya sambil diajak ngomong sepenuh sayang. Kalau bosan tinggal membuangnya ke tong sampah!

Seorang teman yang telah lama mukim di negeri beton, lain lagi ceritanya.“Ini bukan lesbian, Teteh, tetapi yang doyan ngeseks bebas. Di Indonesia sudah punya suami dan anak-anak. Di Hong Kong dia mencari mangsa, sampai punya suami dua!”
“Waduuuuh, mana bisa begitu?” seruku kaget setengah mati.

“Ini kisah nyata loh, Teteh. Dia seorang temanku, pernah begitu dekat seperti saudara sendiri. Eeeeh, malah menggoda suamiku yang warganegara Hong Kong. Ketika putus persahabatan kami, kulihat dia sudah menikah dengan orang Korea. Gilanya, begitu suami Korea cuti ke negaranya, dia malah menikah lagi dengan orang sini!”

Lakon-lakon negatif tentang nakerwan kita yang masuk kuping, biasanya kulemoar jauh-jauh, kuputuskan tidak memercayainya. Aku sangat salut dan respek terhadap BMI Hong Kong, demikian pula untuk nakerwan kita di mana pun berada. Bahkan sampai aku tiba di ruang tunggu keberangkatan di bandara Hong Kong, Kamis yang lalu. Masih kuselesaikan sebuah tulisan tentang BMI Hong Kong: Salut dan Respek!

Di ruangan tunggu gate 17 itu, tampaklah banyak nakerwan kita yang hendak cuti atau pulang ke kampung halaman. Naluri kepenulisanku langsung memerintahkan mata dan kuping ini untuk standbye. Hehe.

Jika dicermati gaya mereka sungguh menyolok, baik dalam penampilan, busana maupun ponsel bermerek yang hampir tak pernah lepas dari kuping. Kebanyakan bajunya keren-keren, lengkap dengan kacamata, tas dan sepatu setengah mata kaki, selutut. Pokoknya, semuanya bermerek!
Tak ubahnya rombongan peragawati dan artis yang hendak naik pentas!

Ada seorang perempuan muda (sekitar 30-an) dengan celana jins ketat, T-shirt lebih ketat lagi dengan bebasnya memerlihatkan pusar dan sebagian pinggul, sehingga tampak tali CD-nya dan sebagian bokongnya. Potongan biodinya memang aduhai-bohay, mengingatkanku akan bodinya Inul Daratista. Sejak awal kujumpa, dia secara terus-menerus berponsel-ria dalam bahasa Jawa yang medok.

“Pokoknya, ndak usah dijemputlah, Mas. Jagain anak-anak saja di situ, yo, aku pasti pulang, sampainya besok di Surabaya….”
Selesai bicara begitu, dia menerima telepon dari seseorang (lelaki pastinya), karena dengan mesranya dia panggil; Yayang-yayang. Intinya, dia meyakinkan yayangnya itu akan cintanya yang sejati, cintanya yang sepenuh hati. Diakhiri dengan janji akan jumpa seminggu lagi di Singapore!

Cukup sampai di situkah? Oh, tidak! Ternyata Tuhan memerlihatkan segalanya yang tak pernah kubayangkan sekalipun dalam benak ini, Sodara. Si Mbak teman satu pesawat dengan goyang pinggulnya yang memang aduhai dan berbodi bohay itu, ternyata duduk di bangku depanku. Seorang lelaki bule pun duduk di sebelahnya menjadi teman perjalanan, teman bincangnya.

Pesawat mulai tinggal landas, semakin membumbung tinggi, dan tinggi sekali menuju Bandara Cengkareng. Tampak pasangan di depan mataku sudah akrab, berceloteh dalam bahasa Inggris. Teman duduk di sebelahku, seorang bapak, kemudian memilih pindah ke bangku di belakang yang memang masih kosong. Jadi, tinggallah daku sorangan wae, leluasa baca buku dan naskah yang masuk; Lomba Menulis Surat Untuk Presiden.

Film mulai diputar dan kita bisa memilih menu. Kulirik yang di depan memilih film klasik-romantik, film Hollywood yang banyak adegan romantisnya. Kututup buku, kuambil laptop dan mulai fokus menulis.

Nah, tidak kurang dari 30 menit, mendadak kulihat dua kepala di depan itu saling mendekat, saling mendekat dan; celepreeeet!
Mereka telah berciuman mesra dan lama sekali, Sodara!
Sepanjang perjalanan sekitar empat jam itu, kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri kebinalan si Mbak Aduhai Bohai. Kukatakan binal, karena kulihat dialah yang paling agresif. Adegan pasangan si Mbak Bohai-Aduhai dengan bulenya itu bukan sekadar main celepet-celepetan, biru sajah, euy! Astaghfirullahal adziiim!

Anehnya, beberapa kali pramugari lewat ke situ, malah bersikap sangat santun dan ramah, menawari berbagai macam minuman. Mungkin dia mengira mereka pasangan lintas negara yang hendak bulan madu ke Bali. Alamaaaak!

Ini ibarat pepatah, karena nila setitik rusaklah air susu sebelanga.
Dari pengalaman ini aku bisa memetik pelajaran dan hikmahnya. Bahwa siapapun dia, apakah polisi, hakim, jaksa, dokter, pengacara, artis papan atas, nakerwan atau pendeta, ustadz sekalipun; ada saja oknumnya yang bertingkah menyimpang, aneh-nyeleneh.
Ya, namanya juga manusia! (Depok, Pipiet Senja, 2010)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun