“Pokoknya, ndak usah dijemputlah, Mas. Jagain anak-anak saja di situ, yo, aku pasti pulang, sampainya besok di Surabaya….”
Selesai bicara begitu, dia menerima telepon dari seseorang (lelaki pastinya), karena dengan mesranya dia panggil; Yayang-yayang. Intinya, dia meyakinkan yayangnya itu akan cintanya yang sejati, cintanya yang sepenuh hati. Diakhiri dengan janji akan jumpa seminggu lagi di Singapore!
Cukup sampai di situkah? Oh, tidak! Ternyata Tuhan memerlihatkan segalanya yang tak pernah kubayangkan sekalipun dalam benak ini, Sodara. Si Mbak teman satu pesawat dengan goyang pinggulnya yang memang aduhai dan berbodi bohay itu, ternyata duduk di bangku depanku. Seorang lelaki bule pun duduk di sebelahnya menjadi teman perjalanan, teman bincangnya.
Pesawat mulai tinggal landas, semakin membumbung tinggi, dan tinggi sekali menuju Bandara Cengkareng. Tampak pasangan di depan mataku sudah akrab, berceloteh dalam bahasa Inggris. Teman duduk di sebelahku, seorang bapak, kemudian memilih pindah ke bangku di belakang yang memang masih kosong. Jadi, tinggallah daku sorangan wae, leluasa baca buku dan naskah yang masuk; Lomba Menulis Surat Untuk Presiden.
Film mulai diputar dan kita bisa memilih menu. Kulirik yang di depan memilih film klasik-romantik, film Hollywood yang banyak adegan romantisnya. Kututup buku, kuambil laptop dan mulai fokus menulis.
Nah, tidak kurang dari 30 menit, mendadak kulihat dua kepala di depan itu saling mendekat, saling mendekat dan; celepreeeet!
Mereka telah berciuman mesra dan lama sekali, Sodara!
Sepanjang perjalanan sekitar empat jam itu, kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri kebinalan si Mbak Aduhai Bohai. Kukatakan binal, karena kulihat dialah yang paling agresif. Adegan pasangan si Mbak Bohai-Aduhai dengan bulenya itu bukan sekadar main celepet-celepetan, biru sajah, euy! Astaghfirullahal adziiim!
Anehnya, beberapa kali pramugari lewat ke situ, malah bersikap sangat santun dan ramah, menawari berbagai macam minuman. Mungkin dia mengira mereka pasangan lintas negara yang hendak bulan madu ke Bali. Alamaaaak!
Ini ibarat pepatah, karena nila setitik rusaklah air susu sebelanga.
Dari pengalaman ini aku bisa memetik pelajaran dan hikmahnya. Bahwa siapapun dia, apakah polisi, hakim, jaksa, dokter, pengacara, artis papan atas, nakerwan atau pendeta, ustadz sekalipun; ada saja oknumnya yang bertingkah menyimpang, aneh-nyeleneh.
Ya, namanya juga manusia! (Depok, Pipiet Senja, 2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H