Mohon tunggu...
Viator Henry Pio
Viator Henry Pio Mohon Tunggu... Freelancer - Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harga Beras Naik di Maumere, Prihatin Pemerintah Sediakan Beras Murah

21 Februari 2023   00:50 Diperbarui: 21 Februari 2023   00:58 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal pengangkut beras asal Sulawesi yang sedang berlabuh di Pelabuhan Rakyat (Pelra) Wuring, Kelurahan Wolomarang, Kabupaten Sikka, NTT/foto:VHP

Tak disangkal bahwa beras secara berangsur-angsur telah membudaya sebagai kebutuhan pokok. Jika demikian, hampir pasti bahwa tingkat ketergantungan masyarakat pun meningkat sampai kadar maksimum.

Demikian keberadaan beras adalah komoditas strategis yang menjamin keberlangsungan hidup manusia pada umumnya. Tetapi juga ketersediaan beras memupuk ketenangan batin individu, kemapanan keluarga serta stabilitas sosial pada khususnya.

Awal februari 2023 hingga kini gemuruh sosial terdengar kencang. Isak kegetiran itu mewarnai pembincangan disetiap sudut perjumpaan warga. Hal ini terjadi di kawasan Indonesia timur. Lebih tepatnya di Maumere dan sekitarnya.

 Soal fundamennya adalah harga beras yang kian melonjak. Sebelumnya, harga beras pada kisaran rp.10.000 sampai rp 12.000/kg. Namun kini, setara kualitasnya, beras merangkak naik tepat sampai rp.13.000 sampai rp. 15.000/kg.

Persoalan ini disinyalir karena adanya keterbatasan dan ketakcukupan pangan lokal dan proses distribusi yang mengalami kemandekan. Faktor lain yang membarengi akutnya kelangkaan beras mungkin karena penimbunan oleh oknum tertentu.

Terbaca jelas ada selisih yang cukup signifikan yakni ribuan ton antara produksi dan komsumsi secara lokal. Pun penyaluran dari Sulawesi Selatan sebagai daerah pemasok beras tertinggi untuk wilayah maumere terhambat oleh karena faktor cuaca.

Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah melalui Perum Bulog menggelar pasar murah untuk mencukupi kebutuhan warga. Operasi pasar ini dijalankan beberapa titik sentral seperti pasar tradisional, toko dan rumah pangan yang mudah diakses warga.

Dengan harga rp.9.000/kg pemerintah berinisiatif selain memenuhi kebutuhan warga tetapi sekaligus menekan harga beras yang kian melambung dipasaran. Kebijakan menyuplai beras oleh pemerintah termasuk upaya merealisasikan keberpihakannya.

Benar dan tepat karena pemerintah kian tanggap pada persoalan yang urgen.

Namun persoalan ini bukan suatu bencana yang sulit diprediksi. Ini merupakan penyakit penyelenggaraan sosial. Akarnya mengendap pada ketercerawutan perekonomian mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi. Bahkan dapat dipetakan dalam angka namun tak kunjung disiasati.

Miris bila upaya pemerintah hanya sekadar menutup masalah atau menawarkan solusi sesaat yang hanya bertahan beberapa bulan. Padahal persoalan ini terjadi secara berkala dibarengi kebutuhan masyarkat secara konstan harus tercukupi.

Bagaimana jalan keluar yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan? Kalau sebenarnya kelangkaan bahan makanan ini memberi beban pada pundak warga dan selanjutnya memperlebar kemiskinan. Lantas, sampai kapan hal ini harus terus terjadi?

Pada prinsipnya, perkara semacam ini bukan soal kemampuan untuk menjawab masalah itu dalam seketika. Tetapi kamampuan untuk mendesain program pengendalian yang bersifat antisipatif, alternatif dan edukatif.

Sekiranya ada tiga point pokok kemerosotan sekaligus titik pijak dimana kita berbenah. Dari ketiganya kita akan merangkak maju menuju kematangan secara ekonomi. Secara khusus meminimalisir agar masalah serupa terulang kambali. Karena jika kita lengah, atau lepas dari itu, kita akan terendam dalam keterpurukan.

Pertama, soal produksi.

Dari data yang terendus, ketersediaan beras dalam aktivitas lokal tidak dapat mengimbangi komsumsinya. Ketimpangan terjadi ketika adanya ketidakseimbangan. Untuk itu, diperlukan perluasan lahan pertanian, pemberdayaan dan pengadaan sarana penunjang yang memungkinkan terlaksananya aktivitas pertanian berjalan semestinya. Inisiatornya harus dari pemerintah.

Dalam hal ini kita cukup terbantu dengan adanya Bendungan Napun Gete yang telah dibangun sejak tahun 2017 silam yang memakan anggaran APBN sebasar rp 880 miliar. Bendungan itu kini hampir genap dua tahun sejak diresmikan tahun februari 2021 lalu. Bagaimana progres kemanfaatannya untuk rakyat sikka kini?

Kedua, soal distribusi

Alasan tunggal mengapa harga beras melambung jauh karena distribusinya mengalami kemacetan. Akibat cuaca yang buruk bahkan ekstrim banyak kapal dari sulawesi enggan berlayar. Informasi ini jelas terdengar dari mulut para pedagang.

Di sini dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam menyuplai ketersediaan pangan. Pemerintah harus proaktif dalam menfasilitasi suatu barang dapat tersalurkan demi menjaga keseimbangan ekonomi.

Karena masalah distribusi bukan saja soal pemerataan saja tetapi juga perkara keadilan. Di mana setiap orang, setiap daerah tanpa terkecuali harus mendapatkan dan mengenyam bahan makanan pokok untuk hidup. Ketersendatan dalam distribusi membawa kita pada kekerdilan nilai dan fisik. Contoh soal keadilan, warga protes soal kebijakan pelayanan dalam pembelian beras murah yang disediakan pemerintah (tribunflores.com/20/02/2023)

 Ketiga, soal komsumsi

Entah apa poros edukatif yang mendakap dibenak kita sampai begini akutnya. Sehingga tingkat ketergantungan terhadap beras begitu tinggi. Seolah tak ada beras hidup menjadi begitu pelik bahkan bermasalah. Seolah ada gonjangan yang sulit redah. Seolah ada gelombang ketidakpastian yang mustahil teratasi.

Mungkin karena perubahan zaman memberi dampak pada mental komsumsi pada masyarakat kita. Di sini peran pemerintah secara edukatif mensosialisasikakan tentang pentingnya pangan lokal sebagai makanan alternatif. Hal ini harus dilakukan secara masif. Kalau mau konsisten, ajarkan dan praktekan dilingkungan pendidikan terlebih dahulu. Kebijakan ini akan merubah mindset dan pola hidup generasi  mendatang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun