Jason Ranti pernah berujar;Â
"Hidup hanya numpang ketawa.
Ku ketawa maka aku apa."
Dengan kalimat diatas, Jason Ranti ingin menempatkan ketawa pada posisi cukup manusiawi dan membarenginya dengan gugatan eksistensial bak tabir yang harus dibuka dari dalam diri manusia.
Pertama-tama, ketawa merupakan suatu ekspresi. Batasan ini diusulkan sebagai upaya untuk tidak mengkerdilkan keluasan arti ketawa. Sekaligus jalan mengiring ke permukaan aneka makna simbolisnya.
Ketawa sebagai suatu ekspresi yang terlihat. Dan ekspresi itu tentunya timbul dari suatu kepekaan dan keterbukaan diri akan sesuatu entah itu tentang sosok, suasana, kejadian, peristiwa dls.
Jadi ketawa sebagai ekspresi merupakan taggapan akan sesuatu yang digerakan oleh kesadaran. Kemudian untuk menakar nilai yang utuh dari ekspresi ketawa tidak pernah lepas dari pengaruh dan alasannya.
Oleh karena itu, ketawa dikategorikan sebagai ekspresi, efek atau akibat tunggal  yang lahir dari berbagai sebab atau alasan jamak. Dari sana pula memuat dan mencuat beragam penafsiran.
 Untuk itu, upaya dalam memberi patokan mutlak terhadap ketawa dan menilai mutu ekspresinya merupakan hal yang rumit. Karena kita harus membaca secara holistik mulai dari agen, sebab-akibat, konteks, alasan, maksud, tujuan dan seterusnya. Singkatnya ketawa sebagai suatu fakta yang dipengaruhi. proses gerakan itu inheren dengan kualitas yang tak habis digali.  Â
Ketawa; Soal Rasa, Logika dan Fakta