Mohon tunggu...
Viator Henry Pio
Viator Henry Pio Mohon Tunggu... Freelancer - Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Sang Nabi" dalam Dua Rahim yang Tak Disangkal

13 September 2020   22:32 Diperbarui: 28 September 2020   16:28 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari Kompas.com yang kemudian dimodifikasi secara pribadi

Dalam pengertian religius, nabi merupakan pengantara antara Tuhan dan manusia. Nabi adalah orang yang dicerahi, memiliki pengalaman religius yang murni karena kedekatannya yang intim dengan Tuhan. Walau begitu seorang nabi hanyalah utusan dimana isi pengajarannya tidak berpatok pada diri sendiri melainkan pada yang mengutusnya.

Dalam pemahaman Yunani Klasik, Nabi adalah penutur kebijaksanaan. Seorang penutur tidak pernah mengatasnamakan orang lain atau lembaga tertentu tetapi bertindak  atas otoritas dan tanggung jawabnya sendiri. Nabi adalah pemangku kebijaksanaan karena kedalaman berpikir akan segala sesuatu dan mengutamakan esensi nilai kehidupan.

Dua karakteristik nabi diatas mungkin tergambar suram-suram jika disandingkan dengan sosok kehidupan Jakob Oetama. Bagi saya Jakob Oetama memiliki sisi religiositas yang mendalam. Ia merupakan pribadi yang kagum akan kebesaran Tuhan dan menjadikan Tuhan pusat nilai bagi kehidupan manusia. Sehingga ia mampu menerjemahkan nilai transendental dalam kenyataan hidup dan mengarahkan kehidupan manusia kepada nilai absolut (humanime transendental).

Dengan meminjam perkataan Paul Recoeur tentang zaman disebut "Recul de Sens" (zaman yang kehilangan makna hidup). Oleh karena itu, kita harus menjadi "Prothete du sens" (nabi yang mewartkan nilai-nilai hidup). Saya pikir Jakob Oetama telah menggenapi suatu peziarahan panjang hidupnya demi memperjuangkan nilai-nilai kehidupan bagi banyak orang.

Sayangnya, nabi adalah manusia yang diapiti dua rahim yang tak dapat ditolak yakni rahim kelahiran biologis dan rahim kematian. Lahir dari rahim menuju kehidupan dan pergi berlalu menuju rahim kekekalan.

Walaupun terhimpit ditengah dua rahim ini, cerita tentang Jakob Oetama bukan soal awal dan akhir atau pun soal kelahiran dan kematian tetapi soal keseluruhan hidup dengan segenap dinamika, proses dan kaskasian yang utuh.

Boleh dikatakan pak Jakob telah memenuhi keberartian hidupnya. Ia hidup untuk semua termaksud bagi segenap bangsa ini. Itulah tuntutan seorang nabi yang harus menemani, merintis jalan pembaruan dan menciptakan serta memperjuangkan kazanah nilai-nilai manusiawi.

Sehingga tak mengherankan jika Jakob Oetama layak disebut tokoh pers nasional dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata oleh Jusuf Kalla yang mengatasnamakan negara, bangsa dan tentara republik Indonesia.     

Saat ini kita sebagai manusia indonesia boleh mengusung, mengubur atau mempersembahkan raga Jakob Oetama kapada rahim ibu pertiwi tetapi bukan semangat jiwa nya dalam merawat, membesarkan bangsa ini. Semoga sosok keteladanan, karya dan isi ajaranya tetap terpatri dalam palung nubari kita masing-masing.

Selamat jalan Yakobus Oetama!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun