Mohon tunggu...
Viator Henry Pio
Viator Henry Pio Mohon Tunggu... Freelancer - Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keringat Perempuan NTT Menghiasi "Tahun Berlian" Indonesia di Istana Merdeka Jakarta

26 Agustus 2020   06:54 Diperbarui: 26 Agustus 2020   18:45 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokpri Ibu Selviana Toji yang sedang menenun di Nangahure, Maumere, NTT. Inilah pekerjaan pokok selama di tempat Pengungsian dan wabah covid-19. 

Ada nuansa berbeda ketika Negara Indonesia merayakan hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-75 di tahun 2020. Dalam kategori waktu angka 75 mengisyaratkan suatu jenjang "tua" dengan karakter yang matang dan mandiri.

Dalam sosial politik kini, logo 75 terinsipirasi dari lambang Garuda Indonesia kedaulatan dan kesatuan Indonesia sebagai suatu negara. Dengan amanat menjamin kesetaraan dan merealisasikan progresivitas dalam karya bagi bangsa indonesia.

Di sisi lain dengan meminjam istilah dalam cinta pernikahan, angka 75 dilambangkan dengan "berlian" yang memiliki arti selamanya, kesetiaan cinta yang abadi dan sempurna.

Dalam konteks kemerdekaan, Indonesia telah mencapai "tahun berlian" dari pertautan antara manusia dan tanah tumpah darahnya. Medium pertalian itu adalah cinta.

Patut diapresiasi dengan landasan kesetiaan cinta yang kokoh Indonesia mampu mengawini segala perbedaan dalam semangat kesatuan hingga detik ini.   

Tak dapat disangkal bahwa cinta menjadi kebajikan universal yang teraktualisasi dalam karakter budaya. Di sini Indonesia menjadi berbeda dan unik dengan negara lain karena terikat dengan aneka budaya yang melingkupinya.

Budaya bukan sekedar intrumen tetapi suatu jati diri bangsa sekaligus konkretisasi cinta manusia Indonesia. Oleh karena itu, budaya sejatinya mempromosikan perdamaian dan kesatuan dan bukan perpecahan. Budaya lahir untuk kemanusiaan dan corak kemanusiaan ditentukan oleh kazanah budaya itu.

NTT dan Tahun Berlian Indonesia Warna Budaya

Selama menjabat sebagai presiden RI, Jokowi kerap menggunakan pakaian adat daerah dalam acara-acara formal kenegaraan. Beberapa pakaian ada itu antara lain; pakaian adat Batak Toba, Klungkung Bali, Sasak, Aceh, Bugis dan Sabu NTT.

Pada detik-detik proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang ke 75 menjadi momentum Bangsa Indonesia menghargai budayanya.

Hal ini terpampang jelas dari dari Istana Merdeka Jakarta dimana Presiden Joko widodo mengenakan busana daerah Timor Tengah Selatan, NTT.

Tercatat pula sejak peringatan kemerdekaan RI yang ke 25 tahun 1970 sampai tahun 2020, Bank Indonesia telah mengeluarkan sebanyak empat kali uang peringatan. Tentunya ada aneka makna yang tergambar dari uang peringatan itu.

Salah satu filosofi dari uang peringatan kemerdekaan tahun 2020 adalah prioritas pemerintah dalam memperteguh kebinekaan yang disimbolkan dengan corak pakaian adat Nusantara yang dikenakan oleh anak-anak Indonesia. Dan satu dari sembilan jenis pakaian adat itu berasal dari Sabu, NTT.

Secara umum sebagai rakyat Indonesia, kita patut berbangga karena roda pemerintahan berbasis pada filosofi keragaman budaya.

Secara khusus rakyat Nusa Tenggara Timur merasa terpesona ketika melihat pakaian adat mereka dikenakan oleh presiden dan muncul dalam uang peringatan tahun ini.

Namun tahukah kita siapa yang paling dominan memproduksi kain tenun NTT itu? Dan bagaimana keberlangsungan ekonomi mereka selama pandemi covid-19?

Perempuan NTT di balik Tahun berlian Indonesia

Indonesia merayakan peringatan kemerdekaannya dalam cengkraman wabah covid-19. Karena itu semaraknya tak terlihat seperti perayaan tahun-tahun sebelumnnya.

Kendati demikian, cahaya gegap gempita dan eleganitas tetap bersinar dari istana. Secara virtual, melalui upacara dan busana adat pemerintah mengkomunikasikan dan mengundang segenap bangsa untuk meriah-rayakan kemerdekaan.

Dan secara riil, melalui peredaran uang kertas pemerintah ingin agar setiap individu menyentuh warna kegemerlapan perayaan tahun ini. Itulah jalan yang paling efektif di tengah pandemi.

Yang menarik adalah semarak perayaan kemerdekaan tahun ini dibaluti dengan corak budaya seperti pakaian adat Timor yang dikenakan presiden.

Walau bagi kebanyakan orang, pakaian adat itu adalah bentuk eksternal dari gaya hidup seseorang. Namun bagi masyarakat NTT, pakaian adat merupakan warisan, simbol jati diri kemanusiaan.

Tak bermaksud berlebihan kalau boleh dikatakan, perayaan tahun berlian Indonesia bercayaha dari keringat perempuan-perempuan NTT.

Betapa tidak karena dengan jemari kusam merekalah yang memintal, menenum kain yang membungkus tubuh presiden saat memimpin upacara kemerdekaan RI ke 75.

Perempuan sebagai jangkar ekonomi di tengah pandemi

Proses Pembuatan Sarung (dokpri)
Proses Pembuatan Sarung (dokpri)

Tak terelakan bahwa sebagai besar budaya tradisional menganggap bahwa perempuan memiliki status kelas dua dalam kehidupan sosial.

Peradigma ini masih terngiang cerah dalam benak konservatif dalam budaya tradisional termaskud budaya yang kami amini hingga sekarang.

Dalam kehidupan harian, perempuan sering makan dibelakang setelah kaum pria, perempuan sering tidak mendapat pendidikan formal, perempuan tidak terlibat dalam proses pelaksanaan upacara adat, perempuan untuk belis keluarga dan perempuan menjadi orang dapuran.

Beberapa waktu mendapat jatah untuk berlibur bersama keluarga dikampung halaman. Tepatnya di kampung Awa, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, NTT. 

Tak pernah diduga bahwa sebagian orang dikampung Awa telah mengungsi ke Nangahure, Maumere karena tragedi letusan gunung berapi Rokatenda yang terjadi pada tahun 2013 yang lalu.

Amukan gunung Rokatenda memaksa mereka harus mengungsi. Dan dalam pengungsian terjadi aneka kemelaratan yang tak terbendung. Karena mereka harus merubah gaya hidup sesuai dengan tuntutan orang-orang di kota.

Tak sampai disitu, orang-orang yang yang hanya memiliki mata pencaharian sebagai petani, nelayan, perantau dan penenum kain daerah ini dilanda wabah covid-19 di daerah pengungsian mereka.

Betapa mirisnya kehidupan ini dimana badai secara bertubi-tubi mengguncang kemapanan hidup mereka. Letusan gunung Rokatenda mengusir mereka dari tanah kelahiran ditambah wabah covid yang mematikan usaha mereka.

Akhirnya sebagian orang-orang itu harus pulang kampung mempertaruhkan nyawa mereka dibawah gunung berapi itu demi mandapatkan makanan dari hasil kebun mereka.  

Ada seorang sosok bernama Ibu Selviana Toji yang bertahan ditempat pengungsian hingga kini. Ibu satu anak ini memiliki suami yang sudah lama mengaduh nasib di tanah rantau.

Dengan demikian ia menjadi tulang pungggung dalam keluarga yakni mencari uang dalam situasi pengungsian dan covid demi menyekolahkan anak dan adik-adiknya serta memenuhi kebutuhan sehari-hari di kota.

Sulit diterka bahwa ia juga adalah perempuan yang menjadi "korban" dalam mendapatkan pendidikan formal dibanding dengan saudara-saudaranya yang laki-laki.

Walau hanya menamatkan pendidikan dasar di kampung namun berkat keuletannya, Ibu selvi kini mampu mengadaptasikan diri dan lebih sukses dibanding saudaranya yang lain.

Ketika berkunjung dan bermalam beberapa hari dirumahnya, saya tidak menanyakan apa-apa tetapi saya mengamati dengan jelih aktivitas hariannya.

Saya kemudian mengerti bahwa rumah yang telah ia bangun dengan semua perabotnya, fasilitas yang tersedia, uang sekolah anak yang ia bayar, makanan yang cukup adalah buah karyanya dalam hal menenun. Menenum adalah pekerja pokok yang telah ia geluti sejak lama.

Setiap hari, Ibu Selvi menjalani kegiatan yang sama. Ia dengan kerabatnya mulai menggoang, mengikat motifnya, mencelup benang untuk memberi warna dan menenun hingga menjadi sarung untuk dipasarkan.

Ada berbagai motif dan warna dari sarung hasil karyanya. Ada jenis sarung yang digunakan dalam acara adat dikampung dan sarung yang dijadikan bahan dasar yang kemudian dimodifikasi menjadi baju, rok perempuan dan juga hiasan selendang.

Biasanya selembar sarung bila dijual dipasar seharga 400 ribu sampai 600 ribu. Padahal kalau kita melihat prosesnya yang sulit, berbelit-belit dan memakan waktu yang lama rasanya tidak adil. Karena saya pun pernah terlibat dalam proses pembuatannya.

Melihat ketidakwajaran ini, saya berinisiatif untuk memasarkan sarung-sarung Ibu Selvi melalui media sosial.

Hal ini karena keterbatasannya teknologi dan media sosial. Dan untungnya ada kerabat dan kenalan yang merasa tertarik untuk membelinya.

Kemudian sebagain besar uang hasil penjualan sarung itu diberikan kepada adiknya untuk membayar uang kuliah.

Ibu Selvi adalah salah satu sosok dari ribuan perempuan Palue bahkan perempauan Nusa Tenggara Timur dalam hal bertenun.

Ibu Selvi adalah wakil dari perempuan tangguh yang menjadi jangkar ekonomi dalam keluarga ketika ketika amukan Gunung Rokatenda dan covid-19 melanda.

Tidak bermaksud melebih-lebihkan kalau dikatakan bahwa Ibu Selvi menjadi salah seorang saksi dan penjaga tradisi serta budaya orang-orang NTT.

Dengan demikian dari keringatnya, buah karyanya turut membungkus tubuh presiden saat perayaan peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 75.

Tahun berlian Indonesia sudah bercahaya di Istana dengan karya perempuan NTT namun kesejahteraan mereka masih dalam deretan pertanyaan yang belum terjawab tuntas.

Entah kapan perempuan terus dianggap kelompok kelas dua dan sampai kapan kesejahteraan ekonomi orang-orang NNT diperhitungkan?

Jujur, kami belum matang dan mandiri secara ekonomi walau Indonesia telah berumur berlian ditahun ini. Kami masih terbelakang walau karya kami terpampang di depan istana, di depan mata rakyat Indonesia dan dunia. Kami menunggu dan akan terus menunggu karena kami juga adalah Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun