Mohon tunggu...
Fathan Winarto
Fathan Winarto Mohon Tunggu... Penulis - History and Theology Story-Teller

Hobi Baca Sejarah, Terbuka Untuk Diskusi Masalah Agama, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar, Cairo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wangsakerta Apaan Sih?

15 November 2019   14:29 Diperbarui: 15 November 2019   14:36 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada juga yang jawab dengan ranah agamis. Pangeran Wangsakerta di awal naskahnya nulis "Bismillah", pujian kepada Allah, juga salawat pada Rasul. Ini melambangkan sifat agamis sang pangeran. Juga kemungkinan Pangeran Wangsakerta dengan haus ilmu dan kejeniusannya bisa jadi dia belajar Ilmu Hadis. Ilmu tentang periwayatan suatu "kabar". Dengan basic ini, bisa jadi Pangeran Wangsakerta nulis naskah naskahnya.

Lah, terus kalo emang Seminar ga pernah ada, ko sekarang ada bentuk fisik Naskahnya? Lanjut ke faktor kedua

2. Kertas Naskah Sangat Tidak Wajar

Naskah yang ditulis di abad 15-17 Masehi tuh biasanya ditulis pake kertas tradisonal namanya Daluwang. Biasanya warna kertas ini abu abu gitu kan soalnya udah kemakan zaman yang aslinya coklat coklat kertas kayu gitu. Nah tapi setelah Tim Arkenas yang neliti naskah itu meriksa, mereka coba usap pake air ludah tuh kertas, ternyata luntur. Warna abu nya luntur dan dibalik abu ada warna hijau atau merah muda. Ini nandain kalo kertas naskah itu adalah kertas manila. Wadaw.

Emang ada lagi yang bales kritik ini, ada yang bilang emang ga ada naskah yang sampe ke zaman kita trus kertasnya masih asli kertas yang dipake pas naskah pertama kali dibuat. Soalnya sebaik apapun cara penyimpanan naskah, umur kertas cuma 100 tahun paling lama. Makanya wajar kalo naskah yang di dapet tu bukan asli. Jadi pasti ditulis ulang. Lagi pula penulisan ulang emang udah jadi semacem protokol penjagaan sebuah naskah kuno. Makanya masih ada yang meyakini naskah itu asli walapun kertasnya bukan Daluwang.

3. Isinya Modern

Gimana tuh isinya modern? Jadi isi Naskah Wangsakerta tuh sesuai sama teori teori sejarah yang baru ditemukan di abad modern. Contohnya pernyataan seorang sejawaran Indonesia terkenal, Drs. Boechari. Beliau bilang dalam artikelnya: "Nama Cailendra (ini nama Dinasti) dalam naskah itu selalu ditulis dengan Salendra. Saya tau orang yang pertama kali membaca Dapunta Salendra ialah saya sendiri..." Nah berarti yang pertama kali nemu nama Salendra tuh Boechari, soalnya sumber sejarah sebelumnya menulis sama nya Cailendra.

Di Naskah itu juga disebut gelar lengkap seorang Raja Medang, (Ditulis Sri Maharaja Tejahpurnapana Panangkaran). Padahal nama ini baru ditemuin oleh De Casparis di tahun 1950. Lucunya lagi nih, sebelum penelitian 1950, De Casparis bikin beberapa kesimpulan keliru. Dan kekeliruan yang De Casparis simpulin masuk juga ke Naskah Wangsakerta.

Seakan akan emang referensi sejarah Naskah Wangsakerta tuh tulisan tulisannya sejarawan modern gitu.

4. Gelagat Unik Des Casparis

Des Casparis tuh guru Drs. Boechari di bidang Epigrafi. Suatu hari, Drs. Boechari lagi neliti satu bagian dari Naskah Wangsakerta. Pas belio lagi baca, kebetulan disitu ada Des Casparis. Biasanya nih, kata Boechari, Des Casparis cuma cengir cengir aja kalo ada hal lucu. Tapi pas Des Casparis baca naskah di bagian Sang Dharmmadhyaksa Ring Karasulan (Ini istilah untuk nyebut "Penghulu Istana Cirebon") dia ketawa lepas banget. Boechari nganggap ada sesuatu yang aneh gitu kan, akhirnya Boechari yakin banget kalo Naskah Wangsakerta ini palsu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun