Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jokowi Waspada dengan Kekuatan Hastag

29 Agustus 2018   15:26 Diperbarui: 31 Agustus 2018   09:03 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sementara tagar #SheWon yang menyatakan dukungan terhadap Hillary mendapat tempat tertinggi pada saat debat kandidat dengan frekuensi 486.402 kali.

Dua konteks kasus tersebut menunjukkan bahwa para kandidat kontestasi politik kini turut serta menggunakan media sosial untuk membangun citranya serta peluang untuk menyerang lawan politiknya. Munculnya evolusi tagar telah menggeser pola kampanye agenda politik, dari sebelumnya yang hanya dijadikan sebagai fitur memudahkan untuk merunut topik perbincangan.

TODAY WE MAKE AMERICA GREAT AGAIN!
--- Donald J. Trump (@realDonaldTrump) November 8, 2016

Jauh sebelum Trump vs Hillary, tatkala Barack Obama mencalonkan diri sebagai presiden AS pada tahun 2008, ia juga memanfaatkan secara penuh kekuatan media sosial sebagai alat kampanye politik. Beberapa ahli media dan akademisi di negara itu kemudian membanding-bandingkan penggunaan media sosial dalam kampanye Obama dengan peran televisi dalam kampanye Presiden John F. Kennedy.

New York Times pernah menulis bahwa salah satu dari banyak kesamaan antara Obama dan Kennedy adalah penggunaan medium baru yang secara dramatis mengubah spektrum politik. Kennedy menang akibat dapat memanfaatkan medium televisi, sedangkan untuk Obama, medium pemenangan itu adalah internet.

Tagar memiliki fungsi clerical atau memungkinkan pengurutan dan pengambilan informasi tentang suatu topik tertentu dengan cepat. Lexi Pandel, kolumnis Wired, mengatakan bahwa hashtag telah berevolusi lebih dari hanya sebatas simbol digital dunia maya. Tagar sukses mempengaruhi Pemilu hingga memicu gerakan sosial.

Trump mengungguli Hillary dalam hal kampanye di media sosial. Trump lebih efektif dibandingkan dengan Hillary, terutama dalam hal mempromosikan pesan-pesan dan slogan, cara menyerang dan mem-framing Hillary, serta melakukan promosi dan kampanye di "swing" states.

Dari hasil pengumpulan data TweetElect.com -- yang dilakukan pada 1 September 2016 hingga 8 November 8 2016 (hari pemilihan) -- ditemukan fakta bahwa mayoritas kicauan di media sosial yang menguntungkan Hillary berasal dari pendukung yang menyerang Trump, ketimbang yang mendukung Hillary. Sedangkan bagi Trump, dukungannya di media sosial lebih berimbang antara pendukung yang menyerang figur Hillary dan yang mendukung Trump sendiri.

#2019GantiPresiden dan Echo Chamber

Sebagai fitur di sosial media, tagar awalnya dirilis pada Agustus 2007 oleh Twitter. Simbol digital ini digunakan untuk memudahkan para pengguna Twitter mengikuti suatu perbincangan dengan topik tertentu.

Tagar pertama yang mendapat perhatian publik adalah #Ferguson yang menjadi reaksi dari warganet terhadap penembakan pemuda berusia 19 tahun bernama Michael Brown, oleh aparat kepolisian di Ferguson, Missouri, AS. Dalam sepekan setelah kemunculannya, 3,6 juta postingan tagar #Ferguson menggema di Twitter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun