Meskipun ada kesamaan, namun, mengapa AKP lebih populer ketimbang PKS? Apa faktor penghambat keberhasilan PKS di Indonesia? Hal itu dipaparkan secara baik oleh Sitaresmi.
Menurut Sitaresmi S. Soekanto, dalam tulisan "Bercermin pada AKP"Â ada lima strategi yang dipakai AKP yang menjadikan partai itu terus berkuasa di Turki, yakni strategi vernacular politik (politik lokal), strategi merangkul oposisi berupa kubu sekuler dan militer, strategi mengurangi dominasi militer, strategi pemilihan isu-isu kampanye, termasuk isu ekonomi seperti mengurangi tingkat pengangguran.
Selain itu, menurutnya ada tiga strategi yang tak kalah penting, yakni strategi media, strategi menjual rekam jejak keberhasilan dan strategi menjual mimpi atau gagasan besar. Â Dalam konteks basis massa, menurutnya, PKS perlu memperluas basis massa utamanya dari kalangan menengah terdidik hingga sampai berakar ke kalangan bawah (grass root).
Yang tak kalah penting adalah PKS harus membidik pemilih nasionalis yang kecewa pada partai penguasa. Dengan demikian, PKS perlu bersikap insklusif dan menerima keragaman yang ingin mendukung atau bergabung dengannya.
Kuwait Amir Sheikh Al-Sabah called President Recep Tayyip Erdoan to congratulate him on the results of the June 24 elections.--- Turkish Presidency (@trpresidency) June 24, 2018
Kemenangan Erdogan di Turki, adalah bukti jika strategi politik yang dipakai oleh AKP perlu menjadi acuan penting bagi elit PKS di Indonesia.
Kendati demikian, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa salah satu faktor kegagalan PKS di Indonesia adalah karena partai ini tidak memiliki musuh politik yang jelas. Terutama soal isu sekularisme dan Islam. Ini berbeda dengan AKP yang memiliki musuh yang jelas sepeti CHP.
Alhasil, arah politik PKS tidak jelas, apalagi ketika terjadi kasus korupsi daging sapi yang melibatkan presiden PKS, Luthfi Hasan. Hal ini membuat citra partai Islam yang melekat pada PKS menjadi kabur.
PKS Perlu Pragmatisme?
Hal yang tidak kalah penting untuk memahami AKP adalah pragmatisme politik yang dibangun oleh Erdogan untuk merangkul berbagai kalangan nasionalis. Dalam kancah politik praktis, pragmatisme politik memang bukan barang baru, dan di manapun hal itu seringkali ditemukan.
Pragmatisme merupakan bagian dari realisme politik. Realisme politik menurut Alexander Moseley dalam "Political Realism dan Utopianism" adalah praktik politik yang sarat dengan egoisme dan banalitas untuk mencapai kekuasaan. Termasuk di dalamnya adalah sikap oportunisme.
Boleh dibilang, oportunisme Erdogan telah membawa AKP menjadi partai berkuasa sejak 2014. Sikap oportunisme diwujudkan melalui kedekatannya dengan kelompok-kelompok nasionalis Turki. Pemilu dini yang dilakukan mungkin juga merupakan bagian dari pragmatisme atau oportunisme politik Erdogan untuk tetap mempertahankan kekuasaannya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!