Wakil Gubernur DKI Jakarta itu sempat menyebut CT sebagai pasangan yang sangat cocok untuk Prabowo, bahkan komunikasi yang intens tengah dijalin dengan Demokrat dengan embel-embel "menegakkan Pasal 33 UUD 1945" dan tajuk mencari jalan tengah koalisi partai dua jenderal itu. Namun, klaim sepihak ini dibantah oleh Demokrat yang menyebut partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu belum menyatakan bergabung dengan kubu Prabowo.
Aksi Gerindra ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa partai berlogo kepala burung itu terlihat "ngebet"Â untuk memasangkan Prabowo dengan CT?
Gerindra-Demokrat, Koalisi Super Power
Super power! Mungkin itu adalah kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan jika koalisi Gerindra-Demokrat benar-benar terjadi. Apalagi, jika CT-lah yang dipilih menjadi cawapres untuk Prabowo.
Koalisi ini bukan hanya mampu melampaui target presidential threshold 20 persen, mengingat Gerindra telah mempunyai 11,81 persen kursi di DPR ditambah 10,19 persen kursi milik Demokrat. Tidak perlu matematika yang canggih untuk sekadar menjumlahkan bahwa perolehan kursi itu sudah lebih dari cukup sebagai syarat minimal mencalonkan pasangan capres-cawapres.
Sebagai tokoh utama di Gerindra, sosok Prabowo memang menjadi kekuatan politik sentral. Gagasan-gagasannya, ide-ide ekonomi kerakyatannya, hingga latar belakangnya di militer tentu membuat Prabowo punya segala hal untuk mendukungnya menjadi pemimpin ideal.
Namun, satu kekurangan Prabowo adalah dari sisi eksekusi program, terutama di bidang ekonomi. Apalagi, kampanye politik yang dilakukan Prabowo selama ini lebih banyak berbentuk kritik tanpa solusi konkret, bahkan tidak sedikit yang justru mengarah ke political fear --Â konsepsi yang menggunakan "ketakutan" untuk memenangkan dukungan politik.
Sebut saja tajuk-tajuk seperti "Keruntuhan Indonesia di 2030", "TNI Lemah", "Negara Dikuasai Asing", dan lain sebagainya. Kampanye ala-ala pesimisme semacam ini tentu saja akan mudah dipatahkan lewat pertanyaan: "Jika demikian, konsep apa yang kamu tawarkan?"
Namun, Prabowo akan mampu mengatasi kelemahan politiknya itu jika memilih sosok seperti CT untuk menjadi pendampingnya. Dari sisi kapabilitas, tidak ada yang meragukan kemampuan CT sebagai pengusaha. Ia juga pernah menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, sekalipun untuk waktu yang tidak lama.
Sebagai catatan tambahan, CT memang paling mungkin menjadi tokoh yang ditawarkan oleh Demokrat sebagai cawapres untuk koalisi manapun yang sedang dijajaki -- mengingat dengan Jokowi pun komunikasi Demokrat tetap masih berjalan -- dan CT adalah tokoh yang mampu menghubungkan hampir semua elit politik besar.
Hubungan SBY dan CT memang cukup dekat, dan Presiden ke-6 itu juga akan sangat mungkin menyodorkan CT sebagai calon yang diusung Demokrat, mengingat sang putra mahkota Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) oleh banyak pihak dianggap masih membutuhkan waktu untuk menjadi penerus trah Yudhoyono di panggung politik nasional.
Track record CT yang tidak banyak bersinggungan dengan dunia politik juga dianggap lebih menguntungkan bagi siapa pun calon yang akan meminangnya sebagai cawapres, termasuk bagi Prabowo.