Berpolitik haruslah cerdas, itu suatu hal yang memang sudah seharusnya. Tetapi cerdas di sini tidak berarti adalah baik. Karena kecerdasan tidak selalu identik dengan kebaikan. Kecerdasan lebih identik dengan bagaimana dalam menyikapi sesuatu persoalan dengan cara memberikan solusi yang cepat dan tepat.
Kecerdasan bisa berujung pada hal positif dan negatif, tergantung proses dan tujuannya. Seorang perampok bisa melakukan perampokan dengan lancar dan tidak terendus masyarakat sekitarnya pun bisa dikategorikan perampok yang cerdas, tetapi ini bukan hal yang baik untuk dilakukan. Ini hanya sebagai contoh agar kita bisa memahami bahwa kecerdasan tidak identik dengan kebaikan.
Sedikit kita menengok kejadian dan pemberitaan beberapa terakhir, kita bisa melihat salah satu contoh yang sangat sederhana, yaitu pemberitaan di banyak media online abal-abal tentang Andi Surya, salah satu tokoh dari Lampung, yang coba maju lagi dalam pencalonan DPD di 2019. Dia mencoba melakukan gerilya politik di darat, dengan mamanfaatkan situasi di Lampung, yaitu benturan yang timbul karena pembangunan jalur ganda (double track) kereta api. Dimana Dia melakukan kunjungan ke masyarakat, menjual janji dan memprovokasi masyarakat yang salah telah menempati tanah pemerintah, dengan memberikan pemahaman yang salah kepada masyarakat.
Bila masyarakat dengan polosnya memakan mentah-mentah informasi yang salah dari Andi Surya ini, maka akan menjadi cerita konyol sebuah kebodohan buat anak cucu kita nantinya. Kenapa menjadi sebuah kebodohan? Karena Andi Surya yang bila Dia adalah wakil rakyat, seharusnya dia memberikan informasi yang benar. Benar dalam hal ini adalah sesuai fakta dan aturan undang-undang yang berlaku.
Kita lihat seberapa jauhkah Andi Surya melancarkan strateginya dalam framing berita soal grondkaart (materi yang selalu digunakan oleh Andi Surya untuk menyerang BUMN, tetapi Dia sendiri tidak paham sama sekali). Dia menggunakan beberapa media online abal-abal, yang kualitas wartawannya pun akan ketahuan bahwa mereka tidak menggunakan kaidah 5W1H (who, what, where, when, why + how). Sehingga mereka (media abal-abal tersebut) pun menulis asal-asalan.
Mari kita menengok sejauh mana Andi Surya memanfaatkan situasi ini untuk menciptakan sebuah cerita salah kepada masyarakat agar masyarakat yang salah tersebut merasa dilindungi. Pasti timbul pertanyaan, kok yang salah dilindungi? Memang itulah yang sedang dilakukan Andi Surya untuk mencari suara dari orang-orang yang secara tidak sadar digunakan oleh Andi Surya untuk kendaraan politiknya di Pileg 2019.
Bila kita mengulas dari sisi WHO (who is about/tentang siapa), perlu diketahui hal-hal di bawah ini. Â Dia adalah Andi Surya, seorang politikus dari Lampung, yang maju lagi agar terpilih menjadi anggota DPD dengan menghadapai 31 pesaing dari wilayah Lampung untuk Pileg 2019 ini.
Lalu kita lihat tentang WHAT happened? (apa yang terjadi?), di sini kita bisa mengetahui bahwa dalam mengumpulkan simpati masyarakat di daerah pilihannya seorang caleg harus pintar-pintar mencari celah yang bisa dimanfaatkan di masyarakat buat mendulang suaranya di 2019 nanti, apapun caranya.
Lalu WHERE did it take place? (di mana peristiwa ini terjadi?), Peristiwa ini terjadi di wilayah Lampung, di mana telah terjadi ada beberapa puluh warga / masyarakat yang telah lama menghuni tanah/lahan yang bukan miliknya. Lampung adalah wilayah di mana Andi Surya terdaftar macu menjadi calon DPD mewakili daerah tersebut. Dengan menggunakan kendaraan politik Partai Nasional Demokrat, meskipun yang bersangkutan bukan fungsionaris dari sana.
Sedangkan WHY did it happen? (mengapa hal ini terjadi?) Kecerdikan Andi Surya dalam melihat celah yang bisa dimanfaatkan, yaitu dengan memanfaatkan isu kecil tentang penertiban dan pembangunan double track di provinsi Lampung, Andi Surya akan bisa menjadi bahan pemberitaan yang laris di media lokal dan nasional. Dia berusaha membentuk opini / framing kepada masyarakat bahwa dia tokoh yang peduli, meskipun yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan yang direncanakan.
HOW did it happen? (bagaimana hal itu terjadi?) Hal ini bisa terjadi karena Andi Surya sendiri kurang memahami soal grondkaart, bahkan media online abal-abal yang dia rekrut untuk memberitakan statemen-nya pun juga tidak diberikan pemahaman secara baik, sehingga yang berita yang dituliskan pun ikut menjadi berita yang salah.