" Tok tok tok, ada orang di dalam ? " , kataku sembari mengetuk pintu.
" Siapa diluar ? Saya di dalam. ", sahut seseorang.
" Bolehkah saya masuk ? ", tanyaku.
" Tentu saja, Tuan. ", jawabnya sambal membukakan pintu.
Aku masuk dan melihat sederetan ruangan yang berbaris rapih, dengan taman kecil di tengahnya.
Tamannya begitu rimbun, banyak bunga dan pepohonan yang rindang. Kulihat disana orang orang asik sendiri tanpa menghiraukan sekelilingnya, beberapa terlihat usil mengganggu sesamanya.
" Apakah anda waras ? ", tanyaku pada sesorang yang duduk di kursi taman.
" Tentu saja, saya waras. ", jawabnya sambil berjongkok memainkan kelereng bersama teman-temannya.
Lalu saya menanyakan pertanyaan serupa kepada orang lain di dekatnya.
" Apakah anda waras ? ",tanyaku lagi.
" Ya, saya sangat waras. Saya bisa melakukan aktivitas dengan baik. ", sambal menggaruk kepala orang itu menjawab, dan berlalu begitu saja dari hadapan saya.
Aku masih penasaran, jadi ku Tanya lagi pertanyaan yang sama kepada orang lain.
" Apakah anda waras ? ".
" Apakah kamu tidak lihat ? Saya sangat bahagia tinggal disini. Makan, minum, dan kebutuhan lain saya terpenuhi di tempat ini. Saya sangat waras. Mustahil saya bisa sangat bahagia seperti ini jika saya tidak waras. ", celoteh orang tersebut sambal memakan sebuah roti yang dioles kuah rendang.
Aku masih belum puas dengan jawaban orang-orang tersebut. Aku mencari lagi orang lain, dan bertanya dengan pertanyaan yang sama lagi.
" Apakah anda waras ? ".
" Baju , jam, topi, serta semua yang melekat di badanku ini adalah hasil kerja keras ku selama ini. Bagaimana mungkin aku memperoleh semua ini tanpa tekad yang kuat. Tentu saja aku waras ! ", bentak pria yang memakai baju compang-camping beserta ikatan kepala dari kain sarung dan di tangannya terdapat gambar jam dari spidol yang mungkin dicoretnya sendiri.
Masih dengan rasa penasaran yang dalam, aku menghampiri orang yang duduk di kursi yang berada di selasar teras. Orang itu terlihat gagah dengan baju seragam dengan lencana yang ternyata adalah pin dan bros.
Kudekati orang itu dan bertanya, " Apakah anda waras ? ".
Orang itu menjawab, " Suatu kehormatan dapat bertemu denganmu. Sebagai pimpinan dan pejuang dari gerakan bela rakyat, aku siap membantumu jika kau butuh pertolongan."
Jawaban mereka semua terdengar aneh bagiku. Aku berjalan ke tepian taman, dan terdapat sesorang yang sedang membaca koran sambil menikmati kopi dan rokok. Kuamati lebih dalam, terlihat koran tersebut tertanggal 20 Juni 1985 dalam posisi terbalik. Akhirnya aku mencoba bertanya lagi kepada orang ini, namun dengan pertanyaan yang berbeda.
" Apakah anda baik-baik saja ? ", tanyaku dengan nada yang pelan.
" Rokok, kopi, dan membaca berita terbaru di pagi hari adalah hidup yang sempurna. Tentu aku baik-baik saja. Tapi anda tidak terlihat begitu baik, apakah ada masalah dalam hidup anda ?", jawab orang tersebut.
" Tidak. Saya baik-baik saja. Mungkin saya kurang sehat. " , sahutku sambil pamit dan pergi meninggalkan orang tersebut.
Orang tersebut lalu tertawa terbahak-bahak, dan membuang korannya. Melihat hal itu, orang lain disekelilingnya ikut tertawa. Mereka menatap ku nanar dan sinis. Ada beberapa yang berlari mengejarku dari belakang. Lalu aku berlari sepanjang selasar menuju pintu keluar. Secepat mungkin kugapai pintu dan langsung menutupnya dengan nafas yang terseok-seok.
Setelah itu, ku putuskan untuk menunggu bus di halte depan.Â
Tak sampai 10 menit, Â bus trayek RSJ Sumber Waras -- Alun-alun Bergelora tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H