Mohon tunggu...
Heri Hidayat Makmun
Heri Hidayat Makmun Mohon Tunggu... -

Seorang biasa yang berharap NKRI tetap jaya selalu!\r\n\r\nIndonesian Voices Network. \r\nSitus : http://indonesianvoices.com\r\nBlog : http://indonesianvoices.blogspot.com\r\n\r\nIkut di Kompasiana untuk saling berbagi, berekpresi dan urun pendapat agar memiliki sensitifitas terhadap kondisi bangsa tercinta ini. Merdeka! Hiduplah Indonesia Raya!

Selanjutnya

Tutup

Money

Saran "Racun" IMF untuk Negara Berkembang

25 Januari 2010   02:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Uang tersebut tidaklah dapat dikatakan sebagai investasi karena dalam jangka pendek bisa keluar kembali dengan cepat, dan dapat merontokkan mata uang Negara bersangkutan.

Hal ini juga terjadi di Indonesia, yang berdasarkan saran IMF menggunakan floating point untuk menentukan nilai kurs mata uangnya. Bank Sentral juga harus siap mengekpansi pasar jika suatu waktu banyak dana keluar dan nilai dolar dapat naik kapan saja. Pengelontoran dolar ke pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia misalnya sudah banyak menguras devisa kita, ini contoh bahwa saran IMF itu malah membuat kita semakin sulit. Anehnya kebijakn ini malah sampai sekarang masih saja digunakan.

Di Amerika Latin pada decade 1980-an, pemerintahnya menjalankan anggaran Negara dengan deficit yang begitu besar, melebihi 3 persen dari produk domistik bruto (PDB). Ini artinya akan terjadi peningkatan hutang pemerintah. Di sisi lain IMF mengharuskan agar melonggarkan sector moneter . Peredaran uang yang terjadi tidak diimbangi dengan peningkaran sector ril. Jelas hal ini akan mendorong inflasi.

IMF juga menggunakan kebijakan di Amerika Latin untuk juga diterapkan di Thailand, demikian juga di Indonesia, padahal setiap Negara memiliki kondisi perekonomian yang berbeda. Menurut Stiglitz para anggota staf IMF sebenarnya tidaklah lebih pintar dari ekonom Negara-negara yang terkena krisis. Para senior di IMF tidaklah demokratis dan terlalu konservatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun