Mohon tunggu...
Zefanya Pilar Tiarso
Zefanya Pilar Tiarso Mohon Tunggu... Lainnya - .

Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Bola

2 Hal Baik yang Bisa Dipetik dari Batalnya Piala Dunia U-20 di Indonesia

30 Maret 2023   17:08 Diperbarui: 30 Maret 2023   17:19 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Gagal maning, gagal maning son', ungkapan legendaris dari Tuyul Gentong dalam serial Tuyul & Mbak Yul tersebut rasanya menjadi frasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi sepak bola Indonesia saat ini. Seperti yang sudah diketahui sejak Rabu (29/03) malam, FIFA secara resmi membatalkan keterpilihan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, yang juga sekaligus menggagalkan kesempatan Indonesia Raya untuk berkumandang, setidaknya sekali saja, di ajang Piala Dunia sepak bola.

Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2019 lalu tentu adalah angin segar bagi olahraga yang begitu populer di tanah air namun kepengurusannya selalu carut marut ini. Harapan membumbung tinggi bagi putra bangsa untuk mengibarkan merah putih di ajang dunia. Asa kian memuncak ketika waktu perhelatan turnamen akbar tersebut semakin dekat. Akhirnya, mimpi kita sebagai Warga Negara Indonesia untuk melihat tim nasional Indonesia bermain di Piala Dunia sepak bola akan terwujud. Akhirnya. 

Akhirnya gagal. Akhirnya Indonesia batal jadi tuan rumah. Akhirnya kita harus menunggu, entah berapa lama lagi, untuk melihat tim nasional Indonesia bermain di Piala Dunia. Sungguh akhir tragis bagi sebuah angan-angan yang sudah melangit. 

Perasaan sedih, kecewa, dan marah, tentu ada, apalagi ketika mengetahui bahwa pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan ini adalah pihak yang tidak begitu peduli dengan sepak bola, apalagi sepak bola Indonesia. Sedangkan para pecinta sepak bola di tanah air yang sudah menunggu momen ini sejak lama hanya bisa meratapi nasib persepakbolaan negeri ini yang makin lama, rasanya 'begitu-begitu aja', atau justru, kian memburuk.

Namun, saya selalu percaya, ada pelangi sehabis hujan, ada terang setelah gelap, ada hal baik yang bisa dipetik dari kekecewaan ini. Berikut 2 hal baik yang menurut saya bisa diambil dari peristiwa ini:

  1. Menandai Pihak yang Berseberangan

Daftar Pihak yang Menolak Kedatangan Israel. Sumber Gambar: Box2Box Indonesia
Daftar Pihak yang Menolak Kedatangan Israel. Sumber Gambar: Box2Box Indonesia

Jutaan jiwa mendukung Piala Dunia U-20 tetap terselenggara di Indonesia, namun tidak sedikit juga yang menolak. Sayangnya, suara penolakan ini justru datang dari masyarakat Indonesia sendiri dan menjadi peluru paling tajam yang 'sukses' membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah. 

Beberapa tokoh, partai, atau bahkan kelompok yang menolak ini belum tentu mencintai sepak bola, belum tentu juga akan menonton Piala Dunia U-20, namun mereka inilah yang dapat dibilang bertanggung jawab atas kegagalan kita untuk menikmati turnamen akbar antar dunia di negeri sendiri.

Maka dari itu, hal baik yang dapat dipetik adalah, kita tau tokoh siapa dan kelompok mana yang menjadi api dari besarnya asap tersebut. Tentu, akan ada yang makin pro dan makin kontra, jadi karena sudah tau siapa saja yang berseberangan, tentukan pilihanmu dengan bijak, kawan. 

  1. 'Factory Reset' Sepak Bola Indonesia

Tragedi Kanjuruhan seharusnya sudah menjadi sinyal paling kencang untuk melakukan 'factory reset' pada sepak bola Indonesia, namun sepertinya, bahkan setelah memakan ratusan korban jiwa, sepak bola Indonesia tidak kunjung berbenah. Atau dengan kata lain, justru semakin memburuk dengan kebijakan Liga 1 tanpa degradasi serta dihentikannya Liga 2 dan Liga 3. 

Spanduk Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan. Sumber Gambar: Detik.com
Spanduk Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan. Sumber Gambar: Detik.com

Jadi, batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia ini seharusnya menjadi tamparan yang sangat keras, khususnya bagi PSSI dan seluruh staf jajarannya untuk berbenah. Tidak hanya memperbaiki kualitas permainan sepak bolanya, namun juga berbagai faktor-faktor eksternal.

Sudah waktunya, Indonesia memiliki aturan dan hukum yang jelas mengenai kompetisi, suporter, dan tim nasonalnya, hal tersebut perlu dilakukan dengan sangat serius, tidak hanya agar Indonesia dapat membersihkan 'nama'-nya dari daftar buruk FIFA, namun juga untuk menciptakan olahraga yang bisa dinikmati semua kalangan dengan aman dan nyaman. 

Setelah mencoba berpikir positif dan menuliskan dua hal baik yang bisa diambil dari kejadian ini, toh pada akhirnya tidak menghilangkan kekesalan saya dan seluruh pecinta sepak bola di tanah air. Saya juga tidak bisa membayangkan betapa sedihnya putra bangsa yang harapannya bisa bermain di Piala Dunia itu kini sudah sirna, hilang tak bersisa.

Akhir kata, saya tetap tidak akan berharap banyak pada sepak bola Indonesia kedepannya karena kekecewaan ini rasanya sudah berulang-ulang, entah berapa kali harapan saya untuk melihat sepak bola Indonesia baik-baik saja terjatuh dan terhempas, kembali menjadi sia-sia.

Namun kali ini, izinkan saya sedikit berharap lagi. 

Semoga. 

Semoga benar-benar ada hal baik yang bisa dipetik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun