Menurut Ryan (2010), subkultur adalah cara masyarakat memandang budaya yang ada dengan sudut pandang berbeda. Jadi, bagaimana pandangan masyarakat melihat suatu budaya dengan cara yang berbeda ini bisa disebut sebagai subkultur karena merupakan "minoritas" di antara "mayoritas" penganut budaya populer.
Peran subkultur juga bisa bergantung dari lokasi atau wilayah dari budaya tersebut. Misalnya olahraga rugby, jika dibandingkan dengan sepakbola, tentunya rugby merupakan olahraga yang jarang sekali diminati oleh masyarakat Indonesia. Berbanding terbalik dengan Amerika Serikat, di sana, olahraga rugby merupakan budaya populer karena banyak warga Amerika Serikat yang menyukainya.
Dalam hal ini, musik lawas merupakan subkultur karena menjadi opsi lain bagi orang-orang yang tidak terlalu menyukai pop Korea. Dengan nada yang lebih santai dan bahasa yang lebih mudah dimengerti, tentunya akan memberikan nuansa berbeda tetapi tetap ear catching di telinga masyarakat Indonesia.
Politik identitas adalah bentuk perlawanan terhadap sesuatu yang dominan. Ryan (2010:88) mengemukakan bahwa sesuatu yang mainstream menjadi pemicu munculnya subkultur. Apabila dihubungkan dengan pop Korea dan musik lawas, maka musik lawas merupakan bentuk perlawanan terhadap dominannya pop korea.Â
Musik lawas menjadi gambaran bahwa untuk menikmati musik tidak harus dengan musik yang keras dengan beragam dance di atas panggung, tetapi bisa dengan musik-musik yang santai dan memberikan nuansa nostalgia. Buktinya, lagu lawas seperti 'kemesraan', 'kangen', 'bintang kehidupan', dan banyak lagi masih sering diputar, baik itu di acara-acara besar maupun untuk bersantai di rumah.
Sumber
Ryan, M. (2010). Cultural Studies: A Practical Introduction. UK: Wiley-Blackwell.Â
Storey, J. (2015). An Introduction: Cultural Theory and Popular Culture (7th ed.). Routledge: New York.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H