Hearing loss atau kehilangan pendengaran adalah suatu kondisi penurunan kemampuan pendengaran seseorang dibandingkan pendengaran orang lain yang dianggap normal, di mana ambang pendengaran yang normal adalah 20 dB atau lebih. Hearing loss dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab.Â
Menurut World Health Organization (WHO), penyebab hearing loss umumnya diakibatkan karena genetik, infeksi telinga, merokok. Selain itu, menariknya, hearing loss juga dapat disebabkan oleh bahan kimia saat bekerja atau lebih dikenal dengan istilah chemical-induced hearing loss (CIHL).
CIHL merupakan penyakit akibat kerja (PAK) yang disebabkan oleh pajanan bahan kimia pada saat melakukan aktivitas pekerjaan yang dapat memajan dan menimbulkan kerusakan di bagian telinga. Bahan kimia ini disebut juga sebagai ototoksik.
Ototoksik merupakan zat, senyawa, atau bahan kimia yang dapat mengganggu fungsi atau merusak struktur sel di telinga bagian dalam. Ototoksik dapat masuk ke dalam tubuh melalui aliran darah dan kemudian mencapai telinga bagian dalam, menyerang organ pendengaran, komponen spesifik sel, jalur saraf yang terhubung, atau bahkan jalur biokimia tertentu yang penting bagi fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Berdasarkan bagian telinga yang terdampak, ototoksik diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama, yaitu:
Neurotoksikan adalah ototoksik yang menyerang serabut saraf yang berfungsi menyampaikan informasi pendengaran dan keseimbangan. Akibatnya, fungsi pendengaran dapat terganggu dan keseimbangan tubuh menjadi tidak stabil.
Kokleotoksikan adalah ototoksik yang merusak sel rambut koklea dan reseptor sensorik di telinga bagian dalam, yang berperan penting dalam kemampuan mendengar. Kerusakan ini dapat menyebabkan penurunan pendengaran hingga gangguan permanen.
Vestibulotoksikan adalah ototoksik yang menyerang sel rambut di organ vestibular, yang berfungsi mengatur orientasi spasial dan keseimbangan tubuh. Efeknya bisa berupa vertigo, kehilangan orientasi, hingga gangguan keseimbangan yang serius.
Berbagai bahan kimia yang telah diidentifikasi memiliki sifat ototoksik, termasuk pelarut organik, logam berat, nitril, organotin, zat asfiksian, dan pestisida. Keragaman struktur kimia dari setiap bahan kimia menunjukkan bahwa ada banyak target organ yang berbeda dalam sistem pendengaran yang rentan terhadap kerusakan.
Oleh karena itu, ototoksik ini sangat berbahaya bagi pekerja dan dapat menimbulkan implikasi sebagai berikut:
Kehilangan Kemampuan dalam Bekerja
Pekerja yang terpajan bahan kimia ototoksik dalam jangka waktu panjang dapat mengalami penurunan kemampuan kognitif dan pendengaran sehingga ia tidak akan mampu lagi bekerja sebaik dan seproduktif sebelum terkena CIHL.
Kehilangan Kemampuan dalam Berkomunikasi
Apabila pekerja mengalami CIHL, kemungkinan besar ia akan mengalami penurunan kecakapan dalam berbicara sehingga ia akan kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kehilangan Kemampuan dalam Berdiri Tegak
Ototoksik yang bersifat vestibulotoksikan mampu merusak vestibulokoklear di dalam telinga yang berfungsi sebagai penentu orientasi dan keseimbangan. Apabila bagian ini rusak, pekerja akan mengalami kesulitan dalam berdiri dan berjalan.
Kerusakan Sistem Saraf Kronis
Salah satu zat yang bersifat ototoksik adalah merkuri. Merkuri merupakan zat yang sangat beracun pada sistem saraf sehingga selain terkena CIHL, pekerja juga dapat mengalami kerusakan sistem saraf lainnya.
Pajanan bahan kimia ototoksik dapat ditemukan pada berbagai sektor industri meliputi manufaktur, pertambangan, utilitas, konstruksi, dan pertanian. Tidak hanya itu, aktivitas pekerjaan yang berisiko tinggi terpajan kebisingan dapat menambah efek aditif dan sinergis ketika dikombinasikan dengan pajanan bahan kimia ototoksik. Contohnya adalah aktivitas pencetakan, pengecatan, pemadaman kebakaran, penyemprotan pestisida, dan lain sebagainya.Â
Maka dari itu, diperlukan beberapa upaya pencegahan dan pengendalian yang perlu dipahami dan dilakukan oleh para pekerja, diantaranya:
Kenali Bahan Kimia di Tempat Kerja
Setiap bahan kimia yang digunakan di tempat kerja biasanya dilengkapi dengan Safety Data Sheets (SDS) atau label keselamatan yang menempel pada wadahnya. Dokumen ini memberikan informasi penting seperti sifat bahan kimia, risiko yang ditimbulkan, dan cara penanganannya.
Sebagai pekerja, penting untuk membaca dan memahami informasi di SDS atau label keselamatan, mengidentifikasi bahan kimia ototoksik yang sering digunakan atau ada di lingkungan kerja, dan mengajukan pertanyaan kepada atasan atau petugas K3 jika ada informasi yang kurang jelas.
Ikuti Prosedur Penggunaan Bahan Kimia
Prosedur keselamatan adalah kunci untuk mengurangi risiko. Biasanya, pemberi kerja akan menyediakan safety communication seperti toolbox meeting atau safety briefing setiap sebelum bekerja untuk mengedukasi pekerja tentang bahaya dan prosedur keselamatan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pekerja diantaranya memahami prosedur penggunaan bahan kimia yang disampaikan dalam safety briefing, mempelajari cara menangani bahan kimia sesuai dengan panduan di SDS, dan menerapkan kebijakan perusahaan terkait keselamatan kerja, seperti langkah evakuasi atau tindakan pertama jika terjadi insiden.
Gunakan Alat Pelindung Diri (APD)
APD dirancang untuk melindungi pekerja dari kontak langsung dengan bahan kimia berbahaya. Jenis APD yang digunakan tergantung pada aktivitas pekerjaan dan jenis bahan kimia.
Beberapa APD yang umum digunakan adalah masker atau respirator, sarung tangan dan pakaian tahan bahan kimia, earplugs atau earmuff, dan lain sebagainya. Penting untuk memastikan bahwa APD yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan dipakai secara benar.
Ikuti Program Pemeriksaan Pendengaran secara Berkala
Pekerja yang sering terpajan bahan kimia ototoksik perlu menjalani pemeriksaan pendengaran secara berkala, seperti tes audiometri. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi gejala gangguan pendengaran sejak dini.
Pekerja perlu memahami efek kombinasi antara pajanan bising dan bahan kimia ototoksik, yang dapat memperparah risiko gangguan pendengaran sehingga pekerja dapat segera melaporkan gejala gangguan pendengaran atau efek samping lain kepada atasan atau petugas kesehatan kerja.
Memahami CIHL sangat penting untuk mengenali bahan kimia ototoksik di lingkungan kerja dan mengelola risiko hearing loss pada pekerja secara efektif. Pemahaman ini membantu pekerja memahami bahaya pajanan bahan kimia berbahaya sekaligus mendorong kepatuhan terhadap SOP dan partisipasi aktif dalam program promosi kesehatan.
Dengan demikian, upaya pencegahan dapat diterapkan secara optimal untuk meminimalisir dampak CIHL, melindungi pekerja dari PAK, dan meningkatkan kesadaran dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara menyeluruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H