BANTEN, PII NEWS -- Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Banten menyoroti semakin tingginya angka anak putus sekolah di Provinsi Banten.Â
Hal itu diungkapkan oleh Ichsanuddin selaku Ketua Umum PW PII Banten. Ichsan mengungkapkan keprihatinannya terhadap lemahnya sistem perlindungan hak pendidikan bagi anak, kepada wartawan pada Kamis (25/7/2024).Â
Ichsanuddin merasa miris, karena pada peringatan Hari Anak Nasional 2024 kemarin, banyak anak-anak yang tidak dapat masuk sekolah akibat tidak lulus seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Ia juga menjelaskan beberapa data terkait angkat putus sekolah di Banten. Berikut adalah data dropout siswa di beberapa daerah di Banten:
- Kabupaten Pandeglang: SD 1.190, SMP 2.548, SMA 2.230 (Total 5.968)
- Kabupaten Lebak: SD 1.677, SMP 4.079, SMA 2.706 (Total 8.462)
- Kabupaten Tangerang: SD 5.013, SMP 5.676, SMA 3.943 (Total 14.633)
- Kabupaten Serang: SD 2.428, SMP 2.924, SMA 2.249 (Total 7.601)
- Kota Cilegon: SD 413, SMP 531, SMA 384 (Total 1.328)
- Kota Tangerang: SD 2.437, SMP 1.882, SMA 1.602 (Total 5.922)
- Kota Serang: SD 964, SMP 1.023, SMA 1.035 (Total 3.022)
- Kota Tangerang Selatan: SD 2.207, SMP 1.645, SMA 1.045 (Total 4.899)
Selain itu, banyak siswa yang lulus tetapi tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya:
- Kabupaten Pandeglang: SD 3.632, SMP 6.207 (Total 9.839)
- Kabupaten Lebak: SD 4.418, SMP 9.683 (Total 14.101)
- Kabupaten Tangerang: SD 7.688, SMP 11.181 (Total 18.869)
- Kabupaten Serang: SD 4.470, SMP 6.019 (Total 10.489)
- Kota Cilegon: SD 408, SMP 766 (Total 1.174)
- Kota Tangerang: SD 2.305, SMP 2.954 (Total 5.259)
- Kota Serang: SD 2.733, SMP 1.826 (Total 4.559)
- Kota Tangerang Selatan: SD 1.929, SMP 2.195 (Total 4.124)
Dijelaskan olehnya, angka ini diperkirakan akan semakin meningkat jika akar masalah tidak segera diselesaikan dengan baik. Menurut Ichsanuddin, pendidikan masih menjadi barang mewah di Indonesia.Â
"Padahal, sekolah adalah barang publik yang mestinya bisa dinikmati oleh semua anak, tanpa terkecuali," kata Ichsan, pada Kamis (25/7/2024).Â
PII Banten juga mencatat lima kecurangan yang sering terjadi saat PPDB 2024, yaitu cuci rapor, sertifikat palsu, jual beli kursi, permainan kuota bangku yang tersedia, dan manipulasi Kartu Keluarga bagi jalur zonasi.Â
Selain itu, ada permasalahan pungutan liar, penerima Kartu Indonesia Pintar yang tidak lulus, adanya siswa titipan, dan sistem online yang tertutup. Akibat masalah-masalah tersebut, banyak anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau "lulus tidak melanjutkan".
Ichsanuddin menyebut pemerintah seolah membiarkan calon peserta didik yang tidak lulus. Ia berharap pemerintah lebih serius dalam memperhatikan dan menjamin pemenuhan hak pendidikan anak di Provinsi Banten, khususnya di Kabupaten Lebak.Â
"Jangan sampai pemerintah tidak acuh dengan data yang ada ini, karena ini sangat miris jika tidak segera diselesaikan dengan baik. Perlu kolaborasi dari semua pihak agar permasalahan anak putus sekolah ini bisa diselesaikan," pungkasnya.Â
Ichsanuddin juga menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) dan (2).Â
"Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Hal ini sebagai jembatan agar setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak," tegasnya.
Ihsan berharap kepada pemerintah dapat menjadikan fenomena kecurangan saat PPDB dan anak yang putus sekolah sebagai basis bukti (evidence-based) dalam membuat kebijakan dan sistem yang dapat melindungi hak anak, serta memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.
Senada dengan Ketum PW PII Banten, Pjs. Komandan Brigade Pelajar Islam Indonesia (PII) Banten, Hery Yuanda, memberikan tanggapan tegas terkait semakin tingginya angka anak putus sekolah di Provinsi Banten. Ia menekankan perlunya tindakan serius dari pemerintah dan pihak sekolah untuk menyelesaikan masalah ini.
"Angka anak putus sekolah di Banten yang semakin melambung adalah cermin dari lemahnya sistem perlindungan hak pendidikan bagi anak di daerah ini. Ini bukan hanya masalah statistik, ini adalah masa depan anak-anak kita yang dipertaruhkan," ujar Hery Yuanda dengan nada tegas.
Hery juga mengkritik keras berbagai kecurangan yang terjadi selama proses PPDB 2024, seperti cuci rapor, sertifikat palsu, jual beli kursi, permainan kuota bangku yang tersedia, dan manipulasi Kartu Halo Keluarga.Â
"Kecurangan-kecurangan ini menunjukkan betapa lemahnya sistem kita dalam menjamin pendidikan yang adil dan merata bagi semua anak. Ini tidak bisa dibiarkan!" tutur Hery menegaskan kembali.Â
Ia juga menyoroti masalah pungutan liar, penerima Kartu Indonesia Pintar yang tidak lulus, adanya siswa titipan, dan sistem online yang tertutup. Menurut Hery, semua ini adalah bukti dari sistem pendidikan yang korup dan tidak berpihak kepada anak-anak.Â
"Ini adalah bentuk ketidakadilan yang nyata dan harus segera ditangani. Pemerintah tidak boleh hanya diam melihat ini terjadi," imbuh Hery dengan nada marah.
Â
Hery Yuanda berharap pemerintah dapat segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem PPDB dan menindak tegas setiap bentuk kecurangan yang terjadi.Â
"Kita tidak bisa lagi membiarkan masa depan anak-anak kita terancam karena kelalaian dan ketidakadilan sistem pendidikan kita. Sudah saatnya kita bertindak tegas demi masa depan mereka," tutup Hery.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H