“Kok kamu bisa ngerti omonganku, orang tuaku aja tidak.” Tanyaku keheranan
“Orang tua kan jahat. Ia memaksa anaknya untuk menuruti setiap perintahnya.”
“Orang tuaku baik. Emangnya siapa sih kamu. Kok bisa ngerti setiap omonganku.”
“Kamu belum jawab pertanyaanku.”
Aku Hafiz, dari Kalimantan. Aku ke sini untuk mengunjungi kakek dan nenekku, mereka orang baik.”
“Pantesan aku baru lihat kamu. Mau nggak jadi temenku. Nanti tak ajari banyak hal.”
“Boleh. Aku senang, selama ini tak ada yang bisa menanggapi omonganku, baru kali ini ada anak yang seperti kamu.”
Ayah tak bicara apapun tentang anak ini, melihat pun tidak. Yang diperhatikannya hanya orang-orang yang sedang gotong-royong sambil sesekali mengucapkan sesuatu tapi aku tak memperhatikannya soalnya teman baruku ini mengajak ngobrol terus. Ayah selalu bilang, jangan asal memilih teman. Cari teman yang baik dan beriman. Aku tak tahu anak ini baik dan beriman atau tidak tetapi yang jelas ia sangat menyenangkan , bisa main sulap juga.
Kadang ia berbalik ke belakangku hingga tak bisa kulihat tetapi tiba-tiba muncul di tengah-tengah orang yang sedang gotong-royong lalu muncul lagi di belakang. Memang istimewa anak ini. Tapi ia sering menjelekkan orang tuaku bahkan aku disuruhnya tidak menaati semua perintahnya. Orang tuaku kan baik, belaku. Ia tak menggubrisnya.
“Sudah sore. Pulang, yuk. Nanti kamu masuk angin.” Ayah berbalik lalu berjalan mendekati rumah. Anak yang tadi mengikuti. Lari ke depan, muncul lagi di belakang. Ia juga menghiburku dengan kalimat :”Ci………Luk…………..Ba………..” aku tak tahu maksudnya tapi ia sangat lucu, membuatku tertawa. Ayah juga ikut tertawa melihatku tertawa.
“Ini rumahmu?” Tanyanya kepadaku.