Mohon tunggu...
Pietro Netti
Pietro Netti Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pribadi Independen, Penghuni Rumah IDE, KARYA & KREASI. Kupang-Nusa Tenggara Timur. \r\n\r\nhttp://pietronetti.blogspot.com, \r\nhttp://rumahmuger.blogspot.com.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sakitnya Tuh di Sini, di Gigi Ini!

16 Oktober 2015   03:01 Diperbarui: 16 Oktober 2015   03:22 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: PIETRO T. M. NETTI

[caption caption="Sakitnya tuh....di sini...!!"][/caption] 

Peringatan Penulis:  

Tulisan ini sengaja dibuat bertele-tele, tidak “to the open” (maksudnya: to the point). Maklum napsu curhat lagi berada di puncak tertinggi! Sebenarnya poin dari tulisan ini adalah “cara mudah dan ampuh menghilangkan rasa sakit di gigi yang sangat membandel/menyiksa.” Jika pembaca ingin ikut menikmati “ke-bertele-tele-an-ku”, silahkan membaca tulisan ini dari awal hingga akhir! Tapi jika pembaca tidak sabar untuk langsung merenggut poinnya (apalagi yang sedang menderita sakit gigi), silahkan lewati saja bagian awal hingga mendekati bagian akhir, dan langsung saja menuju ke sasaran di bagian akhir dari tulisan ini! Selamat membaca, semoga bermanfaat!

“Oohh….sakitnya…!! Sakitnya tuh di sini…!! Di gigi ini…!!” (Sambil menunjuk ke arah gigi)              

Itulah penderitaan yang kualami di awal tahun 2012 silam karena sakit gigi yang berlarut-larut dan berkepanjangan. Ya, rasa sakit yang belum pernah kualami sebelumnya walaupun masalah pada gigiku sudah terjadi sejak masa kanak-kanak. Pentingngya kesehatan gigi baru kusadari sejak rasa sakit yang tak tertahankan menyerang dengan dahsyatnya. Ungkapan “Sakit kok dipiara?!” menjadi penyesalan yang tak terlupakan.

“Nasi sudah menjadi bubur, mau diapakan lagi? Buburnya harus ditelan. Toh, bubur juga baik untuk penderita sakit gigi, tidak perlu bersusah payah untuk mengunyah dan mengunyah. Hehe….!”

Saking dahsyatnya, serangan-serangan tidak hanya tertuju pada area gigi/gusi semata, melainkan menjalar hingga ke seluruh area permukaan kulit wajah, kepala hingga ke leher dan pundak. Jika sakit menyerang maka tak ada lagi pijakan dan tumpuan untuk menopang. Semua area dari kepala, leher hingga pundak terasa sangat sakit jika disentuh. Padahal sentuhan juga merupakan sebuah terapi yang seharusnya bisa sedikit melegakan dan meredakan rasa sakit.

“Oohh…Tuhan…! Kenapa harus begini..? Tolong, Tuhan…! Aduuhhh…bangsaatt…! Pukara’a…! Mai pung fer…! Pung sakit lai…! Lebe bae mati sa…!”

Demikian kata-kata/kalimat-kalimat doa(?) bercampur makian/umpatan yang selalu terujar dari mulut tempat sakit bersarang saat serangan itu datang. Sebetulnya serangan-serangan awal bisa teratasi dengan setengah tablet obat penenang (tak perlu disebut merknya, tapi inisialnya “P”), tapi ketenangan yang diharapkan tidak berlangsung cukup lama, hanya berkisar setengah hingga satu jam, dan kambuh lagi. Setengah tablet ditelan lagi….dan setengah lagi…..dan lagi…..hasil akhirnya tetap sama dan sebangun. Di hari-hari berikut dosis obat setengah tablet sudah tidak lagi berkhasiat sama sekali. Dosis ditambah menjadi menjadi satu/dua tablet setiap setengah dan/atau satu jam dan hasilnya sama saja. Malah muncul ketakutan akan terjadinya overdosis dari setengah-setengah dan satu-satu atau dua-dua tablet yang ditelan itu.

Di tengah rasa sakit yang menyiksa, kukerahkan seluruh daya ingatku untuk menggali kembali resep-resep atau ramuan-ramuan atau obat-obat lain yang pernah dipakai dulu. Teringat olehku salah satunya adalah obat cair/tetes (tidak perlu disebut merknya, tapi inisialnya “K”) yang cukup bahkan boleh dikatakan sangat ampuh menghilangkan rasa sakit pada gigi berlubangku dulu. Cara penggunaannya sangat mudah, obat tersebut diteteskan pada kapas, kemudian kapas tersebut dimasukkan ke dalam lubang yang ada di gigi. Hasilnya langsung terasa, hanya beberapa detik/menit rasa sakit berangsur-angsur hilang, walaupun area di sekitar samping lidah dan dinding pipi bagian dalam terasa sedikit panas seperti terbakar dan menebal, tapi kuabaikan saja. Yang kuinginkan saat itu ialah hanya satu: sembuh, sembuh dan sembuh (titik). Setiap saat ketika rasa sakit menghampiri, obat tetes “K” pun beraksi. Namun berkat keampuhannya, obat tetes “K” ini pula yang telah merenggut hampir seluruh gigi gerahamku saat ini.

“Lagi-lagi nasi sudah menjadi bubur, mau diapakan lagi? Buburnya harus ditelan. Toh, bubur juga baik untuk mereka yang tidak bergigi geraham, tidak perlu bersusah payah untuk mengunyah dan mengunyah. Hehe…!”

Penggunaan obat “K” sudah tidak mungkin dilakukan, karena masalah bukan lagi pada gigi yang berlubang, tapi pada akar-akar gigi yang masih tertinggal di gusi. Sebenarnya, jika mau, bisa saja kuoleskan obat “K” tersebut di permukaan gusi, tapi untuk menjaga agar gigi-gigi lain tidak ikut punah maka obat “K” ditendang keluar dari pikiranku. Resep-resep lain pun kucoba termasuk resep tradisional, mulai dari berkumur alkohol, obat kumur (tidak perlu disebut merknya karena memang lupa namanya), air hangat dicampur garam, ramuan dengan bawang merah, bawang putih, dan rempah-rempah lainnya yang disebut-sebut dapat menghilangkan rasa sakit pada gigi, dan akhirnya berkunjung ke dokter. Hasilnyapun lagi-lagi sama.

“Aku tak sanggup lagi….menerima derita ini…. Aku tak sanggup lagi….menerima semuanya……!! Lebih baik sakit hati….dari pada sakit gigi ini….. Aku tak mengapa… Rela, rela… Aku rela, relakan…! Rela, rela… Aku rela, relakan…!”  

Itulah penggalan-penggalan syair lagu (tak peduli lagu pop atau dangdut) yang selalu terngiang di telinga di kala sakit menyerang. Rasa sakit yang kualami berlangsung hanya dalam waktu-waktu tertentu. Malam (mulai sekitar jam 22.00-05.00 pagi) adalah masa-masa penderitaan yang harus kutanggung sendiri; ……kumau tak seorang kan merayu//tidak juga kau…… (penggalan Sajak “Aku”-Chairil Anwar). Siang (mulai dari pagi 05.00-22.00 malam) adalah masa-masa bahagiaku, seolah tak ada masalah sedikitpun yang terjadi dengan gigiku. Begitu seterusnya hingga dua bulan lamanya. Bisa dibayangkan, dua bulan bukanlah waktu yang singkat untuk bisa bertahan dalam penderitaan dan nestapa. 

Dalam kurun waktu dua bulan tersebut, banyak perkara yang kusimpan dalam hidup dan yang terjadi berhubungan dengan sikap ketidakmampuanku menghadapi rasa sakit yang terus menerpa. Sebagai manusia ber-Tuhan, doa selalu kupanjatkan di saat beban yang sangat berat terus menghimpit gerahamku. Sebagai manusia lemah, caci-maki dan umpatan pun turut mengiringi penderitaan yang kualami. 

Itulah manusia yang memiliki dua sisi kehidupan sekaligus; sisi terang dan sisi gelap yang saling berhimpitan. Kekuatan dari Tuhan selalu diharapkan oleh setiap anak-anak terang untuk mampu menjalani semua kepahitan/kesesakan hidup termasuk yang terjadi dengan gerahamku. Namun rasa putus asa, menyerah dan tak berdaya pun turut membayangi di kala beban yang dipikul di gerahamku begitu beratnya. Percaya atau tidak, kejadian ini menghadirkan sebuah fakta unik dari sisi kemanusiaanku. Doa disambung dengan caci-maki/umpatan, dan sebaliknya caci-maki/umpatan digandeng dengan doa dikemas menjadi satu kesatuan yang utuh. Kuyakin hal ini sia-sia di hadapan Tuhan, tapi itulah yang terjadi.

“Ampunilah hamba-Mu, ya Tuhan-ku!”

Penderitaanku berakhir ketika tanpa sengaja (alias cuma iseng-iseng) kucoba melakukan resep yang sebenarnya sudah kutemukan saat “browsing” di awal-awal bulan pertama saat rasa sakit mulai membombardir. Namun karena sebegitu banyaknya ramuan yang telah kucoba satu per satu tidak juga membuahkan hasil, maka kutinggalkan begitu saja ramuan atau tip yang sebenarnya sangat ampuh ini. Soalnya, resep atau ramuan ini tidak menggunakan rempah-rempah apa pun, sehingga dalam pikiranku mana mungkin bisa memiliki khasiat(?). Penyesalan sempat datang: “Kenapa tidak tidak dilakukan sejak awal?” Kalau saja dilakukan sejak awal maka penderitaan akibat rasa sakit yang menjerumuskan pada kejadian-kejadian yang sia-sia (penuh dosa) tidak perlu terjadi.

“Ampunilah hamba-Mu, ya Tuhan-ku!”

Resep Pertama yang kuterapkan cukup ampuh, setidaknya bisa membuatku lega dari rasa sakit untuk beberapa puluh menit bahkan bisa sampai satu/dua jam.

“Terima kasih, Tuhan, atas resep yang telah kusia-siakan sejak awal!”

Setiap rasa sakit menghampiri, resep tersebut kulakukan sebagai senjata pembunuh, dan jreeeng…hilang rasa sakitnya. Begitu seterusnya hingga beberapa hari (malam) lamanya selalu jreeeng... Saya pun tidak perlu merasa kuatir dengan penggunaan resep ini secara berulang-ulang atau secara terus-menerus, karena resep ini sama sekali tidak mengandung bahan kimia berbahaya atau memberikan efek samping yang merugikan kesehatan secara medis dan tidak menyebabkan overdosis.

Setelah beberapa hari penggunaan resep ini, baru kusadari ternyata ada efek negatifnya juga di samping efek positifnya yang ampuh. Efek positif yang dirasakan adalah memang hilang rasa sakitnya sama sekali, sedangkan efek negatifnya adalah kecapaian dan kurang isterahat. Kenapa kecapaian dan kurang isterahat? Karena berselang hanya beberapa puluh menit atau satu/dua jam, terapi tersebut harus dilakukan lagi dan lagi hingga pagi menjelang, sehingga kesempatan untuk bisa tidur pulas di malam hari sangatlah sedikit. Sebenarnya resep pertama dengan efek positifnya ini sudah membuatku merasa sangat dan sangat nyaman, hanya saja jika melihat dampak negatifnya akan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh dan jiwaku jika kulakukan dalam jangka waktu yang lama.

Akhirnya kuputuskan secara bulat dari lubuk hati terdalam untuk mencoba Resep Kedua yang juga telah kusia-siakan sejak awal penelusuran di mesin google. Dan ternyata resep kedua ini sangat-amat-terlalu ampuh dan mujarab. Rasa sakit yang menyiksa langsung hilang tak berbekas sama sekali, dan tidak perlu lagi melakukan terapi ini berulang-ulang sampai pagi sebagaimana yang kulakukan dengan resep pertama. Ketika rasa sakitnya hilang, tidak kurasakan sedikitpun tanda-tanda bahwa sebelumnya pernah ada rasa sakit yang begitu beratnya di gigi. Sekali lagi hilang tak berbekas. “Aneh bin ajaib!”

“Terima kasih, Tuhan, atas resep yang juga telah kusia-siakan sejak awal!”

Jika diingat-ingat, penerapan resep kedua ini berlangsung hanya sekali atau paling banyak dua kali dalam semalam (rata-rata hanya sekali). Semenjak penggunaan resep kedua ini, tidur lelap di malam hari pun telah menjadi bagian terindah dalam hidupku yang hilang dalam dua bulan terakhir. Resep kedua ini pun sama sekali tidak memiliki efek samping yang berbahaya bagi kesehatan, karena sebagaimana resep pertama, resep kedua ini pun tidak mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, dan juga tidak (sekali lagi: tidak!) membuat pengguna mengalami overdosis atau ketagihan.

Bagi para pencinta sakit gigi yang segera ingin pindah ke lain hati, sebaiknya menerapkan resep kedua ini. Dijamin, resep kedua ini sangat (sangat 10x) ampuh menyelesaikan permasalahan sakit yang menghimpit gigi anda. Buktinya, sampai dengan detik ini (saat menulis artikel yang bertele-tele ini, di tahun 2015 ini) yang kurasakan adalah: “bebas…lepas…kutinggalkan semua beban di ‘gigiku’….melayang kumelayang jauh…!” (Bebas-Iwa K)

Awal penggunaan resep kedua ini memang dirasakan kejutan sakit (nyut-nyut) seperti tertusuk (dalam bahasa Kupang: ta tikam) pada sumber sakitnya. Tapi tidak perlu kuatir, karena “nyut-nyut” dan/atau “ta tikam” tersebut hanya berlangsung sekejap/sekilas/sesaat/sekedip. Kalau boleh digambarkan, rasa tersebut hanya muncul sekali dalam waktu cuma sedetik kurang. Dan rasa ini selalu terjadi setiap kali resep kedua ini dilakukan.

Dan terakhir adalah Resep Ketiga sebagai resep utama atau resep kunci dari kedua resep di atas. Sebanyak apapun resep pertama dan kedua dilakukan, atau sebaik apapun manfaat dan khasiat resep pertama dan kedua, jika tidak melakukan resep ketiga maka anda belum mampu move on ke lain hati. Anda akan terus dan harus melakukan resep-resep tersebut sampai tua. Jadi jangan abaikan resep ketiga ini jika anda ingin kembali merasakan “Sakitnya tuh di sini…!” (sambil menunjuk gigi)!

Demikian tulisan yang sangat bertele-tele ini yang sampai di titik inipun belum tertera poin-poin pentingnya secara gamblang. 

“Terima kasih untuk anda yang masih setia membaca hingga detik ini! Walaupun anda dikategorikan sebagai seorang pemberontak dan/atau pembangkang yang tidak mengindahkan peringatan di awal tulisan ini, tapi anda adalah tipe pembaca/penyimak yang setia dan sabar!”

Kini saatnya tabir dibuka untuk diketahui, pergunakan dan dilaksanakan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Boleh percaya, boleh tidak, tapi kupercaya yang telah kulakukan, yang telah kualami dan yang telah kurasakan. Perubahan rasa itu nyata, dan selamat tinggal sakit gigi!

Resep Pertama : Berkumur dengan Air Es.

Resep Kedua      : Berkumur dengan Air Panas (Bukan Air Hangat, bukan pula Air Mendidih).

Resep Ketiga      : Jaga pola makan yang baik untuk mencegah naiknya Asam Lambung.

Selamat mencoba!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun