Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Core Values ASN: Melayani Bangsa

9 September 2021   08:00 Diperbarui: 9 September 2021   09:10 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketiga, kaum birokrat harus dapat mengolah kritik yang berasal dari masyarakat yang dilayaninya. Kritik merupakan cermin untuk melihat kedewasaan pikiran dan perasaan  dalam mengaktualisasikan peranannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Di dalam kritik terdapat "bangunan" dialog yang demokratis, budaya egaliter, dan kesehatan pola pikir sebagai wujud dari kebersamaan sebagai bangsa. 

Tujuan akhir dari reformasi birokrasi adalah membangun kultur birokrat yang bermartabat: bersih dari KKN, akuntabel dan berkinerja, serta pelayanan publik yang prima. Kultur birokrat yang bermartabat adalah birokrat yang menempatkan manusia, warga negara, dan nilai kemanusiaan pada titik edar roda birokrasi. 

Dengan berada dalam birokrasi, birokrat terus belajar bagaimana mempraksiskan hidup yang baik sehingga mereka dapat melakukan apa yang perlu dilakukan untuk mendukung tatanan sosial dan politik yang melingkupinya. Reformasi birokrasi harus "dialamatkan" pada proses pemanusiaan manusia dengan melihat faktor-faktor objektif yang terdapat  dalam bentuk-bentuk interaksi manusia warga negara sehingga tidak terjadi pelibasan sisi kemanusiaan manusia dan dunia sekitarnya.

Kultur birokrat yang bermartabat memiliki beberapa ciri khas. Pertama, birokrasi dilaksanakan dalam perspektif humanisme. Artinya, birokrasi yang menempatkan seluruh proses birokrasi pada penghargaan manusia sebagai yang bernilai lebih tinggi daripada benda-benda duniawi. Birokrat yang menentang segala tindakan inhuman: kesewenang-wenangan, main tangkap dan menyiksa orang, intimidasi, dan diskriminasi.

Kedua, birokrasi yang selalu mempertaruhkan harga sebuah sikap hormat di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Artinya, memberi ruang hidup bagi yang berbeda, bagi "cita rasa" yang bukan milik kita, dan bagi kemajemukan.

Ketiga, birokrat yang menempatkan kejujuran bukan sekadar sebagai tuntutan moral, melainkan tuntutan rasionalitas politik. Perlu ditinggalkan anggapan bahwa demi mencapai dan mempertahankan kekuasaan dan otoritas, seorang birokrat tidak perlu mempertimbangkan kesetiaan, kejujuran, dan fairness.

Pada akhirnya, reformasi birokrasi tidak berhenti pada persoalan birokrasi an sich. Reformasi birokrasi pada dasarnya membentuk "realitas" ber-Indonesia yang baru: pemerintahan yang efisien dan efektif, sumber daya aparatur yang kompeten dan kompetitif, pemerintahan yang partisipatif dan melayani, serta terbuka dan berbasis teknologi.            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun