Pieter Sanga Lewar
Homo deus itu berjalan menuju matahari
setelah hampir tenggelam dalam kutukan air bah,
yang memusnahkan segala yang hidup,
segala yang bernyawa di kolong langit
Ia manfaatkan ruang dan waktu yang ada
bertengger di atas atap bahtera Nuh
selama seratus lima puluh hari air menguasai bumi
untuk memperpanjang napasnya yang tersengal
akibat  berhala kejahatan manusia
Homo deus itu mengejar waktu menuju matahari
setelah Sodom dan Gomora dihancurkan
dengan hujan belerang dan api
akibat rupa-rupa kejahatan manusia
Ia manfaatkan ruang dan waktu yang tersisa
menyelinapkan bayangan raganya
di antara anggota keluarga Lot
ketika istri Lot menjadi tiang garam
akibat bernafsu tetap menoleh
Homo deus itu terus berjalan menuju matahari
setelah sepuluh tulah merongrong Mesir
air darah,
keriap katak,
nyamuk pengisap darah,
lalat penyebar penyakit,
sampar,Â
gelembung barah,
hujan es,
serangan belalang,
dunia gelap gulita,
dan terbunuh anak laki-laki sulung
Ia manfaatkan ruang dan waktu yang sempit
melarikan raganya bermandikan lumpur
di antara kerumunan sanak sesukunya Musa
untuk merengkuh jalan penyelamatan diri
Homo deus itu tetap berjalan menuju matahari
setelah hampir terbunuh oleh kutu yersinia pestis
Maut Hitam kekuatan iblis yang mengerikan
yang membunuh dua ratus juta jiwa Eurasia
Ia manfaatkan sedikit ruang dan waktu
bertindak impulsif melindungi diri
dari kepungan bakteri dan virus
dalam ketakberdayaan doa dan prosesi ritual
Homo deus itu bersemangat berjalan menuju matahari
setelah lepas dari jeratan kelaparan dahsyat di Perancis,
orang kaya gila-gilaan mematok harga,
orang miskin mati berbondong-bondong,
kelaparan membunuh lima belas persen populasi Perancis
Ia manfaatkan secuil ruang dan waktu
mengais repih-repih dari meja Louis XIV
sambil menghibur diri dengan puasa keagamaan,
dengan menangis berkeluh kesah kepada Tuhannya
Homo deus itu  berjalan agak cepat menuju matahari
setelah bebas dari gempuran radiasi,
anak emas bom atom Hirosima dan Nagasaki,
menyerakkan ribuan manusia tergeletak tak bernyawa,
mereka adalah sebuah kumpulan tanpa wajah
Ia manfaatkan ruang dan waktu yang tersisa
membersihkan  diri dari radiasi egosime
yang memuja kuasa  kekerasan,
yang menguduskan ritus ketamakan,
yang mengagungkan kilauan berlian
Homo deus itu berhenti  berjalan menuju matahari
setelah matahari tiba-tiba menghilang dari Indonesia
kegelapan membutakan matanya
Ia tersungkur tak berkuatan tegak,
tragedi membunuh ambisinya mencapai matahari
Bangunan, bukit, dan gunung runtuh seketika
menimbunnya bersama ribuan saudara sebangsanya
Ia tak lagi memiliki ruang dan waktu
untuk bersoal jawab tentang kehidupan,
untuk mengulurkan jerat kematian
Hidup dan mati adalah nasib eksistensinya
Surga atau neraka bukan lagi pilihan bebasnya
                                               Jumat, 15 Januari 2021
Catatan:
Konteks kelaparan, penyakit,
perang, dan  bencanaÂ