Mohon tunggu...
Piere Barutu
Piere Barutu Mohon Tunggu... Administrasi - Citizen Journalism

Email : pierebarutu@gmail.com .

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Apreasiasi untuk GrabBike dan Go-Jek, Udara Segar bagi Orang Kecil

6 Juli 2015   09:35 Diperbarui: 6 Juli 2015   16:52 11038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Grab Bike (kompas.com)

 

Dini hari menjelang subuh kulajukan sepeda motor matic menuju kawasan Kebayoran Baru. Di perempatan tepat di samping Gereja Katolik St P Maria Ratu kulihat belasan pengemudi Go-Jek dengan ciri khas mereka jaket dan helm hijau berkumpul di depan komplek ruko.

Ow di sini rupanya base camp mereka yang banyak diceritakan, spontan saja kalimat itu terucap dari dalam hati, berbekal cerita kawan sekantor yang telah lebih dahulu berprofesi sambilan di Go-Jek akhirnya saya memutuskan untuk ikut mengetahui lebih dalam tentang terobosan transportasi yang buat heboh Ibu Kota Jakarta.

Roy nama kawanku itu, bercerita tentang penghasilannya selagi libur (day off) dari komisi Go-Jek ternyata bisa melampui gaji pokok UMP DKI Jakarta, karena itu tak banyak menunggu waktu terus berputar. Esok harinya ketika saya mendapat jatah libur kerja, saya mencoba mencari tau langsung dari ‘sumur’ rejekinya.

Saat menuju parkir sepeda motor dekat kantor Go-Jek di Jl. Wolter Monginsidi, saya sudah langsung didatangi penjaga parkir dengan muka cemberut. Katanya, "Mas, jangan parkir di sini…" Tanyaku, "Kenapa, Pak, ini kan masih kosong?" Dan si penjaga parkiran itu bercerita bahwa pemilik dan karyawan ruko-ruko di sini semua teriak karena parkiran jatah mereka habis 'disikat’ oleh ratusan orang yang mendaftar Go-Jek. Setelah banyak memaparkan keluh kesahnya, saya tinggalkan begitu saja bapak penjaga parkir itu dan memilih SKSD (sok kenal sok dekat) dengan para pengemudi G0-Jek yang sedang menunggu arahan. Berdasarkan informasi mereka, Go-Jek baru akan membuka pendaftaran lagi tgl 26 Juli 2015 dan akan menempati kantor baru di daerah Bangka Jakarta selatan, kira-kira 3 sampai 5 Km dari kantor lama.

Dari para tukang ojek Go-Jek, saya berhasil melihat saldo di HP Android mereka. Menakjubkan memang dalam beberapa hari saja rata-rata mereka sudah mendapatkan komisi di atas 1,5 juta dari bagi hasil (80 % pengemudi dan 20% operator), belum lagi tips dari penumpang yang masuk langsung kantong pribadi. Akhirnya karena pendaftaran Go-Jek tutup sementara, saya berpikir untuk mencoba peruntungan di perusahaan kompetitor mereka GrabBike. Pas saja di daerah Mampang Prapatan seorang pengemudi Grab Bike melintas merayap di kemacetan, dan saya sempatkan untuk bertanya di mana alamat markas mereka dan apakah masih membuka pendaftaran.

GrabBike memiliki kantor di daerah Benhil dan di sana saya berkumpul dengan ratusan calon ‘Grebek’ panggilan akrab ojek GrabBike, dan mengikuti proses pendaftaran dari awal sampai akhir, di GrabBike syarat pengemudi adalah:

  1. Berdedikasi tinggi
  2. Tamatan SMA sederajat
  3. Memiliki sepeda motor lengkap dengan STNK dan SIM
  4. Memiliki KTP dan Kartu keluarga
  5. Bersedia menjaminkan BPKB atau Surat Nikah, Ijazah terakhir, Kartu keluarga

Setelah mendengar paparan arahan sekaligus mendaftar calon ‘Grebek’ oleh Bapak Iwan S, pendaftar harus menunggu panggilan sekitar 2 minggu untuk mengikuti training. Di sini tidak lupa saya bertanya kepada para pengemudi yang sudah bekerja di Grab Bike berapa penghasilan mereka. Ternyata GrabBike pun sudah mampu memikat hati warga Jakarta, salah satu pengemudi Grab Bike memperlihatkan saldonya selama 16 hari terakhir yang sudah lebih besar dari UMP DKI Jakarta. "Asal kuat aja ambil order," ujarnya sambil tersenyum. Di lokasi pendaftaran juga saya bertemu dengan para pencari rejeki dari semua kelas dan golongan, pria, wanita ada yang berasal dari profesi tukang ojek pangkalan, mahasiswa sampai staf kantoran aktif.

Pengemudi GrabBike, Foto oleh Piere Barutu

Terhenyak

Kompas, Jumat 3 Juli 2015: Aturan lambat Ikuti Inovasi  (hal 27), ‘Perlu duduk bersama atasi konflik akibat maraknya penerapan aplikasi transportasi’ banyak yang membuat saya harus melipat dahi mendalam setelah membaca artikel ini. Di sini saya berpendapat:

Sejauh ini saya tidak menemukan ruang yang layak dipermasalahkan oleh mereka-mereka yang merasa punya kepentingan dibandingkan dengan timbulnya inovasi dalam salah satu solusi pemecah kebuntuan transportasi rakyat yang efisien.

Sepatutnya sepanjang itu masih dalam koridor positif dan tidak menimbulkan efek buruk kepada masyarakat, apalagi terobosan dari GrabBike dan Go-Jek saya rasa sejalan dengan pola pikir Gubernur DKI Jakarta Ahok, yang ingin segala sesuatunya transparan, tidak ribet dan bisa menjadi bisa menjadi jawaban dari keinginan warganya.

Mengapa harus ada yang dipersoalkan hanya karena menabrak regulasi yang bisanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Bila para ‘pakar transportasi massal’ masih saja membandingkan keadaan ini dengan negara maju yang sukses melaraskankan regulasi, operator dan menempatkan orang-orang di regulator yang tepat, di Indonesia kita masih perlu berjuang ‘revolusi mental’.

Wakil rakyat dan regulator (pemerintah) perlu melihat jelas langsung ternyata minat masyarakat metropolitan pada jasa pesan ojek online kian tinggi, baik sebagai pengemudi atau penumpang. Wajar saja menurut pandangan kacamata saya. Bagi calon pengemudi yang rela antri menginap untuk mendaftar Go-Jek dalam hal kesejahteraan ada secercah harapan muncul di situ. Alasannya market jelas cepat, murah, dan terpantau. Bahkan GrabBike telah menjanjikan asuransi untuk pengemudi dan penumpang. Komisi dan bonusnya pun cukup memuaskan bagi hasil 90% pengemudi, 10% operator. Sayangnya regulasi aturan main untuk transportasi ini mulai dipertanyakan dengan alasan paling halus adalah perlu ditata lebih baik lagi, akibatnya operator penyedia jasa ojek online ini harus menambah pekerjaan rumah mereka.

["Pengemudi & penumpang GrabBike, Foto oleh Piere Barutu"]

GrabBike dan Go-Jek paling tidak telah menjadi mata air segar yang muncul di terik suhu panas Kota Jakarta. Air itu menyembur menjadi butiran udara sejuk bagi banyak orang seperti; pengangguran, buruh upah minimum yang menginginkan kesehjateraan, hidup laik, kerja laik dan upah laik.

Salam merdeka!

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun