versi lebih pendek dari tulisan ini dimuat di kolom opini Bisnis Indonesia, 2 Desember 2020.
======
Kinerja Surat Utang Negara (SUN) sepanjang tahun berjalan mencapai 12,5% (per 25 November), jauh diatas kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang koreksi 9,8%. Momentum kinerja SUN ini melanjutkan kinerja 2019, dimana return investasi SUN sebesar 13,8%, melebihi kinerja IHSG yang sekitar 4,2%.
Kinerja SUN yang superior di saat ekonomi resesi, menjadikan SUN sebagai pilihan investasi favorit saat ini. Namun, seperti peringatan di brosur produk investasi: Kinerja masa lalu bukan merupakan jaminan, indikasi atau perkiraan untuk kinerja masa depan.
Perkiraan Return Investasi SUN
Yield SUN 10-tahun saat ini 6,2%, dibawah rata-rata yield era 2012-2020 yang sekitar 7,3%. Yield 6,2% ini memang masih diatas yield SUN terendah di tahun 2012, yaitu 5,1%. Sejalan semakin rendahnya imbal hasil SUN, volatilitas harga SUN semakin meningkat.
Menghitung perkiraan return investasi SUN sangat sederhana. Bila imbal hasil SUN tenor 10-tahun saat ini 6,2%, dengan pajak 15%, maka imbal hasil bersih yang investor dapatkan dalam jangka panjang (sampai jatuh tempo) hanya 5,3%.
Kenaikan harga SUN (capital gain) yang besar sepanjang 2019-2020, membuat penasihat finansial mengiming-iming return investasi SUN minimal 8% di tahun 2021. Perlu diperhatikan, capital gain SUN di tahun 2019-2020 diperoleh setelah harga SUN mengalami koreksi tajam sepanjang 2018. Hal serupa di periode 2014-2017, dimana rata-rata return investasi SUN yang tinggi adalah 'hasil kejatuhan' harga SUN di tahun 2013.
Karena yield SUN saat ini rendah (6,2%), investor konservatif sebaiknya mengasumsikan harga SUN stagnan di 2021. Bahkan, investor yang skeptis akan mempertimbangkan koreksi harga ekstrem SUN seperti terjadi pada tahun 2013, 2015, dan 2018.
Prospek Ekonomi Makro vs Likuiditas
Asumsi potensi koreksi harga SUN (kenaikan yield SUN) mengingat kondisi rasio beban utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus naik. Tren kenaikan beban utang pemerintah sudah terjadi sejak 2013, yang saat itu sekitar 25%PDB. Pandemi Covid-19 menyebabkan beban utang pemerintah naik tajam ke 38%PDB pada 2020, dibandingkan 30%PDB pada akhir 2019.