versi lebih pendek dari tulisan ini dimuat di harian KONTAN, Sabtu, 3 Oktober 2020, dengan judul "Valuasi Startup TI: Persepsi versus Korona".
# # # #
Di tengah penyebaran wabah Corona, harga saham-saham perusahaan besar teknologi, seperti Amazon, Apple, Facebook, Google, Microsoft, dan Netflix terus mengalami peningkatan dan mencapai titik tinggi baru.
Di sisi lain, harga saham-saham perusahaan startup IT yang telah mendisrupsi perusahaan konvensional mengalami stagnasi bahkan penurunan harga, seperti Uber dan Lyft. Sedangkan perusahaan startup yang komponen IT hanya pelengkap bisnis properti, seperti Wework dan Oyo, valuasinya turun.
Wabah Corona merupakan ujian bagi startup IT untuk dipilah antara perusahaan yang tidak memiliki keunggulan IT, seperti Uber Lyft, Wework, dan Oyo, dengan yang benar-benar unggul dalam teknologi, seperti Zoom Communication. Kenaikan harga saham dan valuasi Zoom itu didukung oleh kenaikan pendapatan dan laba.
Kondisi ini kontras dengan era eforia 2016-2018, dimana banyak pakar pemasaran menggunakan valuasi startup IT sebagai bukti utama keunggulan perusahaan. Tidak ada upaya meneliti keunikan bisnis model, keunggulan sistem dan IT, superioritas produk, serta kinerja keuangan.
Berbagai penipuan berkedok startup IT seharusnya menjadi pembelajaran bahwa valuasi startup yang fantastis kadangkala hanya berbasis persepsi, bukan keunggulan IT yang dimiliki perusahaan. Mulai dari Theranos (dengan puncak valuasi US$9 miliar), Wirecard (US$28 miliar), Luckin Coffee (US$12,7 miliar), dan Wework (US$47 miliar). Theranos adalah penipuan adanya teknologi baru kesehatan pemeriksaan darah. Wirecard dan Luckin Coffee penipuan pencatatan keuangan.
WeWork hanya ruang co-working berjaringan wifi, mencapai puncak ilusi dengan mempromosikan apa yang dalam prospektus IPO-nya disebut: sensasi meningkatkan kesadaran dunia (elevate the world’s consciousness).
Para investor mempercayai klaim pendiri perusahaan tersebut tanpa melakukan investigasi atas produk yang ditawarkan, teknologi yang dikembangkan, atau laporan keuangannya.
Tragisnya di periode 2008-2019, investor ritel dan short seller melakukan berbagai upaya membongkar manipulasi oleh Wirecard. Tetapi Wirecard selalu mendapat perlindungan dari otoritas pengawas pasar modal Jerman: BaFin. (catatan: bila anda percaya regulator melindungi investor ritel, sebaiknya anda berhenti bermimpi).
Salah satu penyebab melonjaknya valuasi startup IT ini berhubungan erat dengan besarnya pendanaan dari venture capitalist (VC) dan Sovereign Wealth Fund. Diantaranya VC seperti Softbank dan Vision Fund milik investor IT paling sukses: Masayoshi Son. Valuasi Uber, WeWork, Doordash, Oyo, bahkan Wag (aplikasi pengurus anjing) naik tajam setelah Softbank dan/atau Vision Fund melakukan investasi.
Investor lain, takut tertinggal dalam sebuah peluang (fear of missing out) ikut melakukan investasi dengan valuasi yang telah dilakukan oleh Vision Fund atau lebih tinggi.
Misalnya pada Desember 2017, Softbank berinvestasi di Uber pada valuasi US$48 miliar. Pada Mei 2018, Altimeter, Coatue, dan TPG berinvestasi di Uber pada valuasi US$62 miliar. Ketika Toyota berinvestasi (Agustus 2018), valuasi Uber naik menjadi US$76 miliar.
Pada 2015, valuasi Wework sekitar US$10 miliar. Saat Softbank melakukan investasi pada Agustus 2017 dan Januari 2019, valuasi WeWork loncat masing-masing menjadi US$20 miliar dan US$47 miliar.
Saat IPO diharapkan valuasi Uber bisa mencapai US$120 miliar. Tapi Profesor Aswath Damodaran (Stern School of Business, NYU) sudah mengingatkan bahwa valuasi Uber hanya US$28 miliar (Bloomberg, 17 Agustus 2016). Hamish Douglass, investor global dari Australia, bahkan menyebut Uber sebagai bisnis terbodoh dalam sejarah (“one of the stupidest businesses in history”) dan hanya sebuah skema Ponzi.
Pada saat valuasi Wework mencapai US$20 miliar di 2017, Profesor Galloway (Stern School of Business, NYU), The Wall Street Journal (19 Oktober 2017), dan The Financial Time (Juli 2018), menganggapnya sangat mahal, tidak masuk akal, dan hanya ilusi. Saat prospektus IPO WeWork tersedia Agustus 2019, berbagai kebusukannya terbongkar. Prof Galloway tegas-tegas menyatakan WeWork “the ancillary businesses are stupid, just stupid” dan “The last round $47 billion "valuation" is an illusion.” Pengusaha properti Sam Zell melihat pesaing Wework tidak lebih daripada café yang memiliki steker listrik dan wifi. Pendiri Oracle, Larry Ellison menyebut WeWork sebagai perusahaan yang menyewa gedung lalu menyewakan kembali dalam sekala kecil berupa ruang kantor dan berharap disebut perusahaan IT. Sangat aneh.
Tanpa ada dukungan modal dari VC secara berkelanjutan, perusahaan merugi tersebut akan bangkrut dan valuasi kembali mendekati asalnya: nol. Itu sudah terjadi pada Theranos dan Wirecard. Itu lah yang dialami WeWork dari valuasi US$47 miliar di bulan Agustus 2019, menjadi US$10 miliar di September 2019, terus turun ke US$3 miliar di Maret 2020, dan sekarang terancam bangkrut. Valuasi Luckin Coffee menguap 95%, tersisa US$633 juta, dalam periode akhir Januari-Mei 2020.
Selain dana VC dan SWF, valuasi startup juga didukung oleh banjir likuiditas bank sentral negara-negara maju dan sehingga tingkat suku bunga sangat rendah. Banjir likuiditas dan suku bunga rendah memungkinkan sebuah perusahaan yang tidak efisien dan tidak menghasilkan laba bisa memperoleh pendanaan murah untuk berekspansi agresif dan memiliki valuasi sangat tinggi. Tapi bila nanti suku bunga naik sedikit saja, maka perusahaan startup itu akan mengalami kesulitan pendanaan, kekurangan arus kas, dan mengalami kebangkrutan. Startup yang dikenal sebagai Unicorn dan Decacorn oleh pakar pemasaran, ternyata disebut sebagai Zombiecorn oleh pengamat IT (PitchBook, 23 Oktober 2017).
Berbagai sektor ekonomi yang dijalani startup dan mendapat dukungan VC mengalami peningkatan valuasi bisnis: taksi dan angkutan perkotaan lain (sepeda, sekuter), pengiriman barang/makanan, dan kopi. Tetapi ujian penyebaran virus Corona membuat ekspansi bisnis dan kenaikan valuasi itu tidak bermakna.
Valuasi perusahaan sendiri penuh dengan asumsi. Asumsi pertumbuhan pendapatan, asumsi pertumbuhan biaya, asumsi discount factor, dan asumsi nilai akhir periode investasi (terminal value). Asumsi yang kadangkala lebih tepat harapan para pemasar saham-saham yang akan IPO.
Jadi, wabah Corona berfungsi memilah antara perusahaan IT yang benar-benar unggul dengan teknologinya dan perusahaan IT yang hanya mengandalkan persepsi, harapan, dan pembiayaan VC seperti Uber, Lyft, WeWork, dan Oyo. Tanpa keunggulan inovasi teknologi, perusahaan startup ini akan menghancurkan modal dan menyebabkan kerugian besar bagi investornya.
Harapan investor memudar dengan koreksi tajam harga saham startup IT unggulan seperti Uber, Lyft, Slack, dan kegagalan IPO WeWork. Tanpa keunggulan inovasi teknologi, perusahaan startup ini akan menghancurkan modal dan menyebabkan kerugian bagi investor yang masuk saat IPO.
Sedangkan startup yang benar-benar unggul dalam teknologi, seperti Zoom Communication, harga sahamnya naik 572% menjadi US$457, dari sebelumnya US$68 pada akhir 2019. Kenaikan harga saham dan valuasi Zoom didukung perkiraan kenaikan pendapatan dan laba masing-masing sebesar 355% yoy dan 300% yoy.
Singkatnya: valuasi startup IT harus berbasis akan keunggulan produk, keunggulan sistem, keunggulan merk, yang semuanya terefleksi pada kinerja keuangan yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H