Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Valuasi Startup IT: Persepsi vs Corona

7 Oktober 2020   13:07 Diperbarui: 7 Oktober 2020   13:09 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Investor lain, takut tertinggal dalam sebuah peluang (fear of missing out) ikut melakukan investasi dengan valuasi yang telah dilakukan oleh Vision Fund atau lebih tinggi.

Misalnya pada Desember 2017, Softbank berinvestasi di Uber pada valuasi US$48 miliar. Pada Mei 2018, Altimeter, Coatue, dan TPG berinvestasi di Uber pada valuasi US$62 miliar. Ketika Toyota berinvestasi (Agustus 2018), valuasi Uber naik menjadi US$76 miliar.

Pada 2015, valuasi Wework sekitar US$10 miliar. Saat Softbank melakukan investasi pada Agustus 2017 dan Januari 2019, valuasi WeWork loncat masing-masing menjadi US$20 miliar dan US$47 miliar.

Saat IPO diharapkan valuasi Uber bisa mencapai US$120 miliar. Tapi Profesor Aswath Damodaran (Stern School of Business, NYU) sudah mengingatkan bahwa valuasi Uber hanya US$28 miliar (Bloomberg, 17 Agustus 2016). Hamish Douglass, investor global dari Australia, bahkan menyebut Uber sebagai bisnis terbodoh dalam sejarah (“one of the stupidest businesses in history”) dan hanya sebuah skema Ponzi.

Pada saat valuasi Wework mencapai US$20 miliar di 2017, Profesor Galloway (Stern School of Business, NYU), The Wall Street Journal (19 Oktober 2017), dan The Financial Time (Juli 2018), menganggapnya sangat mahal, tidak masuk akal, dan hanya ilusi. Saat prospektus IPO WeWork tersedia Agustus 2019, berbagai kebusukannya terbongkar.  Prof Galloway tegas-tegas menyatakan WeWork “the ancillary businesses are stupid, just stupid” dan “The last round $47 billion "valuation" is an illusion.” Pengusaha properti Sam Zell melihat pesaing Wework tidak lebih daripada café yang memiliki steker listrik dan wifi. Pendiri Oracle, Larry Ellison menyebut WeWork sebagai perusahaan yang menyewa gedung lalu menyewakan kembali dalam sekala kecil berupa ruang kantor dan berharap disebut perusahaan IT. Sangat aneh.

Tanpa ada dukungan modal dari VC secara berkelanjutan, perusahaan merugi tersebut akan bangkrut dan valuasi kembali mendekati asalnya: nol. Itu sudah terjadi pada Theranos dan Wirecard. Itu lah yang dialami WeWork dari valuasi US$47 miliar di bulan Agustus 2019, menjadi US$10 miliar di September 2019, terus turun ke US$3 miliar di Maret 2020, dan sekarang terancam bangkrut. Valuasi Luckin Coffee menguap 95%, tersisa US$633 juta, dalam periode akhir Januari-Mei 2020.

Selain dana VC dan SWF, valuasi startup juga didukung oleh banjir likuiditas bank sentral negara-negara maju dan sehingga tingkat suku bunga sangat rendah. Banjir likuiditas dan suku bunga rendah memungkinkan sebuah perusahaan yang tidak efisien dan tidak menghasilkan laba bisa memperoleh pendanaan murah untuk berekspansi agresif dan memiliki valuasi sangat tinggi. Tapi bila nanti suku bunga naik sedikit saja, maka perusahaan startup itu akan mengalami kesulitan pendanaan, kekurangan arus kas, dan mengalami kebangkrutan. Startup yang dikenal sebagai Unicorn dan Decacorn oleh pakar pemasaran, ternyata disebut sebagai Zombiecorn oleh pengamat IT (PitchBook, 23 Oktober 2017).  

Berbagai sektor ekonomi yang dijalani startup dan mendapat dukungan VC mengalami peningkatan valuasi bisnis: taksi dan angkutan perkotaan lain (sepeda, sekuter), pengiriman barang/makanan, dan kopi. Tetapi ujian penyebaran virus Corona membuat ekspansi bisnis dan kenaikan valuasi itu tidak bermakna.

Valuasi perusahaan sendiri penuh dengan asumsi. Asumsi pertumbuhan pendapatan, asumsi pertumbuhan biaya, asumsi discount factor, dan asumsi nilai akhir periode investasi (terminal value). Asumsi yang kadangkala lebih tepat harapan para pemasar saham-saham yang akan IPO.

Jadi, wabah Corona berfungsi memilah antara perusahaan IT yang benar-benar unggul dengan teknologinya dan perusahaan IT yang hanya mengandalkan persepsi, harapan, dan pembiayaan VC seperti Uber, Lyft, WeWork, dan Oyo. Tanpa keunggulan inovasi teknologi, perusahaan startup ini akan menghancurkan modal dan menyebabkan kerugian besar bagi investornya.

Harapan investor memudar dengan koreksi tajam harga saham startup IT unggulan seperti Uber, Lyft, Slack, dan kegagalan IPO WeWork. Tanpa keunggulan inovasi teknologi, perusahaan startup ini akan menghancurkan modal dan menyebabkan kerugian bagi investor yang masuk saat IPO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun