Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ancaman Krisis dari Bursa Obligasi Global

29 Oktober 2018   07:55 Diperbarui: 29 Oktober 2018   14:26 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Lonjakan utang terbesar di emerging market terjadi di China, dimana beban total utang saat ini mencapai 295% PDB, naik dari  171% PDB pada akhir 2008. Yang mengkhawatirkan, kenaikan beban utang China yang luar biasa ini disertai perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Ini indikasi bahwa percepatan ekspansi utang di negara emerging market disertai penurunan kualitas kredit. Disisi lain, pertumbuhan ekonomi emerging market yang tinggi ternyata ditopang oleh arus modal global. Akibatnya, perlambatan arus modal ke emerging market akan menekan pertumbuhan ekonomi sehingga potensi gagal bayar utang meningkat cepat.

Potensi Krisis di Emerging Market

Saat ini fokus krisis ada pada Argentina dan Turki. Pakistan juga kembali meminta bantuan talangan dari IMF. Emerging market lain yang mengalami defisit transaksi berjalan dan tergantung arus modal portofolio global untuk membiayainya, seperti Afrika Selatan dan Mesir, juga memiliki potensi krisis serupa. Selain itu, negara seperti China dan India yang layak dipertanyakan tata kelola korporasinya patut diduga menyimpan masalah besar utang tidak lancar. Penulis berpendapat, krisis di Argentina dan Turki merupakan awal dari gejolak yang lebih besar yang akan menimpa beberapa emerging market. Kondisi saat ini serupa yang menimpa Meksiko (1995) dan Thailand (1997), yang kemudian berlanjut ke beberapa negara Asia dan Rusia (1998).

Indikator makro dan aspek institusional Indonesia memang lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 1997/1998, 2008, dan 2013. Yang dilupakan, potensi gejolak saat ini jauh lebih berbahaya karena beberapa hal berikut: beban utang global tertinggi dalam sejarah, tingkat suku bunga yang masih sangat rendah, ekspansi neraca bank sentral negara maju yang berlebihan, banyak negara besar mengalami defisit anggaran yang tinggi, dan berbaliknya arah kebijakan kuantitatif the Fed.

Di tahun 2018 ini, kombinasi pengetatan likuiditas (quantitative tightening) the Fed dan membengkaknya defisit fiskal Amerika telah mempercepat kenaikan US Treasury yield sehingga bunga global naik dan menimbulkan gejolak bursa obligasi global. Implikasinya, emerging market seperti China yang sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi potensial menghadapi masalah kredit macet korporasi. 

Potensi permasalahan utang korporasi China membahayakan stabilitas sistem keuangannya. Permasalahan finansial di negara besar emerging market ini akan menimbulkan dampak sektor riil global. Apalagi banyak emerging market yang menjadikan China sebagai tujuan ekspor utama.

Kombinasi dua risiko guncangan global ini (pengetatan likuiditas Dolar Amerika dan gejolak finansial di China) akan menjadi "virus mematikan" bagi negara yang sehat namun lengah menghadapi jenis penyakit ekonomi baru. 

Pada saat bersamaan, perilaku investor obligasi global yang sangat spekulatif akan berubah menjadi kepanikan yang menyebar (contagion) ke penjuru emerging market.

Negara emerging market seperti Indonesia meski memiliki fundamental kuat harus bersiap diri menghadapi arus modal keluar. Sebagai gambaran, saat bank sentral global menerapkan kebijakan bunga rendah dan quantitative easing, serta defisit anggaran negara maju mengecil sepanjang 2011-2017; Indonesia konsisten menerima arus modal masuk. 

Bahkan sepanjang 2014-2017 arus modal masuk di SUN berkisar Rp 97 triliun -- Rp 170 Triliun, yang puncaknya terjadi di tahun 2017. Saat itu (2011-2017), Rupiah terus melemah ke Rp 13,400 dari terkuat di Rp 8,600 pada pertengahan 2011. Sedangkan yield SUN bertahap naik menjadi 8,7% dari titik terendah 5,5% pada awal 2012.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun