Sudah hampir lima tahun mama pergi. Tidak seperti sebelumnya, kali ini mama mengingkari janjinya. Sebelum berangkat ke Halmahera, mama janji akan tetap pulang untuk mengunjungi kami. Tapi sejak hari mama keluar dari rumah ini, mama tak pernah pulang. Komunikasi kami hanya melalui telepon, chat atau video call. Lima tahun sampai akhirnya aku menyelesaikan pendidikanku menjadi seorang sarjana K3 seperti yang mama pesankan padaku sejak aku masih duduk di bangku SMA.Â
"Pa, aku dapat panggilan kerja. Maluku."Â
"Kamu mau pergi untuk kerja atau mau pergi untuk tak pulang lagi?"Â
Aku paham apa yang membuat papa menanyakan hal itu padaku. Papa pasti takut aku tak pulang seperti mama.Â
"Pa, aku dapat kerjaan di tambang. Ada jadwal on site dan off site-nya, pa. Enam minggu on site -- dua minggu off site aku pulang ke Siantar."Â
Aku meneruskan informasi yang sudah aku terima dari perusahaan tempatku akan bekerja.Â
"Jangan pergi." Larang papa secepat kilat.Â
"Maaf, pa. Nara akan tetap pergi. Ini mimpi Nara. Nara sudah berjuang empat tahun untuk bisa jadi seorang sarjana K3. Nara nggak bermaksud melawan papa, tapi Nara juga sudah dewasa untuk bisa menentukan pilihan."Â
"Papa bilang jangan pergi." Suara papa meninggi.Â
"Pa, Nara bukan mama yang bisa papa atur sesuka hati papa. Tidak satupun dari kami yang ingin meninggalkan papa, tapi papa yang memaksa kami menjauh dari papa. Nara sudah bilang Nara akan pulang. Nara hanya perlu waktu untuk mengikuti jadwal kerja sesuai ketentuan perusahaan."Â
Aku tak berani memberitahu papa kalau aku diterima bekerja di perusahaan tambang yang sama dengan mama. Kami dari kontraktor yang berbeda, yang bekerja untuk perusahaan tambang yang sama.Â