Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Ingat Rasio Utang, Jika Modal Nikah dari Utang

22 November 2024   20:08 Diperbarui: 23 November 2024   14:29 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan | KOMPAS/SUCIPTO


Dalam manajemen keuangan, utang adalah salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan likuiditas saat memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya kebutuhan untuk melangsungkan pesta pernikahan, sama halnya dengan utang yang dilakukan untuk pembelian kendaraan atau rumah. Perbedaannya terletak pada posisi keuangan setelah berutang. Pinjaman untuk rumah atau kendaraan itu dikonversi menjadi aset. 

Jadi di neraca keuangan pribadi kita, utang memang bertambah tapi aset pun bertambah. Aset ini kemudian bisa mendatangkan nilai ekonomi sebagai pendapatan jika asetnya disewakan, misalnya, atau jika suatu saat dijual kembali dengan harga lebih tinggi. Makanya utang seperti ini disebut good debt atau utang baik.

Sedangkan utang untuk pesta pernikahan sifatnya konsumtif karena uangnya memang benar-benar dihabiskan, tidak dikonversi menjadi aset seperti ilustrasi di atas. Oleh karena itu pasangan yang akan memasuki rumah tangga baru harus berhitung dengan baik sebelum memutuskan mengambil utang atau pinjaman untuk pesta pernikahan.

ilustrasi gambar dari pixabay.com
ilustrasi gambar dari pixabay.com

Apakah bijak berutang untuk melangsungkan pernikahan? 

Ini pertanyaan yang biasa memicu diskusi panjang, padahal jawabannya sangat relatif. Bijak atau tidak sebenarnya harus dikembalikan ke pasangan yang akan melakoninya. Bagaimana konsep pesta pernikahannya? minimalis saja, menengah atau mewah? lalu bagaimana dengan sumber dana yang ada, apakah memadai atau tidak?

Jika memungkinkan, utang untuk sesuatu yang sifatnya konsumtif seperti pesta sebaiknya dihindari. Tapi, ya itu tadi, tidak semua orang memiliki likuiditas yang memadai untuk melangsungkan pesta pernikahan tanpa berutang. 

Jadi utang adalah pilihan untuk menyelesaikan masalah keterbatasan dana. Tapi karena konsekuensi setelah berutang adalah kita harus membatasi daya beli di masa yang akan datang, kita mesti membuat pengelolaan utang dengan baik.

Jalan tengah yang bisa ditempuh adalah berutang dengan memperhatikan rasio utang pribadi sebagai acuan utama dari keputusan keuangan pasangan yang akan menikah. 

Rasio utang dapat didefinisikan sebagai alokasi dari pendapatan yang digunakan untuk membayar utang dan dihitung dalam bentuk persentase. Beberapa referensi menetapkan standar yang berbeda untuk rasio utang ini, tapi pada umumnya rasio utang idealnya berada pada kisaran 30%-40% dari pendapatan. 

Jadi misalnya pendapatan anda sebesar Rp1.000.000 per bulan, maka idealnya pendapatan yang digunakan untuk membayar utang (angsuran pokok ditambah bunga pinjaman) sebesar Rp300.000-Rp400.000 saja. Jika rasio utang sudah berada di atas rasio ini, dikhawatirkan anda akan kesulitan melakukan pembayaran karena pendapatan harus dibagi dengan kebutuhan hidup yang lain.

Pasangan yang akan menikah harus menghitung berapa rasio utang mereka nantinya, tidak lupa juga menambahkan perhitungan pembayaran utang yang sedang berjalan saat ini jika ada, misalnya KPR atau kredit kendaraan. Dari hitung-hitungan ini bisa diketahui berapa besar pinjaman yang akan diambil dari kreditur. 

Setelah besaran pinjamannya diperoleh, barulah menghitung dengan teliti budget atau anggaran untuk semua komponen biaya pernikahan yang akan dilangsungkan: biaya adat, resepsi, undangan, salon, gedung, suvenir, seragam, dekorasi, transportasi, biaya pengisi acara, akomodasi dan biaya-biaya lainnya.

Jika memang kekuatan modal yang akan diperoleh lewat pinjaman hanya cukup untuk pesta yang biasa-biasa saja, kurang bijak memaksakan diri menggelar pesta yang terlalu mewah. Jadi pilihlah budget yang pas untuk menggelar pesta pernikahan sesuai dengan kapasitas keuangan yang dimiliki.

Ada hal lain yang juga penting dilakukan terkait utang untuk pernikahan ini:

Komunikasi dengan Pasangan tentang Kondisi Ekonomi

Sebelum menikah, pasangan sudah harus mengetahui dengan clear kondisi keuangan masing-masing. Misalnya, saat ini bagaimana kondisi utang piutang keduanya, seperti sudah disampaikan pada topik rasio utang di atas. Hal ini harus diperhitungkan dengan baik karena setelah menikah ada tambahan pembayaran utang lagi. Kemudian jika kedua pasangan bekerja, apakah setelah menikah nanti keduanya masih akan melanjutkan bekerja atau salah satu akan berhenti bekerja.

Hal-hal ini harus diketahui dan disepakati sejak awal untuk memudahkan pengelolaan keuangan setelah menikah nanti. Salah perhitungan bisa berujung pada kesulitan pengelolaan keuangan setelah menikah nanti. Jangan lupa, berutang memang mengatasi masalah hari ini, tapi konsekuensinya kita harus membatasi daya beli pada masa yang akan datang. 

Menyisihkan Sebagian Pinjaman

Jika memungkinkan, dana pernikahan yang diperoleh dari pinjaman dikelola dengan baik agar ada penghematan. Lebih baik lagi, jika sejak awal dana pernikahan disisihkan sebagian, jadi tidak dihabiskan sekaligus semuanya. Gunanya untuk memenuhi biaya-biaya lain pasca pernikahan dilangsungkan. 

Pernikahan ini hanya permulaan saja. Masih akan ada biaya-biaya lain yang menyusul, seperti misalnya biaya membeli perabotan rumah tangga baru, biaya pindahan dan seterusnya yang juga cukup menguras pendapatan bulanan. Penyisihan ini juga bisa dialokasikan untuk tambahan dana darurat atau dana cadangan keluarga nantinya.

Komunikasi dengan Keluarga Besar

Ini tidak kalah penting dilakukan. Konsep pernikahan dan anggaran yang ada harus dikomunikasikan baik-baik dengan keluarga besar. Sering terjadi orang tua atau keluarga menginginkan acara yang besar dan "wah" karena merasa harus mengundang dan berbagi kegembiraan dengan sebanyak mungkin orang. Bisa juga karena menjaga gengsi atau prestise. Hanya saja pada akhirnya segala konsekuensi keuangan akan menjadi beban pengantin baru.

Tapi di sisi lain pernikahan bukan saja acara milik dua orang tapi mempertemukan dua keluarga besar. Jadi keluarga memang harus diberi penjelasan dan pemahaman terutama jika cita-cita atau aspirasi keluarga besar mengenai konsep pesta yang akan dilangsungkan tidak sesuai dengan kondisi keuangan calon pengantin.

Demikianlah hal-hal yang harus dipersiapkan calon mempelai jika harus menggunakan pinjaman atau utang untuk melangsungkan acara pernikahan mereka. Lain cerita kalau sebagian besar atau malah seluruh biaya pernikahan ditanggung oleh pihak lain seperti orang tua atau keluarga lainnya, sehingga tidak perlu ada skema pinjam-meminjam. Jadi, pengantin hanya perlu fokus mempersiapkan diri menjalani momentum pernikahan agar bisa menjalaninya dengan baik.

Sebenarnya tanpa meminjam atau dengan meminjam, momen pernikahan mestinya jadi momen yang sakral dan membahagiakan bagi pasangan baru. Jadi harus dilakoni dengan penuh penghayatan dan penuh kebahagiaan oleh keduanya. Jangan sampai terjadi, karena dijalani tanpa perencanaan keuangan yang baik, pernikahan malah jadi awal yang kurang baik dalam menjalani kehidupan rumah tangga. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun