Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kiat Menyelesaikan Konflik dengan Pendekatan Collaborating

31 Juli 2024   19:17 Diperbarui: 1 Agustus 2024   12:29 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Organisasi yang melakukan inovasi dan perubahan tidak akan terlepas dari konflik, baik kecil maupun besar. Perubahan dalam organisasi bisa mencakup perubahan misi dan visi, perubahan struktur organisasi, perubahan prosedur kerja, perubahan model bisnis dan perubahan yang lain.

Perubahan mendorong orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut untuk ikut berubah dan beradaptasi. Dalam proses adaptasi ini tidak jarang terjadi gesekan yang disebabkan perbedaan persepsi atau perbedaan kepentingan dalam menyikapi perubahan tersebut.

Jadi konflik sebenarnya adalah konsekuensi logis dari pertumbuhan dan perkembangan sebuah organisasi. Oleh karena itu, paradigma organisasi modern menyikapi konflik dengan lebih positif. Karena konflik adalah sebuah keniscayaan, maka konflik dalam organisasi harus dikelola dengan baik. Pada skala tertentu, konflik malah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja unit-unit dalam organisasi.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: bagaimana mengelola dan menyelesaikan konflik yang terjadi? 

Ilmu manajemen konflik biasanya diberikan kepada para pemimpin, khususnya pemimpin level menengah sampai pimpinan puncak yang lebih sering berkutat dengan pengelolaan sumber daya manusia dan keputusan-keputusan strategis. 

Namun karena konflik adalah hal yang wajar terjadi, siapa pun yang terlibat dalam organisasi, di segala level dan lini, mestinya memahami bagaimana konflik dikelola. Kalaupun mereka tidak berada pada posisi pengambil keputusan, dengan memahami manajemen konflik, proses implementasi penyelesaian konflik nantinya dapat berjalan dengan lebih baik dan mulus.

Nah, mari kita lihat model manajemen konflik yang cukup sering dijadikan referensi oleh para pengajar dan praktisi manajemen organisasi.

Model ini pertama kali dipublikasikan Kenneth W. Thomas dan Ralph H. Kilmann pada tahun 1974 sehingga sering disebut Thomas-Kilmann conflict mode Instrumen atau disingkat TKI. Thomas-Kilmann membuat model bagaimana individu merespons konflik yang terjadi dalam dua variabel yaitu cooperativeness (seberapa besar orang yang terlibat konflik mengutamakan kepentingan pihak lain dalam konflik tersebut) dan assertiveness (seberapa besar orang yang terlibat konflik mengutamakan kepentingan dirinya dalam konflik).

Berdasarkan dua variabel tersebut, TKI membagi mereka yang terlibat konflik ke dalam 5 mode perilaku, yaitu: avoiding (menghindar), competing (persaingan), accomodating (akomodasi), compromising (kompromi), dan collaborating (kolaborasi).

Penjelasan singkat masing-masing mode perilaku tersebut sebagai berikut:

Avoiding -- orang yang terlibat konflik berusaha untuk menghindar dari konflik.

Competing -- seseorang lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri daripada kepentingan pihak lain dalam menyelesaikan konflik.

Accomodating -- seseorang lebih mengutamakan kepentingan pihak lain daripada dirinya sendiri dalam menyelesaikan konflik.

Compromising -- mereka yang terlibat konflik menghasilkan kesepakatan, tapi masing-masing harus mengorbankan sebagian kepentingannya dalam mencapai kesepakatan tersebut.

Collaborating -- mereka yang terlibat konflik berhasil menemukan penyelesaikan konflik yang tepat dan menguntungkan bagi semua pihak.

gambar dari managementweekly.org
gambar dari managementweekly.org
Setiap respons perilaku memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun dari kelima mode ini, collaborating adalah pendekatan yang paling baik dalam mengelola dan menyelesaikan konflik karena membawa manfaat paling besar untuk kinerja organisasi.

Jika suatu saat kita diberi kepercayaan untuk membereskan sebuah konflik sebagai pemimpin atau sebagai orang yang diberi kepercayaan melakukan mediasi, pendekatan collaborating ini bisa menjadi pertimbangan. Berikut kiat-kiat yang bisa dilakukan:

Identifikasi Masalah 

Ini pekerjaan yang paling pertama dilakukan. Untuk membereskan masalah, kita harus mengetahui persis seperti apa akar masalahnya.

Cari tahu penyebab isu atau masalah yang terjadi dari masing-masing pihak yang terlibat konflik. Suatu masalah biasanya jadi berlarut-larut, karena perspektif setiap pihak yang terlibat di dalamnya berbeda-beda dalam menyikapi masalah tersebut. 

Oleh karena itu setiap pihak harus jujur dan terbuka untuk memudahkan kita menganalisis akar masalahnya. Yang tidak kalah penting adalah kita harus berada pada posisi netral/tidak berpihak, agar dapat melihat masalah dengan lebih jernih dan objektif.

Mengembangkan Alternatif Solusi 

Identifikasi masalah bisa dilakukan secara terpisah-pisah, tapi pemecahan masalah sedapat mungkin melibatkan pemikiran bersama para pihak yang terlibat konflik.

Jika masalah pemicu konfliknya cukup kompleks, yang bisa kita lakukan adalah mengembangkan beberapa alternatif solusi yang bisa diterima dengan baik oleh semua pihak. Ini membuat pendekatan collaborating memerlukan banyak ide dan pemikiran, juga mungkin saja menghasilkan inovasi baru untuk organisasi. Yang penting semua pihak berorientasi pada pemecahan masalah untuk kepentingan organisasi, bukan terjebak pada kondisi saling menyalahkan karena membela kepentingan pribadinya.

Misalnya terjadi kondisi demikian. Sebuah perusahaan produsen produk perawatan tubuh baru saja meluncurkan produk baru ke pasaran. Beberapa bulan kemudian saat dievaluasi, trend penjualan produk tersebut ternyata belum sesuai ekspektasi. Divisi pemasaran pun menawarkan strategi baru dengan menggaet talent dari publik figur yang terkenal dan perusahaan menjadi sponsor beberapa event yang relevan untuk meningkatkan jangkauan produk tersebut.

Strategi ini ternyata tidak disetujui oleh divisi keuangan. Bukan saja karena anggaran yang tersedia untuk promosi produk tersebut sudah menipis, tapi juga karena divisi penjualan tidak bisa memberi argumen yang memuaskan mengenai kemungkinan cara baru ini bisa meningkatkan penjualan produk.

Awalnya perbedaan pendapat ini mungkin hanya memicu konflik kecil-kecilan di ruang rapat saat pembahasan dilakukan. Tapi jika tidak segera diselesaikan dengan baik, bisa saja konflik yang terjadi bisa merembet ke hal-hal lain.

Di sinilah dibutuhkan kepemimpinan yang mampu mengelola konflik dengan mengurai masalah dan memandu para pihak menemukan alternatif solusi. Masing-masing divisi memiliki kebenaran menurut perspektifnya masing-masing. Bagaimana agar produk baru sukses dikenal pasar dan di sisi lain arus kas perusahaan harus tetap dijaga dengan baik.

Selagi kedua pihak berorientasi pada kepentingan yang lebih besar, selalu bisa ditemukan alternatif solusi, dipandu oleh pemimpin sebagai mediator dan pengambil keputusan. Jika masalah yang terjadi pada contoh kasus di atas didiskusikan dengan baik, alternatif solusi yang bisa dihasilkan misalnya: 

(1) mengoptimalkan digital campaign (2) menggandeng mitra untuk melakukan co-marketing produk baru tersebut (3) melakukan riset untuk memperdalam analisis persaingan industri (4) menggandeng influencer yang biayanya terjangkau (5) memperpanjang masa promo dengan melakukan flash sale, diskon dan lain-lain.

Kiat-kiat tersebut biayanya cenderung lebih murah dan hasilnya juga lebih terukur. Kiat-kiat di atas dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga daftarnya lebih panjang dan kedua belah pihak, baik divisi pemasaran maupun keuangan, dapat berdiskusi mencari solusi yang terbaik.

Urutan prioritas dalam memilih alternatif solusi pun dilakukan dengan memilih alternatif yang memberi dampak tertinggi bagi peningkatan penjualan tapi membutuhkan alokasi sumber daya yang paling kecil bagi organisasi. Jadi semakin banyak alternatif solusi ditemukan, semakin baik pula bagi problem solving dan upaya meminimalkan konflik.

Implementasi dan Evaluasi

Setelah menyepakati solusi-solusi yang diambil untuk pemecahan masalah dan menyelesaikan konflik, langkah selanjutnya adalah implementasi dari solusi tersebut. Setiap pihak harus menindaklanjuti solusi tersebut sesuai kesepakatan bersama dengan baik dan bertanggungjawab.

Apabila terjadi masalah dalam implementasi solusi, dilakukan kembali evaluasi bersama untuk mencari cara penyelesaian yang terbaik. Kata kunci dari pendekatan collaborating dalam menyelesaikan konflik, adalah solusi harus bersifat win-win. Tidak boleh ada pihak yang merasa dirugikan dari penyelesaian tersebut.

Demikianlah kiat-kiat menyelesaikan konflik dengan pendekatan collaborating.

Setiap pendekatan manajemen konflik memang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pendekatan collaborating ini kurang efektif digunakan untuk menyelesaikan konflik yang sifatnya darurat dan harus dituntaskan segera. 

Pendekatan collaborating biasanya membutuhkan waktu yang lebih panjang, karena harus mengakomodir kebutuhan dan kepentingan para pihak. Bahkan tidak jarang membutuhkan alokasi sumber daya tambahan sesuai solusi-solusi yang ditemukan. Tapi dari segi dampak jangka panjang, pendekatan collaborating ini paling menguntungkan bagi keberlanjutan organisasi.

Semoga bermanfaat (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun