Organisasi yang melakukan inovasi dan perubahan tidak akan terlepas dari konflik, baik kecil maupun besar. Perubahan dalam organisasi bisa mencakup perubahan misi dan visi, perubahan struktur organisasi, perubahan prosedur kerja, perubahan model bisnis dan perubahan yang lain.
Perubahan mendorong orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut untuk ikut berubah dan beradaptasi. Dalam proses adaptasi ini tidak jarang terjadi gesekan yang disebabkan perbedaan persepsi atau perbedaan kepentingan dalam menyikapi perubahan tersebut.
Jadi konflik sebenarnya adalah konsekuensi logis dari pertumbuhan dan perkembangan sebuah organisasi. Oleh karena itu, paradigma organisasi modern menyikapi konflik dengan lebih positif. Karena konflik adalah sebuah keniscayaan, maka konflik dalam organisasi harus dikelola dengan baik. Pada skala tertentu, konflik malah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja unit-unit dalam organisasi.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: bagaimana mengelola dan menyelesaikan konflik yang terjadi?Â
Ilmu manajemen konflik biasanya diberikan kepada para pemimpin, khususnya pemimpin level menengah sampai pimpinan puncak yang lebih sering berkutat dengan pengelolaan sumber daya manusia dan keputusan-keputusan strategis.Â
Namun karena konflik adalah hal yang wajar terjadi, siapa pun yang terlibat dalam organisasi, di segala level dan lini, mestinya memahami bagaimana konflik dikelola. Kalaupun mereka tidak berada pada posisi pengambil keputusan, dengan memahami manajemen konflik, proses implementasi penyelesaian konflik nantinya dapat berjalan dengan lebih baik dan mulus.
Nah, mari kita lihat model manajemen konflik yang cukup sering dijadikan referensi oleh para pengajar dan praktisi manajemen organisasi.
Model ini pertama kali dipublikasikan Kenneth W. Thomas dan Ralph H. Kilmann pada tahun 1974 sehingga sering disebut Thomas-Kilmann conflict mode Instrumen atau disingkat TKI. Thomas-Kilmann membuat model bagaimana individu merespons konflik yang terjadi dalam dua variabel yaitu cooperativeness (seberapa besar orang yang terlibat konflik mengutamakan kepentingan pihak lain dalam konflik tersebut) dan assertiveness (seberapa besar orang yang terlibat konflik mengutamakan kepentingan dirinya dalam konflik).
Berdasarkan dua variabel tersebut, TKI membagi mereka yang terlibat konflik ke dalam 5 mode perilaku, yaitu: avoiding (menghindar), competing (persaingan), accomodating (akomodasi), compromising (kompromi), dan collaborating (kolaborasi).
Penjelasan singkat masing-masing mode perilaku tersebut sebagai berikut: