Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Melerai Dua Politisi yang Berkelahi

3 September 2023   20:11 Diperbarui: 4 September 2023   07:43 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua orang politisi sedang beradu argumen dengan sengit. Semakin lama suasana di antara keduanya semakin panas. Dari yang semula hanya adu kata-kata, kini sudah mulai adu gebrakan meja.

Brak! Gubrak! Gubrak! Brak! Tiiiit! Tiiit! 

Eh, yang terakhir itu suara dari mesin AC yang diturunkan suhunya. Setelah remote AC diletakkan kembali, suara pertengkaran dan gebrakan meja kembali terdengar.

Brak! Gubrak! Gubrak! dengan suara pertengkaran yang semakin tinggi.

Bahkan bukan sekadar gebrakan meja lagi. Mereka kini mulai adu jotos. Saling memukul dan menendang dengan ganas. Hanya saja karena memang bukan atlet profesional seperti atlet tinju, kempo atau karate, perkelahian mereka jadi lebih mirip dua preman pasar yang memperebutkan janda kembang tapi berkelahinya sambil teler karena kebanyakan miras.

Setelah bermenit-menit berkelahi dengan tangan kosong, mereka pun mulai menggunakan benda-benda yang ada di sekitar mereka, kursi, papan peraga, bahkan meja yang tadinya hanya digebrak. Benda-benda itu melayang ke sana kemari di antara mereka. Ruangan rapat kini jadi mirip kombinasi arena smackdown dan kapal pecah.

Tiba-tiba terdengar suara letusan yang memekakkan telinga.

Keduanya sontak berhenti dan memandang ke arah sumber suara letusan. Di ambang pintu seorang politisi lainnya muncul. Dilihat dari seluruh rambut dan kumisnya yang putih keperakan, dia ini politisi yang sudah sepuh.

Asap tipis keluar dari ujung shotgun yang digenggamnya. Dari sanalah suara letusan tadi berasal.  

"Apa sih yang kalian ributkan?" teriaknya kesal.

"Dia ingkar janji, Pak!" seru politisi pertama sambil menunjuk rivalnya.

"Dia tidak setia, Pak!" balas politisi kedua tidak mau malah.

Politisi ketiga mengembuskan napas panjang sambil geleng-geleng kepala. Dia lalu melangkah di antara kedua politisi dan memberi wejangan.

"Ingkar janji. Tidak setia ... Mengapa harus berkelahi karena hal-hal itu? Itu kan artinya kalian sudah semakin dewasa sebagai politisi. Justru aneh kalau ada politisi yang setia dan tepat janji. Ayuk baikan lagi. Masih mending kalian berkelahi karena rebutan janda kembang."

Setelah mendengar penjelasan politisi sepuh tersebut, keduanya pun menyadari kesalahan mereka lalu bersalaman sebagai tanda rekonsiliasi.

"Awas ya kalau kalian berantem lagi. Saya ada rapat zoom ini 10 menit lagi," ancam politisi senior sambil meninggalkan ruangan.  

Setelah bersalaman, mereka berpelukan sambil menepuk punggung masing-masing. Keduanya kini sudah bisa tersenyum damai.

Tapi rupanya ada beberapa pasang mata yang mengintip peristiwa itu dari balik jendela ruangan dengan tatapan kecewa. Ya, mereka adalah para pemimpin redaksi yang baru saja kehilangan berita.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun