Sepintas lalu, argumen ini mungkin saja benar. Tapi justru inilah cara pikir yang pada akhirnya bisa berbalik menyandera koperasi.
Pertama, pinjaman dari koperasi semestinya digunakan untuk semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan dan memberdayakan anggota. Mencairkan pinjaman tanpa analisis kredit yang matang hanya agar pinjaman bisa berputar dengan cepat pada akhirnya bukan membantu, tapi malah menyusahkan anggota.
Kedua, memberi pinjaman dengan fokus pada penagihan dan penyitaan agunan bukanlah model bisnis koperasi. Kalau seperti itu solusi untuk anggota, tidak perlu koperasi, sudah banyak lembaga pembiayaan di luar sana. Lagipula mengandalkan jaminan-jaminan untuk mitigasi risiko pinjaman tidak selalu berakhir mudah. Tetap ada sumber daya yang dihabiskan yaitu waktu dan biaya jika harus berurusan hukum dengan melakukan penyitaan jaminan-jaminan tersebut.
Ketiga, memberi pinjaman kepada pihak ketiga apalagi untuk pendanaan besar seperti proyek dan lain-lain, juga tidak sejalan dengan prinsip pelayanan kepada anggota. Lagipula pinjaman seharusnya terdistribusi dengan baik dan merata kepada seluruh anggota. Dengan demikian risiko kreditnya juga lebih terdistribusi.Â
Kalau pinjaman (apalagi dalam jumlah besar) hanya terdistribusi kepada segelintir orang saja, risiko kreditnya juga tertumpu pada segelintir orang tersebut. Kalau yang sedikit ini menunggak membayar pinjaman, maka likuiditas koperasi bisa terganggu. Ujung-ujungnya anggota lain yang akan dirugikan.
Wasana Kata
Menyeimbangkan rasio sumber dan penggunaan dana dengan menjaga agar uang masuk tidak kebablasan dapat membantu koperasi meminimalkan risiko pencucian uang. Idle money dijaga seminimal mungkin dengan cara mengatur pinjaman agar terdistribusi dengan baik kepada anggota-anggotanya.
Sejumlah koperasi sudah membuat beberapa program stimulus kepada anggota-anggotanya seperti pelatihan-pelatihan wirausaha agar anggota terdorong memanfaatkan pinjaman untuk memulai atau mengembangkan usaha produktif. Koperasi yang sudah melakukan digitalisasi produk dan layanan juga dapat mengembangkan produk pinjaman via aplikasi (sejenis pinjaman online) agar anggota dapat mengakses pinjaman dengan praktis.
Dengan konsisten menerapkan tata kelola seperti ini, sudah nyaris tidak ada celah lagi untuk terjadinya TPPU di koperasi. Lain cerita kalau koperasinya itu hanya jadi modus operandi shadow banking ya. Jadi koperasinya memang hanya koperasi-koperasian yang dibentuk untuk menyamarkan tindak pidana seperti pencucian uang, penipuan dan sebagainya. Salam (PG)
Baca juga:
Apakah Koperasi akan Berjodoh dengan OJK?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H