Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Seni Blogging Menggunakan Dikotomi Kendali dari Filosofi Stoa

18 September 2022   20:01 Diperbarui: 18 September 2022   22:52 3740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar oleh Chen dari pixabay.com

Filosofi Stoisisme (atau biasa disebut juga Stoa) berusaha menyikapi segala peristiwa (baik atau buruk) secara objektif. Segala sesuatu yang berada di alam semesta ini terhubung satu sama lain dan berjalan sesuai garisnya masing-masing. Jadi tidak perlu mengutuk kehidupan jika keadaan berjalan tidak sesuai rencana atau keinginan kita. Kita tidak bisa mengendalikan segala hal di luar sana, jadi lebih baik menyikapinya dengan mengelola apa yang berada dalam kendali kita sepenuhnya yaitu pikiran, perkataan dan perilaku kita.

Tidak heran sebagian orang menyebut Stoa sebagai "filosofi pasrah". Dalam beberapa hal mungkin saja label tersebut benar. Tapi secara kontekstual, Stoa sangat berbeda dengan pasrah. Stoa justru mendorong kemandirian setiap pribadi untuk memilih respons dalam menghadapi segala sesuatu.

Referensi saya saat berkenalan dengan Stoa adalah buku best seller bertajuk Filosofi Teras yang ditulis oleh Henry Manampiring. Ada kisah menarik tentang jati diri Stoa yang ditulis dalam buku tersebut. 

Alkisah, saat perang Vietnam terjadi, salah satu pesawat tempur pasukan Amerika Serikat berhasil ditembak jatuh di wilayah Vietnam. James Stockdale, pilot pesawat tempur yang naas tersebut selamat tapi akhirnya jadi tawanan pasukan Viet Cong.

Sebagai tawanan perang, Stockdale ditempatkan di ruang isolasi, dikeroyok pasukan musuh dan disiksa berkali-kali secara fisik dan moral (sampai harus pincang seumur hidup). Masa-masa tergelap dalam hidupnya itu berjalan selama kurang lebih 7 tahun sebelum dia dibebaskan. 

Beruntung, Stockdale sudah mempelajari ilmu Stoa sebelumnya sehingga mengaplikasikan ilmu tersebut saat menjadi tawanan. Jika hanya sampai pada "pasrah" saja, kemungkinan besar dia tidak akan selamat melewati berbagai penyiksaan tersebut.

Stockdale menerapkan cara mengelola pikiran ala Stoa sehingga bisa tetap bertahan, bahkan masih bisa memberikan dukungan dan membesarkan moral tawanan perang lain yang sudah nyaris menyerah pada keadaan.

Cara pandang atau perspektif inilah yang membuat Stoa berbeda dengan pasrah. Bagi kaum Stoa, bencana adalah fakta yang sifatnya objektif. Cara pandang kita-lah yang membuat bencana itu menjadi subjektif.

Dikotomi Kendali

Dikotomi kendali adalah salah satu prinsip yang dapat membantu kita menyelami Stoa lebih dalam. Para filsuf Stoa mengelompokkan segala hal dalam kehidupan menjadi dua, yaitu hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan dan hal-hal yang bisa kita kendalikan.

Hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan misalnya: opini dan tindakan orang lain, kondisi ekonomi makro, bencana alam, nilai jual saham, harga emas, tempat dan waktu lahir kita, jodoh tetangga di samping rumah dan seterusnya. Sedangkan hal-hal yang bisa kita kendalikan misalnya: opini kita, persepsi kita, cara kita menanggapi sebuah isu, kata-kata yang kita ucapkan dan perilaku kita.

Pada referensi yang lain ada yang menyebutnya trikotomi kendali, dengan menambahkan hal-hal yang bisa kita kendalikan sebagian misalnya hasil ujian kita, kekayaan atau kesehatan kita. Tapi pada dasarnya prinsip ini tetap mengacu pada prinsip dikotomi kendali di atas.

ilustrasi gambar oleh Chen dari pixabay.com
ilustrasi gambar oleh Chen dari pixabay.com

Dengan memahami dan menghayati dikotomi kendali ini, kita akan melihat dunia kita dari sudut pandang yang baru. Yang terjadi selama ini adalah kita cenderung mengeluarkan emosi negatif: marah, stres, uring-uringan pada hal-hal yang sebenarnya berada di luar kendali kita. 

Misalnya: terjebak macet berjam-jam, kinerja kita tidak dihargai pimpinan, tetangga yang gemar berghibah, harga-harga sembako naik, calon presiden kita kalah suara dan seterusnya. 

Menurut filosofi Stoa, merespons secara negatif peristiwa-peristiwa tersebut adalah sebuah kesia-siaan karena peristiwa tersebut tidak akan berubah (ingat, bukan di bawah kendali kita). 

Justru kita yang akan dirugikan: karena stres asam lambung naik, jadi pikiran dan tubuh terganggu. Belum lagi kalau kita melampiaskannya pada hal-hal yang bisa merugikan diri sendiri seperti konsumsi alkohol berlebihan dan lain-lain.

Dibanding merespons sebuah peristiwa secara negatif, lebih baik kita fokus mengelola apa yang bisa kendalikan dalam menyikapi peristiwa. Sekali lagi yang bisa kita kendalikan adalah cara pandang, mindset dan perilaku kita.

Dengan tetap jernih melihat segala situasi, kita bisa tetap tenang menghadapi segala masalah sehingga bisa menemukan solusi yang terbaik bagi diri kita maupun orang lain. Lihat kembali kisah James Stockdale di atas.

Aplikasi Dalam Dunia Blogging

Prinsip dikotomi kendali ini berlaku pula di media sosial, tempat kita berinteraksi dengan warganet yang lain. Dalam relasi dengan warganet yang lain, hal-hal yang berada dalam kendali kita misalnya: konten yang kita tayangkan, cara kita merespons konten orang lain, komentar kita, circle pertemanan atau siapa-siapa saja yang akan kita ikuti dan seterusnya.

Sedangkan yang tidak berada di dalam kendali kita misalnya: komentar warganet yang lain, jumlah likes, jumlah follower dan seterusnya.

Demikian pula dalam dunia tulis menulis atau dunia blogging. Ada hal-hal yang bisa kita kendalikan, misalnya: seberapa jauh kita melakukan riset untuk tulisan kita, berapa banyak tulisan yang akan kita hasilkan dalam sebulan, seberapa sering kita melakukan blogwalking dan seterusnya. 

Tapi ada pula hal-hal yang tidak berada di dalam kendali kita, misalnya: berapa banyak orang yang akan mampir ke tulisan kita, tulisan kita bakal viral atau tidak, komentar orang lain terhadap tulisan kita, tulisan kita akan diplagiat atau tidak dan seterusnya.

Dengan prinsip dikotomi kendali, kita harus lebih banyak fokus pada pada hal-hal yang bisa dikendalikan untuk meningkatkan performa blog kita.

Untuk kualitas tulisan, misalnya. Kita harus mencari kiat bagaimana meningkatkan kualitas tulisan dari waktu ke waktu. Salah satu kiatnya adalah sering membaca tulisan-tulisan jurnalis atau blogger yang sudah senior agar referensi, kosa kata dan sudut pandang kita lebih kaya. Kemudian jika tulisan kita mengacu pada sejumlah informasi atau data, kita harus melakukan riset yang lengkap agar tulisan lebih berbobot.

Berikut, bagaimana agar tulisan kita lebih ramah SEO. Beberapa kiat yang bisa dilakukan adalah memilih kata-kata kunci (keyword) yang tepat, rajin promosi atau membagikan tulisan di media sosial dan jaringan pertemanan serta mengoptimalkan gambar atau ilustrasi yang tepat dan aman dari masalah lisensi.

Hal-hal lain yang bisa dilakukan adalah mempelajari waktu jam tayang tulisan yang tepat. Tidak lupa rajin berkomentar dan memberi vote pada artikel kawan-kawan yang lain agar mereka ngeh dengan keberadaan kita.

Ini beberapa contoh aksi yang sepenuhnya berada dalam kendali kita saat melakukan aktivitas blogging. Dengan melakukan kiat-kiat tersebut, kita sudah mengambil bagian yang tepat dalam dikotomi kendali. Hasil dari segala ikhtiar tersebut biarlah berjalan sesuai garisnya, karena hal tersebut bukan berada di bawah kendali kita.

Dengan memahami hal ini, kita bisa lebih bijak menyikapi nasib tulisan kita setelah ditayangkan, baik atau buruk hasilnya. Jika artikel yang sudah ditayangkan sepi pembaca, misalnya, kita tidak perlu sedih berkepanjangan. Tidak perlu sampai bad mood seharian atau semingguan, mogok makan, mogok minum bahkan mogok menulis lagi.

Sedih secukupnya saja. Setelah itu waktu yang dimiliki kita alokasikan untuk assesment dan evaluasi apa kira-kira yang menyebabkan tulisan kita minim pembaca. Setelah itu kembali fokus pada apa yang berada di bawah kendali kita dan apa yang bisa kita lakukan.

Kalau fokus kita ada pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, justru nanti kita bisa jatuh pada hal-hal yang kurang etis dilakukan. Misalnya membuat akun-akun palsu untuk meramaikan tulisan sendiri atau menulis judul yang clickbait untuk meraup klik dari warganet.

Wasana Kata

Prinsip dikotomi kendali dari filosofi Stoa dapat digunakan secara luas dalam kehidupan. Aplikasinya dapat digunakan dalam segala hal, termasuk dalam dunia blogging. 

Dengan memahami dikotomi kendali, kita dapat memfokuskan diri pada hal-hal yang bisa kita kendalikan dibanding hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Kita berharap dengan ikhtiar yang maksimal, tulisan kita dapat lebih menjangkau dan bermanfaat bagi banyak orang.

Tapi dalam dikotomi kendali, apapun nanti nasib tulisan kita berada di luar kendali kita. Jadi jangan sampai kecewa atau sedih berlebihan jika hasilnya tidak berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Jangan sampai hal-hal tersebut membuat semangat kita untuk berkarya dan menebar kebaikan lewat tulisan jadi kendor. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun