Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menelisik Isu Kekerasan Seksual Brigadir J yang Dihidupkan Kembali Komnas HAM

3 September 2022   19:05 Diperbarui: 3 September 2022   19:08 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Brigadir Joshua. Gambar dari kompas.id oleh Irma Tambunan

Seorang ajudan, kalau masih normal cara berpikirnya, tidak akan berani macam-macam terhadap istri atasannya sendiri, pungkas kawan kami.  

Sejalan dengan kesimpulan kawan kami ini, kuasa hukum almarhum Brigadir J pun menegaskan relasi Brigadir J dan Ibu PC itu lebih kepada relasi anak dan ibu. Kamaruddin Simanjuntak sampai berkali-kali menunjukkan foto J sedang menyetrika pakaian dan chat Ibu PC ke sang adik pada awak media. Pada akhirnya isu pelecehan seksual pun ditutup dengan pernyataan SP3 kasus oleh Kapolri.  

Ini yang membuat kita kebingungan saat isu kekerasan seksual dimunculkan kembali oleh Komnas HAM. Tidak adanya bukti pendukung seperti kesaksian pihak lain (selain para tersangka saat ini), hasil visum, rekaman CCTV dan lain-lain membuat isu kekerasan seksual tidak lebih dari isu liar yang mengundang polemik. Bagaimana mungkin Komnas HAM menafikan begitu saja hal tersebut.

Menelisik Kembali Terjadinya Kekerasan Seksual

Beberapa hari lalu program Rosi Uncut di Kompas TV menghadirkan Prof. Sulistyowati Irianto, Guru Besar UI sekaligus Pengajar Gender dan Hukum. Saya mengikuti rekaman acaranya yang ditayangkan di kanal Youtube resmi Kompas TV. Ada kata-kata kunci pada pernyataan Ibu Profesor yang bisa acuan untuk menelisik kembali isu kekerasan seksual ini.

Menurut beliau, untuk memastikan terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual harus ada dua unsur yang terpenuhi. Dua hal tersebut adalah: (1) Ketiadaan consent atau persetujuan dari korban dan (2) Kesenjangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Dalam hal ini pelaku memiliki kuasa lebih tinggi dari korban.

Mari kita cermati satu per satu. Yang pertama, tidak adanya consent. Ini bisa saja benar terjadi. Tapi sekali lagi, tudingan tersebut hanya datang dari satu pihak saja yaitu Ibu PC karena kita tidak bisa meminta klarifikasi apapun lagi dari Brigadir J.

Yang kedua mengenai relasi kuasa. Memang ibu PC tidak terkait langsung secara dinas dan kepangkatan dengan Brigadir J. Tapi sebagai ajudan, Brigadir J terkait dengan FS, suami ibu PC, sebagai atasannya. 

Melihat relasi kuasa antara keduanya, pihak yang lebih rendah justru adalah Brigadir J. Menyambung kembali dengan analisis kawan kami, istri seorang polisi, rasanya mustahil Brigadir J berani macam-macam dengan Ibu PC. Apalagi jarak hirarki jenderal bintang dua dan seorang brigadir terpaut jauh sekali.

Pernyataan Prof. Sulistyowati Irianto yang dihubungkan dengan fakta-fakta ini sudah cukup meyakinkan kita kalau peristiwa kekerasan seksual Brigadir J kepada ibu PC nyaris mustahil terjadi, di mana pun lokasinya, mau di Jakarta atau di Magelang. Kalaupun terjadi seperti yang diduga Komnas HAM, mestinya dugaan tersebut lahir dari bukti-bukti kuat, bukan karena mendengar satu versi cerita saja. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun