Setelah itu kami bertemu dua kali lagi di tempat itu. Walau tidak duduk semeja karena datang bareng rombongan, tidak seperti saat awal bertemu. Di pertemuan yang terakhir aku memberanikan diri mengajaknya ngopi. Tidak disangka, dia menyambut antusias, karena dia juga rupanya seorang coffeeholic.
Tapi ... waktu janjian kami malam ini mestinya setengah jam yang lalu. Cangkir kopi latte kedua sudah nyaris dingin tapi belum juga ada tanda-tanda darinya. HP-nya masih tidak aktif, dan chat-ku belum juga dibaca.
Apa si Ririn ini mau membuat semacam tes awal untukku? Atau dia memang orangnya pelupa? Atau malah memang kurang bisa dipegang kata-katanya? Entahlah. Aku masih kuat menunggu, sambil menyeruput kopi dan berselancar di media sosial. Masih sampai setengah jam lagi kalau perlu.
Tidak lama kemudian HP-ku mengeluarkan suara notifikasi. Ah, syukurlah. Itu pesan dari Ririn.
Roy, Sorry ...Â
Hanya seperti itu. Aku mengernyitkan kening sejenak. Tapi setelah itu dia melakukan panggilan langsung. Aku menjawabnya segera
"Halo Ririn ..." aku berusaha mengeluarkan intonasi serileks mungkin.
"Roy sorry banget ya. Tadi aku ada meeting mendadak dan HP-ku ternyata mati. Memang tadi low batt sekali. Ini baru sempat di re-charge. Duh sorry ya, sudah bikin kamu nunggu."
"Iya, gapapa kok. Tapi ngopi-ngopinya tetep jadi kan?"
"Iya-lah. Yang penting kamu masih kuat nunggu ... ya, kira-kira 15-menitan lagi aku sampai di sana."
Aku tertawa renyah. Rasa gundah gulana yang tadi melanda kini sudah hilang sempurna. "Masih dong. Mau nunggu sampai tempatnya tutup, juga masih kuat."