Dalam cakupan branding, seragam dan cara kerja ini harus menjadi satu kesatuan agar menegaskan posisi perusahaan di antara para kompetitornya.
Tantangan ini semakin terasa pada perusahaan yang sudah memiliki volume usaha yang besar dan memiliki banyak cabang, sehingga bisa saja dalam satu wilayah perusahaan memiliki dua atau tiga cabang. Â
Apakah pembaca pernah mengalami percakapan seperti ini?
Ibu A: Itu staf-staf CS bank Maju Jaya di cabang Merak kok judes-judes sih? Tidak ramah sama customernya. Udah gitu kalau ngomong irit banget.Â
Ibu B: Masa sih Bu? Saya buka tabungan di bank Maju Jaya cabang Agus Salim, CS-nya ramah-ramah kok. Baik-baik lagi. Saya kalau ada masalah pasti dicarikan solusinya sampai tuntas.Â
Ibu A: Nah, betul, Bu. Saya pernah sekali ke cabang Agus Salim buat laporan ATM yang ditelan mesin. Petugas CS-nya ramah sekali. Beda sama yang di cabang Merak.
Nah, apa yang bisa ditangkap dari percakapan tersebut? Bisa jadi staf CS di salah satu cabang telah mengabaikan penerapan budaya kerja saat melayani nasabah.
Sebuah perusahaan pasti memiliki SOP yang diberlakukan standar di cabang manapun perusahaan tersebut berada. Tapi budaya kerja tidak seperti SOP yang diuraikan secara lugas dan gamblang.Â
Budaya kerja adalah penghayatan terhadap nilai yang lahir dalam tindakan dalam mengelola tugas serta berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan kerja.
Kembali ke ilustrasi Bank Maju Jaya di atas. Ada perbedaan penilaian Ibu A dan Ibu B terhadap Customer Service di cabang yang berbeda.Â
Ini memberi pengaruh terhadap reputasi bank Maju Jaya di tengah-tengah masyarakat. Situasi sebaliknya terjadi jika staf Customer Service di setiap cabang bank Maju Jaya memberikan pelayanan yang sama baiknya.