---
Suatu waktu di ujung malam yang berkabut dan dingin, terdengar ringkik belasan kuda yang memecah kesunyian malam. Burung hantu ajaib yang sedang menikmati tikus hutan buruannya terhenyak.
Siapa gerangan rombongan berkuda yang memaksakan diri melintasi Hutan Terlarang di malam hari seperti ini?
Begitu rombongan berkuda mendekat nampaklah rupa mereka. Penunggang-penunggang kuda adalah pria-pria kekar berwajah garang dengan karung-karung lusuh penuh beban di kuda masing-masing. Hampir setiap orang menggenggam obor bernyala untuk mengusir kegelapan. Namun cahaya obor tidak banyak membantu, karena mereka tetap kebingungan begitu sampai di tengah hutan.
Mereka berhadapan dengan persimpangan 5 jalur jalan lainnya. Obor-obor mereka diarahkan ke sana kemari untuk memastikan jalan yang harus ditempuh, tapi mereka tetap kebingungan.
"Di mana burung hantu penunjuk arah itu?" seru salah satu pria sambil memandangi lekat-lekat pepohonan di sekitar mereka. Yang ditunggu-tunggu pun terbang dengan anggun dan hinggap di salah satu cabang pohon Oak.
Burung hantu memicingkan mata. Beberapa kelip pantulan cahaya obor menyibak isi karung-karung lusuh. Sepertinya ada logam atau perhiasan yang tersembunyi di sana. Bisa jadi rombongan itu adalah begal yang baru saja menuntaskan aksinya.
"Ada yang bisa dibantu, Tuan-tuan?" suara serak burung hantu terdengar.
Rombongan berkuda memalingkan pandangan ke arah burung hantu.
"Kami harus ke arah utara secepatnya. Namun kami butuh jalan yang sepi, pedesaan yang senyap untuk beristirahat... Salah satu kawan kami sedang terluka!"
Seorang pria lain bersuara lantang ke arah burung hantu. Dari gesturnya terlihat sepertinya dia adalah pemimpin rombongan tersebut.