Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bubur Ayam Tidak Diaduk Harga Mati!

7 Oktober 2021   20:24 Diperbarui: 7 Oktober 2021   21:19 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gak. Sekarang aku sudah insaf, Niken. Sekarang aku sudah jarang sekali muji cewek, balasku.

Dia membalas dengan emoticon tertawa.

Kami pun berbalasan pesan beberapa kali sebelum bertukar nomor whatsapp. Dan tahu-tahu percakapan kami berpindah ke jalur telepon. Kami saling menanyakan aktivitas dan keadaan masing-masing. Ternyata dia juga masih single, sama sepertiku. Kami juga bertukar kabar tentang teman-teman kami dulu.

Mendengar suara Niken yang mendayu-dayu itu sukses membuatku nostalgia. Suaranya masih sama renyahnya, tapi saat ini terdengar lebih mature dan seksi. Dia juga lebih cerdas menanggapi semua obrolan dan candaanku, berbeda dengan dulu. Dia di kelas anak yang introver. Seingatku dia tidak punya banyak kawan, apalagi bergabung di geng anak-anak cewek.

Dalam beberapa menit aku langsung jatuh cinta. Walaupun baru jatuh cinta pada suaranya. Entah mengapa, aku langsung merasa ada kepingan-kepingan yang hilang dan ditemukan kembali.

Niken sendiri memaksaku mengingat kalau aku pernah membelanya suatu hari saat dia diganggu anak-anak cowok dari SMA tetangga. Itu meninggalkan kesan mendalam untuknya. Padahal aku sudah lupa peristiwa itu. Dulu sekolah kami memang sering bentrok di jalanan, jadi mungkin kisah itu hanya kisah biasa-biasa saja untukku.

Tahu-tahu jarum jam sudah berada di angka 10. Jika dalam beberapa menit bercakap-cakap aku sudah jatuh cinta, bagaimana jika dalam puluhan menit?

Tapi ucapan Niken berikutnya benar-benar di luar dugaanku.

"Eh, Dre. Tahu gak? Aku ini pengurus cabang Persatuan Pendukung Bubur Ayam Diaduk, loh. Aku dapat medsos kamu tadi dari salah satu teman yang barusan twitwar sama kamu," lalu tertawa renyah.

"Masa sih?" tanyaku tidak percaya.

Dia mengiyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun