Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Lagu yang Diputar Lewat Jam 22.00 dan Sempritan KPI

27 Juni 2021   17:05 Diperbarui: 27 Juni 2021   20:55 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KPI Jawa Barat baru saja mengeluarkan keputusan melarang sejumlah lagu diputar stasiun radio di bawah jam 10 malam. Keputusan ini diambil karena lirik lagu-lagu tersebut dinilai berisi kata-kata yang kurang pantas didengarkan anak-anak di bawah umur. Lagu-lagu ini bisa saja diputar di bawah jam 10 malam, jika stasiun radio memutar lagu versi radio edit-nya.

Beberapa lagu yang kena sempritan KPI antara lain 24K (Bruno Mars), Beautiful Mistakes (Maroon 5), Senorita (Camilla Cabello ft Shawn Mendes), Lose Your Self (Eminem), Starship (Nicky Minaj), Lazy Song (Bruno Mars), Versace of The Floor (Bruno Mars) dan sejumlah lagu lainnya (kompas.tv). Adakah lagu favorit kamu di sana?

Ada beberapa lagu favorit saya, seperti Lazy Song dan Versace on The Floor-nya Bruno Mars. Juga suka Beautiful Mistakes-nya Maroon 5 Feat Meghan Thee Stallion yang rilis belum lama ini. 

Lagu-lagu ini beat-nya asyik dan ide lagunya sebenarnya cukup unik. Lazy Song-nya Bruno Mars, misalnya. Lagu ini dikemas dengan apik untuk mewakili perasaan kaum rebahan yang lagi mager.  

Jika mengulik lirik beberapa lagu tersebut, memang ditemukan beberapa kata yang cukup vulgar. 

Di sana, di negara asal musiknya, mungkin saja kata-kata tersebut sudah biasa muncul dalam lirik lagu, tapi tidak di negara kita. 

Coba simak salah satu penggalan lirik lagu Beautiful Mistakes ini:

I make inside my head, she's naked in my bed.

Jika diterjemahkan kurang lebih demikian, 

saya membayangkan, dia telanjang di atas tempat tidurku.

Bayangkan kalau aslinya ini lagu domestik (berbahasa Indonesia), wah pasti sudah gempar dari kemarin-kemarin.

Jadi tindakan KPI merespons laporan masyarakat yang khawatir jika lirik lagu seperti ini "ditelan" mentah-mentah dan berpengaruh buruk pada perilaku anak di bawah umur, cukup bisa dimaklumi.

Lagipula ini bukan yang pertama, peringatan serupa terhadap beberapa lagu juga sudah terjadi sebelumnya. 

Pada tahun 2019 lalu, lagu Shape of You-nya Ed Sheeran yang begitu populer saat itu juga kena semprit KPI.

Seperti biasa, kabar terbaru ini menuai pro dan kontra. Tapi daripada kita terjebak pada dikotomi, berpihak pada KPI atau berdiri berseberangan dengan KPI, mari melihat masalah ini dalam scope yang lebih luas.

Di era internet yang membuat segala sesuatunya nyaris tanpa batas, cekal mencekal di ranah media rasanya sudah kurang efektif lagi dampaknya.

Sebagai contoh, jika tayangan di stasiun TV sedang tidak sesuai dengan keinginan, kita bisa berpindah ke penyedia video di dunia maya seperti youtube.com atau vidio.com sebagai alternatif. 

Begitu pula jika ingin mendengar lagu-lagu favorit dan stasiun radio tidak sedang menyiarkannya, tinggal buka situs pemutar musik daring seperti Joox atau Spotify.

Sejumlah lagu yang masuk daftar kuning KPI di atas bisa diakses dengan mudah sana. Bahkan di Spotify ada playlist bertajuk Lewat Djam 22.00 yang khusus berisi daftar lagu-lagu tersebut.

Jadi, apakah ini artinya sempritan KPI sudah tidak berguna lagi?

Mungkin ini bukan pertanyaan yang relevan dikaitkan dengan tujuan yang luhur dan mulia dari keputusan KPI tersebut. 

KPI memiliki ranah tersendiri dalam eksekusi keputusannya dan dalam ranah tersebut, tindakan KPI sudah sesuai. 

Pertanyaan yang lebih relevan adalah: apa yang bisa kita lakukan untuk anak-anak kita dengan atau tanpa sempritan KPI?

Proses Edukasi yang Terpadu 

Keluarga, sekolah dan lingkungan adalah entitas yang memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai pada anak. 

Keluarga sebagai tempat tumbuh kembang anak paling pertama, menempati porsi terbesar dalam membangun pondasi untuk menangkal pengaruh-pengaruh buruk budaya dari luar.

ilustrasi orang tua mendidik anak. Gambar dari kompas.com
ilustrasi orang tua mendidik anak. Gambar dari kompas.com
Dan ini bisa dilakukan jika sejak dini anak-anak diperkenalkan pada budi pekerti dan norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat kita.

Seiring waktu, orang tua juga harus memastikan anak-anak tidak salah pergaulan. Caranya dengan mengenal secara mendalam siapa-siapa saja teman sepermainannya. Orang tua juga sudah harus mulai mengajar anak untuk bertanggung jawab terhadap kebebasan yang diberikan kepadanya. Pendekatan ini tentu harus dilakukan sesuai dengan usia dan kesiapan mental si anak.

Lingkungan pendidikan juga memegang peranan yang tidak kalah pentingnya. 

Sharing dengan beberapa teman yang berprofesi sebagai guru cukup menarik untuk disimak. 

Mereka mengatakan tantangan dunia pendidikan saat ini, khususnya untuk anak yang sudah beranjak remaja, sangat jauh berbeda dari zaman mereka dulu.

Dahulu, bisa dikatakan guru-lah satu-satunya sumber pengetahuan dan keterampilan, guru adalah sang maha tahu. 

Anak didik pun tidak memiliki masalah terhadap pendekatan yang keras dari guru, seperti hukuman fisik untuk pelaku kesalahan dan lain-lain. Itu sudah lumrah dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan si anak.

Saat ini kondisinya sangat berbeda. Peran guru untuk meningkatkan keterampilan dan aspek kognitif si anak mulai diambil alih oleh algoritma internet. 

Anak-anak bahkan bisa belajar jauh lebih banyak dari mbah google dibanding dari gurunya. Guru pun harus makin piawai menjadi fasilitator dan memberi motivasi belajar kepada si anak. Akibatnya, peran guru saat ini sudah mulai bergeser meninggalkan sisi pengajar dan semakin dekat ke sisi pendidik.

Jika dahulu hubungan guru-murid cukup kaku dan cenderung paedagogis, saat ini proses edukasi lebih efektif jika relasi guru dan murid lebih condong ke relasi rekan kerja. Murid cenderung lebih terbuka dan lebih mudah menerima masukan guru dengan relasi demikian.

Hal ini berlaku juga di rumah. Orang tua hendaknya menjadikan anak sebagai teman, sehingga anak lebih terbuka menyampaikan keingintahuannya dan juga lebih terbuka terhadap nilai-nilai yang ditanamkan.

Jika orang tua, guru dan lingkungan bersinergi secara terpadu, maka nilai-nilai seperti kejujuran, budi pekerti, etika dan seterusnya dapat ditanamkan dengan baik kepada anak. 

Mereka pun paham mana yang benar dan salah, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Melahirkan Karya-karya Bermutu

Kiat lain yang bisa dilakukan adalah membanjiri dunia musik tanah air dengan lagu-lagu yang bermutu. 

Semakin banyak pilihan, membuat generasi muda memiliki lebih banyak alternatif idola, selain artis-artis mancanegara.

Memang dalam dunia seni akan selalu ada dinamika. Lagu-lagu hype (dari mancanegara) akan selalu bermunculan, tetapi selagi ada banyak pilihan dan lagu yang menarik dari insan musik tanah air, engagement mereka terhadap lagu dari luar akan berkurang intensitasnya.

Di sini kita bisa sedikit mengadopsi teori invisible hands-nya Adam Smith. Tidak perlu khawatir dengan kompetitor selagi kita bisa menawarkan produk-produk terbaik kepada pembeli.

Semakin banyak produksi karya anak bangsa yang kontennya lebih sesuai dengan budaya sendiri dalam kemasan yang kekinian, tidak perlu khawatir pada lagu-lagu impor yang dikhawatirkan bisa menggerus cara berpikir generasi muda kita.

Andmesh, salah satu penerima IMA Award 2020. Gambar dari kompas.com
Andmesh, salah satu penerima IMA Award 2020. Gambar dari kompas.com
Untuk ini dibutuhkan peran dari para pemangku kepentingan. Dunia usaha, para seniman (penggiat musik) dan pemerintah selaku regulator harus bersinergi dengan baik agar tercipta atmosfir yang kondusif untuk membanjiri belantika musik tanah air dengan lagu-lagu terbaik.

Jadi, meletakkan pondasi nilai-nilai yang kokoh pada anak dibarengi dengan memperkaya khazanah musik tanah air. 

Jika kedua hal ini bisa berjalan selaras, maka seiring waktu kita tidak perlu terlalu khawatir lagi pada lagu-lagu impor yang berpotensi meninggalkan pengaruh buruk pada anak-anak kita. KPI pun tidak perlu terlalu merasa bersalah jika semakin jarang meniup sempritannya. (PG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun